Tradisi nyekar atau nyadran adalah kebiasaan turun-temurun dan telah berkembang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa.
Tradisi nyekar pada masyarakat Jawa ini biasa dilakukan saat menjelang bulan Ramadan, menjelang lebaran, dan bisa juga dilakukan tepat pada saat lebaran, yakni dengan berziarah ke makam untuk mendoakan para leluhur dan kerabat yang telah berpulang terlebih dahulu kepada Sang Pencipta.
Membersihkan makam dari rumput-rumput liar juga dilakukan ketika berziarah, yang kemudian diakhiri dengan ritual menaburkan bunga ke makam.
Seiring dengan adanya ritual tersebut, maka permintaan bunga mawar tabur pun menjadi meningkat, hingga penyedia bunga mawar tabur turut kebanjiran pembeli pada momen menjelang bulan Ramadan, menjelang lebaran dan pada saat lebaran.
Bandungan yang berada di lereng gunung Sakya dan berada di wilayah Kabupaten Semarang ini memang merupakan sentra penghasil bunga mawar tabur di pulau Jawa, sehingga tak hanya warga Semarang, Boyolali, Yogyakarta, Solo, Magelang, dan Sragen saja yang berdatangan mencari bunga mawar tabur di Bandungan, namun banyak juga pedagang/pengepul dari berbagai daerah, seperti Cirebon (Jabar) dan Ngawi (Jatim) juga mengambil bunga mawar tabur dari Bandungan.
Pada momentum menjelang bulan Ramadan dan lebaran kali ini, Sang Primadona Bandungan pun akhirnya kembali menggeliat menebarkan semerbak aroma wanginya, setelah dua tahun berturut-turut ikut serta memperlambat pandemi secara harmoni dan alamiah.
Setelah absen dua tahun dengan adanya pandemi, kini Sang Primadona Bandungan kembali menjadi pusat perhatian dengan harga yang menjulang tinggi, memberikan berkah lebaran seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Bila harga satu tenggok (wadah/keranjang dari anyaman bambu) pada hari biasa berkisar antara 10 ribu hingga 50 ribu, pada momen lebaran kali ini diprediksi bisa kembali naik hingga berkali-kali lipat.
Tak hanya petani bunga mawar tabur yang menebarkan senyum merekah. Banyak masyarakat Bandungan yang juga mendadak beralih profesi menjadi pedagang bunga menjelang lebaran tahun ini.
Seminggu sebelum lebaran, pedagang sayur keliling pun ada yang sudah langsung libur untuk menjadi pedagang bunga dadakan. Guru dan profesi lainnya juga tidak mau ketinggalan untuk turut andil menjadi pedagang bunga dadakan menjelang lebaran tahun ini, mengingat pada momen sebelum bulan puasa Ramadan tahun ini harga bunga mawar tabur mencapai harga 500 ribu per tenggok (wadah/keranjang dari anyaman bambu).
Dengan wajah baru yang semakin berseri, pasar bunga Bandungan pun menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli bunga mawar tabur, hingga menempatkan Sang Primadona kembali menjadi pusat senyuman nan menawan, bagi yang sedang bertransaksi, yang terlibat, dan juga yang menyaksikannya. Meskipun, ada juga pembeli yang datang dan pesan langsung ke petaninya jauh-jauh hari.
Sebelum pandemi, fenomena ini memang selalu terjadi setiap tahun ketika menjelang bulan Ramadan dan menjelang lebaran, bahkan tepat di hari lebaran pun masih saja ada yang langsung datang ke ladang petani, mencari sisa hasil panen bunga mawar untuk nyekar ke makam.
Ngrancas/Memotong Dahan Bunga Mawar
Di Bandungan, budaya ngrancas di bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri memang telah berkembang dan telah menjadi warisan yang berharga dari generasi ke generasi.
Seperti memulai kembali babak baru dalam kehidupan, ngrancas/memotong dahan bunga mawar pun dilakukan oleh para petani di Bandungan dengan serempak dan penuh semangat menjelang lebaran pada tahun ini, agar nantinya tumbuh kembali dan mekar pada saat momentum menjelang lebaran dan tepat di hari lebaran.
Dengan memerhatikan tingkat curah hujan, para petani di Bandungan pun sudah berpengalaman memprediksi kapan waktu yang tepat untuk ngrancas. Dan seolah mendapat semangat baru dengan diizinkannya mudik pada lebaran kali ini, semua petani bunga di Bandungan tampak bergegas berderak mengisi ruang yang sempat kosong itu.
Di pagi hari, langkah kaki para petani memang selalu memecah keheningan menerobos dinginnya kabut, menapak tanah leluhur yang subur menuju jalan besar, untuk pergi ke pasar dengan membawa hasil panen dari ladangnya yakni berupa sayuran, buah-buahan, dan juga bunga seperti krisan, sedap malam, mawar dan masih banyak lagi. Namun, di antara ladang para petani memang selalu ada sang primadona (bunga mawar), selain tanaman lainnya.
Senantiasa merawat bunga mawar di antara tanaman yang lainnya memang sudah menjadi tradisi dan dilakukan dengan telaten serta penuh kesabaran oleh para petani di Bandungan, hingga Sang Primadona pun seolah juga memberikan timbal balik ungkapan terima kasih berupa THR/Tunjangan Hari Raya setiap tahunnya, sebuah berkah lebaran yang turun langsung dari Sang Pencipta, melalui aroma wangi sang mawar nan semerbak.
Senyum Sang Primadona
Seolah turut prihatin dengan adanya pandemi yang melanda negeri kita, satu dan dua tahun lalu, harga 5 ribu saja, Sang Primadona sempat tidak dilirik sedikit pun, dan tentu saja ini wajar terjadi, karena untuk memperlambat pandemi ada kebijakan ditiadakannya acara mudik lebaran, dalam rangka menghindari kerumunan dan peningkatan penularan Covid-19.
Kini, Sang Primadona tiga hari menjelang lebaran saja sudah berada di angka 200 ribu untuk satu tenggok (keranjang/wadah dari anyaman bambu), tentu angka itu akan terus naik sampai tepat di hari lebaran. Dan sehari menjelang lebaran akhirnya sang mawar pun sudah berada di angka 350 ribu. Maka sesuai dengan prediksi, angka 350 sampai 400 ribu benar-benar bisa dicapai pada momen lebaran tahun ini.
Fenomena ini memang benar-benar terjadi di Bandungan setiap tahun pada momen Hari Raya Idul Fitri. Bahkan, di tahun-tahun yang lalu (sebelum pandemi) tepat di hari lebaran pernah meroket sampai pada angka 600 ribu hingga 1,2 juta.
Namun, angka tersebut sebenarnya adalah hanya salah satu bagian dari aroma kebahagiaan dan kegembiraan, karena berkat momen tersebut, sebenarnya ada ruang/kesempatan berbagi dengan suka cita, baik bagi yang menyediakan bunga maupun yang membutuhkan bunga, dan itu yang lebih penting untuk dimaknai, sebuah silaturahmi yang terjadi secara alamiah dan telah menjadi sebuah tradisi.
Dan lebaran kali ini, tentu saja menjadi lebih spesial lagi karena sudah ada kekebalan kelompok (herd immunity), setelah program vaksinasi berjalan lancar, dan sudah diizinkannya mudik lebaran dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, hingga menggeliatkan dan memulihkan irama hidup bunga mawar Bandungan, sebagai Sang Primadona dengan senyumannya yang kembali menawan, pada lebaran tahun ini.
Di balik tirai kabut pagi Bandungan, awal Mei 2022