Ayah ku sangat keras dalam mendidik, dia memperlakukan ku kasar saat aku tidak mendapat nilai seperti yang dia harapkan.

Tapi dia melakukannya untuk kebaikanku.


Aku masih duduk dikelas sembilan dan dua Minggu lagi sekolah ku akan melaksanakan PAS (penilaian akhir semester). Dimana siswa dan siswi sekolahku mulai mempersiapkan diri mereka untuk belajar dengan giat agar mendapatkan hasil yang baik, termasuk aku.


Aku mulai belajar dengan giat setiap hari dari membaca, mencatat, membuat soal dan lain-lain.

Tiba saat nya hari PAS dilaksanakan, dengan yakin "aku pasti bisa mengerjakan soal-soal ini" bisikku dalam hati.


"Jangan lupa berdo'a ya anak-anak" ucap guru pengawasku sambil membagikan lembar soal.

Setelah lembar soal dibagikan aku pun berdo'a dan segera mengerjakannya, awalnya aku mengerjakan dengan lancar tetapi tiba-tiba aku mulai mengalami kesulitan, aku mencoba untuk tetap mengerjakannya sebisaku.

tak terasa waktu mengerjakannya sudah habis para siswa dan siswi dikelas ku segera mengumpulkan lembar jawaban mereka.

Aku sangat panik karena di 2 soal terakhir aku ragu dengan jawabanku.


Satu minggu pun berlalu dan pelaksanaan PAS sudah berakhir, aku sangat khawatir dengan hasilnya karena ini menentukan aku akan lulus atau tidak.


"Pengambilan rapor akan dilaksanakan minggu depan tanggal 15 Mei jangan lupa sampaikan kepada orang tua kalian" ucap wali kelasku.

"Baik Bu" jawab para murid serentak.


Setelah bel pulang berbunyi aku pun menuju rumah, aku berpikir lebih baik menyampaikan tentang pengambilan rapor ke bunda daripada ke ayahku, walaupun nantinya ayah akan ikut mengambil raporku juga.


Aku pun membuka pintu rumah dan mengucapkan salam "assalamualaikum"

Tak lama terdengar sahutan lembut

"Waalaikumsalam, kamu sudah pulang nak" ternyata itu adalah bundaku.

"Iya bunda" jawabku sambil berlari untuk segera menyalami dan memeluknya.


Aku segera memberi tahu bunda apa yang tadi wali kelasku sampaikan.

"Bun, wali kelas ku bilang tanggal 15 mei akan dilaksanakan pengambilan raport hasil PAS kemarin.

"Ohh baiklah, bunda akan memberitahukan ini kepada ayahmu" jawabnya.

"Bun, aku mohon jangan ya?" Pintaku dengan wajah gelisah.

"Kenapa?" tanyanya.

"Aku masih takut jika nilaiku tidak memuaskan ayah akan mengunciku digudang lagi" jawabku.

"Tak apa, bunda sudah bicara padanya dan bunda yakin dia tidak akan melakukan itu lagi nak" Ucap bunda meyakinkan.

"B-baiklah" sahutku pelan.


Bunda menyuruhku untuk segera bersih-bersih dan makan, aku pun mulai menaiki tangga menuju kamarku dan melaksanakan apa yang bunda perintahkan.


Hari pengambilan raport telah tiba, pukul 07.00 orangtua ku sudah pergi ke sekolah untuk mengambil raport ku, aku benar-benar gelisah dengan nilaiku.


Aku menelepon temanku dan memintanya untuk datang kerumah ku, agar aku merasa lebih tenang.

"assalamualaikum liesha, kamu bisa datang ke rumahku tidak?" Tanyaku.

"Waalaikumsalam, ya aku bisa" jawabnya.

"Baiklah segera kesini" pintaku.

"Iya" jawabnya singkat.

Rumahku dan liesha tidak terlalu jauh hanya beda komplek saja.


Sebelum liesha datang aku bersiap-siap karena akan mengajaknya ke taman yang tak jauh dari rumahku.

Tak lama liesha datang aku segera menghampirinya dan menuju taman tersebut.

"kita mau kemana?" tanya liesha.

"Ke taman depan itu" jawabku sambil menggandeng tangannya.

"Ohh, baiklah" jawab liesha.


Kami sedang asyik mengobrol di taman dan sampai akhirnya ponselku berbunyi, aku segera mengeceknya dan tersentak setelah melihat layar ponselku mendapati telepon yang bertuliskan "ayah".

Aku pun berdiri dari dudukku dan meminta maaf kepada liesha kalau aku harus segera pulang karena ayahku menelepon, dia memahami situasi ku.


Aku berlari sekencang-kencangnya dan tidak mengangkat telepon dari ayah karena sangat takut, dan benar saja saat aku sampai di rumah ayah sudah berdiri di depan pintu rumahku.

"Bagus, dari mana saja kamu?" Tanyanya dengan nada tinggi.

"A-aku habis ke tam--"

Belum sempat aku melanjutkan perkataan ku ayah langsung menarikku dengan kasar ke dalam rumah.

"S-sakit yah lepaskan" kataku tapi tak dihiraukannya.

Ayah pun langsung mendorongku hingga aku tersungkur.


"Bagus ya, bukannya belajar malah main" kata ayah ku dengan nada kesal.

"T-tapi aku--"

"Sudah tidak usah banyak alasan, nih liat hasil rapor kamu" potong ayah sambil menunjukkan raporku yang sebenarnya tidak seburuk itu.


Ayah menyuruhku untuk segera berdiri, lagi-lagi dia menarikku dan segera memasukkanku ke dalam gudang dan menguncinya.

Aku pun menangis dan memohon untuk dibukakan pintu, tetapi tidak ada jawaban apapun.

Ayah melakukan hal ini ketika nilaiku tak seperti yang dia harapkan dan mengunciku di dalam gudang agar aku merenungkannya.


Bunda yang tahu hal ini hanya bisa terdiam dia tidak bisa melakukan apa-apa saat ayahku sedang naik pitam.

Tetapi setelah ayahku tenang bunda baru akan menasehati ayah, sehingga ayah akan luluh dan mau memaafkanku.


Aku melihat jam yang ada di tanganku dan ternyata jam menunjukkan pukul 13.00, tak lama  terdengar suara dari arah pintu, pintu pun terbuka dan itu adalah bunda penyelamatku.


Bunda segera memelukku dan berkata

"Selamat nak kamu lulus dan bisa melanjutkan SMA".

Kami melepas pelukannya dan aku bertanya

"B-benarkah, lalu kenapa ayah sangat marah?"

"Iya benar, dia marah karena ekspektasinya sendiri" jawab bunda.

"Nilaiku tidak bisa memenuhi ekspektasinya ya bun?" Tanyaku.

"Nilaimu sudah bagus tetapi ekspektasi ayahmu saja yang terlalu tinggi, terlepas dari itu yang penting kamu sudah berusaha sebisamu" ucap bunda membuat hatiku tersentuh dan membuatku ingin memeluknya kembali.


Kami pun keluar dari dalam gudang dan bunda memintaku untuk menemui ayah, dengan perasaan takut aku mencoba menemuinya.


Aku mengetuk pintu ruang kerja ayah dan membukanya, terlihat ayah sedang melamun dan sedikit tersentak melihat aku memasuki ruangannya.


"A-ayah aku minta maaf" ucapku pelan.

"Tak apa nak, maafkan ayah sudah memperlakukan kamu dengan tidak pantas, ayah janji tidak akan melakukannya lagi dan jadikan ini pelajaran untuk ayah kedepannya" jawab ayah.

"Maaf kan ayah juga karena selalu menuntut kamu mendapatkan nilai yang tinggi" lanjutnya.

"Iya yah tidak apa-apa aku mengerti" jawabku.

"Selamat kamu lulus nak"


Ayah melakukan nya demi kebaikanku tapi mungkin hanya caranya saja yang salah, ayah juga tidak seburuk itu dalam memperlakukanku sehari-hari.


Aku mulai belajar setiap hari walaupun orang tuaku tidak memintanya karena sekarang aku sudah masuk SMA,

Aku sangat senang karena bisa masuk SMA yang aku impikan.