1 April 2022 ini Kota Malang merayakan ulang tahunnya yang ke 108. Jika kita membicarakan Malang sebagai teritori administratif, maka akan ada beberapa atribut yang melekatinya. Sebut saja sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur. Kemudian sebutan populer sebagai kota pelajar, kota dingin, kota seribu café, dan tentu saja sebagai Bumi Arema.
Namun jika dilihat dari sisi sejarah budaya maka akan sangat panjang untuk dikisahkan. Secara kultural Kota Malang menjadi bagian dari wilayah Malang Raya yang meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Wilayah Malang Raya sendiri menyimpan warisan budaya adiluhung yang melimpah, menunjukkan panjangnya sejarah peradaban di tlatah ini.
Diantaranya warisan budaya yang tidak bisa dipisahkan dari Kota Malang adalah seni Topeng yang khas, lazim dikenal sebagai topeng Malang. Jika dilihat dari sejarahnya maka Topeng Malang ini bisa dikategorikan sebagai legend.
Sejarah Topeng Malang
Sejarah panjang Topeng Malang sendiri dibagi menjadi 3 masa, yaitu masa Topeng Purwa, Topeng Panji, dan Topeng Menak. Bukti sejarah tertua yang pernah ditemukan menyatakan bahwa Topeng Malang seperti yang kita kenal saat ini telah ada sejak jaman Kanjuruhan (th 750 M). Ketika itu, Tari Topeng mengangkat kisah Mahabarata dan Ramayana yang berlatar belakang Hindu. Pada masa ini Tari Topeng disebut sebagai Topeng Purwa.
Memasuki masa-masa terakhir kekuasaan Majapahit, cerita Tari Topeng mengalami pergeseran menjadi cerita Panji (kisah para Panji/Raja). Pada masa ini Tari Topeng menyebarkan pengaruhnya sampai tlatah Siam (Thailand). Dari Thailand terus berkembang hingga Birma, Laos, dan Malaysia. Perkembangan hingga ke mancanegara ini memang dilakukan Majapahit dengan tujuan ekspansi budaya. Jadi jangan heran jika di negeri-negeri jiran tersebut juga dikenal cerita Panji Asmara Bangun, Panji Semirang, dan lain-lain.
Ketika hegemoni kekuasaan Majapahit berakhir dan digantikan oleh Demak yang berlatar belakang Islam, cerita Tari Topeng juga mengalami pergeseran. Pada masa itu cerita yang berkembang di Tari Topeng adalah cerita Menak yang bercerita tentang Raja-raja dari tanah sabrang yang bercorak Islam (contoh: lakon Marmaya Sunat, lakon Marmaya Marmadi).
Berdasarkan sejarah tersebut maka menjadi lumrah jika Topeng Malang tidak memiliki batas-batas geografis yang jelas mengenai peredarannya. Untuk menyebut wilayah Topeng Malang cukuplah disebut sebagai “teritorial budaya” Malang Raya. Sejauh yang bisa dilacak oleh para pelaku budaya, Topeng Malang yang kita kenal saat ini mulai “dihidupkan kembali” oleh Mbah Reni di Polowijen.
Dari wilayah Polowijen ini Topeng Malang menyebar ke Timur ke wilayah Jabung yang lebih condong ke gaya Gunungsari (gaya yang halus). Sampai saat ini gaya Gunungsari masih diuri-uri dengan konsisten oleh Ki Soleh Adi Pramono dengan Paguyuban Mangun Darmo di daerah Tumpang.
Persebaran Topeng Malang yang ke arah Selatan (wilayah Kedung Monggo Pakisaji) dipandegani oleh Mbah Karimun, yang condong berwatak Klana (keras dan gagah). Hingga saat ini tetap dilestarikan oleh Ki Suroso melalui Sanggar Seni Asmorobangun. Ki Suroso sendiri merupakan putra dari Mbah Katam yang notabene adalah putra dari Mbah Karimun.
Tokoh dalam Topeng Malang dan Perwatakannya
Secara umum, perwatakan dalam Topeng Malang dibagi menjadi 3 golongan, yaitu Protagonis, Antagonis, dan Gecul (lucu). Yang termasuk golongan protagonis (tokoh baik) misalnya Panji Asmara Bangun dan Dewi Sekartaji. Sedangkan tokoh semacam Prabu Klana Sewandana, Bapang Jaya Sentika, dan Kala Nengreng termasuk ke dalam golongan antagonis (tokoh keras/jahat). Golongan ketiga adalah Gecul (tokoh lucu yang terdiri dari para abdi) seperti Demang Mones, Bancak Doyok, dan Demang Mundu; atau dalam gaya Jawa Tengah ada Semar dan Bagong.
Dari penggolongan watak tersebut ada sebuah falsafah yang bisa diambil, bahwa suri tauladan yang baik justru muncul dari para abdi, karena bahkan tokok protagonis seperti para Rajapun kadang kakehan polah, terlalu banyak tingkah. Rasa-rasanya jagad politik era modern sekarang juga tidak jauh berbeda, dipenuhi elit politik yang kebanyakan tingkah.
Topeng Malang ditinjau dari Teritorial Budaya
Dari segi teritorial budaya, karakter Topeng dari tlatah Solo dan Yogya memiliki wajah wayang. Sedangkan Topeng dari tlatah Bali mengambil wajah manusia sebagai karakternya. Nah, Topeng Malang merupakan perpaduan diantara keduanya. Topeng Malang memiliki wajah semi manusia-wayang.
Sebagai contoh, tokoh protagonis digambarkan melalui bentuk mata gaban untuk putra, dan kêlipan untuk putri yang cenderung sipit dan sayu; bentuk alis yang nanggal sêpisan (tipis); bentuk bibir dlima mlêthek (ingat, bukan ndasmu mlethek ya) dan jambe sigar setangkêp; dan bentuk kumis kucing anjlok (jatuh).
Sedangkan watak antagonis digambarkan melalui bentuk mata kêdelen dan têlêngan (lebar semi melotot); bentuk alis blarak sineret dan kuwêl (tebal); bentuk bibir singa barong mangap (bertaring); dan kumis nunggang maupun njlaprang (tebal dan melintang).
Sebuah contoh nilai simbolis dari watak Topeng bisa diambil dari karakter Panji Asmara Bangun. Topeng Panji Asmara Bangun berwarna hijau yang mempunyai makna hidup dan kemakmuran; bentuk alis yang melambangkan keterpaduan; bentuk mata gaban yang menjadi simbol kesabaran; bentuk kumis kucing anjlok yang berarti sopan dan rendah hati; serta bibir dlima mlêthek sebagai simbol kecakapan berbicara/berdiplomasi.
Mystical value of Topeng Malang
Banyak cerita yang beredar di masyarakat tentang nilai mistis dari Topeng Malang. Misalnya Topeng yang dalam situasi tertentu (biasanya dalam sebuah ritual upacara adat) bisa bergerak-gerak sendiri secara ritmis. Setiap Topeng memiliki gerakan yang berbeda-beda tergantung karakternya. Ada yang bergerak ke kiri-kanan, ada yang bergerak ke depan-belakang, dan ada yang memutar.
Topeng yang bergerak-gerak sendiri tersebut belum seberapa. Masih banyak hal-hal mistis berkaitan dengan Topeng. Hal ini terjadi karena proses yang panjang dalam pembuatannya. Dimulai dengan pemilihan bahan kayu khusus yang tidak bersifat keras (kayu kembang, pule, atau nangka) yang diawali dengan ritual suguh. Proses penatahannya juga disertai dengan laku tirakat. Semua itu dilakukan di hari-hari tertentu (hari baik).
Karena itu tidak mengherankan jika Topeng yang dihasilkan adalah Topeng yang tidak hanya sempurna dari segi tampilan, tetapi juga memiliki yoni (aura). Yoni ini akan menjadi faktor pembeda ketika dimainkan dalam sebuah pertunjukan. Topeng yang memiliki yoni mampu membawa aura mistis bagi penonton. Hal ini akan semakin lengkap apabila dimainkan oleh penari yang tidak hanya bagus secara teknis, tetapi juga telah menjalani laku tirakat. Yang seperti ini memang terkesan sulit dinalar, namun itulah fakta yang ada.
Begitulah Topeng Malang dengan segala serba-serbinya. Semoga bisa menambah wawasan sobat qureta mengenai warisan budaya Indonesia. Sekian dan terima (tanggapan) Lesti…