Merespon polemik yang dari dulu hingga sekarang ada, yaitu gagasan "semua agama adalah sama". 

Benarkah "semua agama adalah sama"? Ada sebagian yang langsung menolak tanpa menelisik apa maksud dari kalimat tersebut.

Ada juga yang menolak setelah menelisik dengan alasan-alasan tertentu, dari dampak yang ditimbulkan ataupun memang kerancuan berpikir atau hanya penyampaian yang tidak tepat.

Bagaimana yang menerima atau bahkan mendukung hal tersebut?

Kerap terjadi bahwa mereka yang menerima atau bahkan mendukung paham “semua agama adalah sama” dianggap penganut paham panteisme, monisme, ataupun naturalism.

Sebelum membahas polemik tersebut kita harus mengetahui apa itu wahdat al-adyan terlebih dahulu. 

Apa itu Wahdat al-Adyan?

Wahdat al-adyan terdiri dari dua kata bahasa Arab, yaitu wahdat yang artinya kesatuan, keesaan dan kesamaan [Atabik Ali 2003:2004]. 'Kesatuan' menurut KBBI adalah perihal satu, keesaan: sifat tunggal.

Sedangkan kata al-adyan adalah bentuk jama’ dari kata al-din yang berarti agama.

Kata ‘agama’ berasal dari bahasa Sansekerta a yang berarti ‘tidak’ dan gama yang berarti ‘kacau’. Jadi, agama berarti ‘tidak kacau’.

Dari itu dapat dipahami bahwa agama adalah seperangkat aturan Tuhan yang mengatur kehidupan manusia. Sehingga mereka yang ber-agama tidak mengalami kekacauan dalam hidupnya, baik itu kekacauan akal maupun hati atau lahir maupun batin.

Epistimologi Wahdat al-Adyan

Gagasan “semua agama adalah sama” bermula pada al-Hallaj kemudian dilanjutkan oleh Ibnu 'Arabi yang memang dipengaruhi oleh gagasan al-Hallaj.

a) Epistimologi Wahdat al-Adyan al-Hallaj

Abu al-Mughits al-Hasan ibn Manshur ibn Muhammad al-Baidhaun, kita mengenal dengan nama a-Hallaj.

Gagasannya tentang wahdat al-adyan adalah untaian dari ajarannya yang lain yaitu hulul dan Nur Muhammad. Namun ajaran Nur Muhammad yang memiliki kaitan secara langsung dengan wahdat al-adyan.

Agama yang dibawa oleh semua nabi pada prinsipnya adalah sama, yakni menyembah yang Absolut sebab semuanya berasal dari Nur Muhammad sebagai petunjuk semua Nabi.

Hal itu berkaitan dengan teori hululnya di mana semua agama berasal dari yang Satu dan akan kembali kepada yang Satu pula [Fathimah Usman 2002:12]

Sebenarnya teori ini sama seperti teori emanasi wujud, dimana semuanya yang tercipta adalah berasal dari yang Satu. Yang Satu memancarkan cahaya-Nya melalui Nur Muhammad kemudian cahaya itu memancar secara terus menerus sehingga jadilah yang lain.

Dalam tasawwuf Nur Muhammad adalah jalan menuju Tuhan, sehingga dapat dikatakan bahwa melalui Nur Muhammad akan ada kesatuan kenabian yang secara inheren ada kesatuan ajaran (kitab Suci), kesatuan umat, juga tentu kesatuan agama yang menuju Yang Satu juga Absolut.

Menurut al-Hallaj pluralitas agama hanya nama dan sebutan yang berbeda-beda dan berubah-ubah. Adapun substansi dan tujuannya adalah satu.

Secara hakikat tidak ada perbedaan antara monoteisme dan politeisme. Term iman dan kufur hanya berbeda dari segi penyebutan atau nama, bukan dari segi hakikat, sebab memang dari keduanya tidak ada perbedaan (secara hakikat).

Pemikiran tersebut yang membuat al-Hallaj menyalahkan orang yang menyalahkan agama lain [Fathimah Usman 2002:12]

b) Epistimologi Wahdat al-Adyan Ibnu ‘Arabi

 Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah al-Hatimi, lahir di Murcia di Spanyol atau Andalus, yang kita kenal dengan Ibn ‘Arabi.

Pemahaman Ibn ‘Arabi tentang wahdat al-adyan ini dapat kita lacak melalui konsep wahdat al-wujudnya yaitu konsepnya tentang memahami Tuhan dan hubungannya dengan alam.

Wujud Tuhan memang satu, namun Tuhan menampakkan dalam banyak bentuk yang realitanya adalah alam yang kita ketahui ini (tajalli Tuhan)

Penjelasan konsepnya tentang wahdat al-wujud juga wahdat al-adyan (antara yang satu dengan yang banyak) menggunakan penjelasan matematis.

Setiap unit bilangan adalah realitas, seperti sembilan dan sepuluh sampai pada yang terkecil dan yang tertinggi hingga tanpa batas; tidak satu pun dari unit itu yang merupakan kumpulan (dari satu-satu) semata, namun di pihak lain masing-masing unit itu merupakan kumpulan satu-satu.

Jadi, walaupun "yang banyak" berasal dari "yang satu", akan janggal kedengarannya jika untuk'menyebut angka-angka (yang banyak) sebagai manifestasi-manifestasi dari angka "satu" dalam pengertian bahwa objek-objek fenomena adalah manifestasi dari yang satu. Itulah, menurut istilah Ibn 'Arabi.

Metafor-metafor matematis angka "satu" dan titik diakritikal, dan pusat suatu lingkaran [Fathimah Usman 2002:17].

Menurut Ibn 'Arabi  hakikat agama adalah satu. Namun karena agama muncul dalam ruang dan waktu secara tidak simultan, maka pluralitas dan partikularitas bentuk dan bahasa agama tidak bisa dielakkan dalam realitas sejarah. Pesan kebenaran yang Absolut itu berpartisipasi dan bersimbiosis dalam dialektika sejarah.

Setiap bentuk dan bahasa keagamaan juga mengandung muatan nilai-nilai budaya dari sebuah komunitas dan pada waktu yang sama bahasa dan nilai agama yang terwadahi dalam lembaga budaya tertentu tersebut pada gilirannya akan melahirkan pengelompokan ideologis [Komarudin Hidayat 1995:6]

Wahdat al-adyan Ibn 'Arabi dengan wahdat al-adyan al-Hallaj tidak jauh berbeda. Ibn 'Arabi juga menyalahkan orang yang menyalahkan agama yang tidak dia anut.

Keduanya memperoleh pengetahuan tersebut juga menggunakan epistimologi irfani namun penyampaiannya secara filosofis. Sebab hal itu mereka berdua dimasukkan golongan tasawwuf falsafi.

Pengetahuan dari pengalaman (hati/batin) mereka tentang konsep wahdat al-adyan sebenarnya tidak bisa disampaikan dengan kalimat apapun karena memang tidak ada kalimat yang cocok untuk merepresentasikan pengalaman mereka tersebut.

Mereka menyampaikan karena tuntutan dari murid yang meminta dan hal itu juga yang menyebabkan tasawwuf berkembang seperti sekarang.

Maka dari itu, kita tidak boleh langsung menyalahkan gagasan mereka. Secara dhahir memang terlihat salah, tapi secara batin belum tentu salah.

إنما نحكم بالظاهر والله يتولى السرائر

Kita hanya bisa memutuskan berdasarkan ‘dhahir’, sedangkan Allah yang menangani ‘yang batin’.

Wallahu a’lam bi al-shawab.