Kehadirnya virus Covid-19 ini telah menimbulkan suatu kebudayaan baru dalam kehidupan manusia dalam bentuk new normal. New normal merupakan perubahan perilaku atau kebiasaan untuk tetap menjalankan aktifitas seperti biasa, tetapi dengan selalu menerapkan protokol kesehatan (Prokes) di tengah pandemi Covid-19. 

Pemerintah dengan himbauan ini menganjurkan agar kita dapat hidup berdampingan dengan virus Covid-19 yang telah menelan ratusan ribu jiwa di seluruh dunia. 

Prokes adalah meliputi mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau dengan hand sanitizer, tidak menyentuh wajah dengan tangan yang belum dicuci, menerapkan physical distancing, serta menggunakan masker dalam setiap aktivitas, terutama di tempat umum. 

Tentunya tatanan hidup new normal ini juga merambah ke kehidupan para calon imam atau frater di Seminari Tinggi Providentia Dei (STPD) Surabaya.

Sejak awal terjadinya pandemi Covid-19 pada Maret 2020, para romo formator seminari ini sudah memberi himbauan untuk memasang poster tentang Prokes Covid-19  dan ajuran kepada para frater untuk tidak terlalu sering berpergian dari seminari. 

Selain itu juga, para romo formator juga menghimbau para frater untuk menjalankan Prokes selama berada di luar seminari. Sejak terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 hingga November 2020 belum ditemukan adanya kasus positif Covid-19 di STPD. 

Namun, di awal bulan November 2020, komunitas STPD dihebohkan oleh kasus positif pertama di STPD. Salah seorang romo formator tertular virus Covid-19. Semua penghuni STPD cenderung abai terhadap Prokes, terlebih masalah ketertiban menggunakan masker sebelum kasus tersebut terjadi. 

Mereka baru melaksanakan Prokes ketika berada di luar lingkungan STPD. Para frater sering kali membaca poster Gerakan Masyarakat (Germas) untuk beraktivitas di rumah saja dan poster tentang ketentuan Prokes di beberapa area umum di STPD, seperti perpustakaan dan lobby seminari. 

Ajakan untuk melakukan Prokes yang ada di beberapa acara televisi sering kali dilihat oleh para frater. Mayoritas para frater, sebelum ada kasus positif di STPD, menggunakan masker yang berbahan dari kain dan belum memiliki handsanitizer pribadi. Mereka belum sempat membeli handsanitizer pribadi dari luar karena STPD sempat lockdown

Masker jenis kain tersebut merupakan sumbangan dari umat yang mengenal salah satu romo formator. Di damping itu, handsanitizer belum terlihat banyak di beberapa sudut ruangan umum di STPD. Hanya dalam hitungan jari saja dapat ditemui handsanitizer di ruang umum di STPD. Beberapa frater terkadang masih mengandalkan handsanitizer ini.

Kesadaran akan Prokes baru meningkat dengan drastis setelah kasus positif Covid-19 ada di STPD. Para frater merasa khawatir akan semakin menyebarnya virus Covid-19 di STPD. 

Di dalam berbagai macam kegiatan pembinaan di STPD, tampak para frater menjalankan Prokes, terutama memakai masker medis atau KN-95 dan memakai handsanitizer pribadi. Sekarang ini, para frater terbiasa untuk menjalankan Prokes, teruatma dalam hal memakai masker. 

Bahkan telah dibentuknya Satgas Covid-19 STPD oleh para romo formator.  Oleh karena itu, hadirnya Covid-19 di lingkungan STPD telah mengubah paradigma para frater. Semula mereka menganggap Prokes sebagai kewajiban atau bahkan anjuran menjadi sebuah tindakan yang sangat dibutuhkan agar selamat dari infeksi virus Covid-19. 

Virus Covid-19 yang hadir di STPD menjadi daya penggerak bagi para frater untuk mematuhi Prokes yang dianjurkan pemerintah.

Penyebab lain, beberapa frater dari tingkat satu taat melakukan Prokes karena orang tua mereka yang peduli dengan kesehatan selama masa pandemi Covid-19. Hal ini terjadi ketika mereka menghabiskan liburan di rumah bersama keluarga sebelum masuk STPD untuk pertama kalinya. 

Kepedulian dari anggota keluarga para frater, terutama yang dari tingkat satu, membentuk kesadaran betapa pentingnya Prokes. Keluarga sebenarnya menjadi fondasi dasar bagi para frater dalam mentaati Prokes dan partisipasi aktif dalam pencegahan penularan Covid-19. 

Bahkan, salah satu frater tingkat satu, ada yang keluarganya terinfeksi Covid-19. Kondisi semacam ini meningkatkan kesadaran akan pentingnya Prokes. Selain itu, salah satu orang tua frater dari tingkat satu yang bekerja di rumah sakit, di mana menjadi pusat perawatan pasien Covid-19 di Surabaya, juga meningkatkan kesadaran frater tersebut akan pentingnya Prokes. 

Seperti yang banyak orang ketahui mereka yang bekerja di lembaga kesehatan seperti rumah sakit memiliki pengalaman dalam menjaga diri agar terhindar dari bahaya infeksi virus Covid-19.

Kemudian, sebenarnya para frater kurang menjalankan Prokes karena sebelum pandemi Covid-19 terjadi, mereka terbiasa dengan kebiasaan tidak menggunakan masker, tidak sering mencuci tangan, dan tidak menjaga jarak dengan orang lain. 

Hal ini menunjukkan bahwa mereka berada di dalam kondisi keterlemparan hidup di tengah lingkungan yang tidak terbiasa menggunakan masker dan mencuci tangan, seperti di rumah sakit dan pabrik kimia. 

Adanya berbagai macam poster di STPD yang berkaitan dengan Prokes dan pengetahuan seputar virus Covid-19 dan ajakan di berbagai acara di TV dan medsos memperlihatkan bahwa sebenarnya para frater tidak kekurangan akan pengetahuan, tetapi hanya saja kesadarnnya yang kurang. Kesadaran akan meningkat jika sudah merasakan kehadiran virus Covid-19 di lingkungan sekitar.

Jargon #dirumahsaja dari pemerintah juga mempengaruhi pemikiran para frater bahwa dengan tidak keluar dari lingkungan seminari mereka akan merasa aman dengan tidak terinfeksi virus Covid-19.  Kondisi merasa aman ini juga dipengaruhi oleh perasaan bahwa di seminari sama dengan di rumah mereka masing-masing. 

Perasaan merasa aman di seminari inilah yang menyebabkan kesadaran Prokes para frater rendah. Namun, pada kenyataannya sejak bulan Desember 2020 hingga Januari 2021, penularan virus Covid-19 terbanyak dari klaster rumah. 

Dengan demikian ajakan pemerintah #dirumahsaja tidak diartikan bahwa hanya dengan beraktivitas di rumah akan terhindar dari bahaya virus Covid-19. Namun, Pokes juga tetap dilakukan di dalam rumah dengan memakai masker di dalam rumah, lebih sering mencuci tangan dan menjaga jarak meskipun berada di dalam rumah sendiri.

Kondisi menurunya penerapan Prokes di antara para frater STPD juga dipengaruhi oleh kakak tingkat mereka atau teman mereka yang tidak menjalankan Prokes dengan baik. Bisa jadi ada beberapa frater tingkat satu yang sudah menjalankan Prokes dengan baik akan menadi kendor ketika bertemu situasi di mana ada kakak tingkat dan teman mereka tidak menjalankan Prokes dengan baik. 

Kendornya Prokes juga dipengaruhi vaksin Covid-19 yang sudah diterima para frater pada akhir bulan April 2021 lalu. Tingginya efektivitas vaksin Astra Zeneca yang diterima oleh  para frater memnperkuat kendornya Prokes.

Dari berbagai macam bukti dan penjelasan mengenai tingkat kepatuhan Prokes di STPD, pengetahuan akan bahaya virus Covid-19 dan Prokes tidak cukup membuat seseorang patuh dalam menjalankan Prokes. 

Kesadaran akan pentingnya Prokes merupakan faktor yang menentukan ketaatan dalam menjalankan Prokes. Kesadaran seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor entah dari lingkungan sekitar dan pengalaman. Justru ketika sadar bahwa virus Covid-19 juga ada di dekat kita akan sangat mengubah kesadaran seseorang. 

Kemudian, penerapan Prokes tidak hanya melulu mengandalkan pengetahuan yang disampaikan pada poster, himbauan di TV dan medsos, tetapi aksi nyata yang dapat meningkatkan kesadaran Prokes tanpa perlu menunggu kehadiran virus Covid-19 di lingkungan sekitar.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran akan Prokes, beberapa frater tingkat dua dengan dibantu beberapa frater tingkat satu berinisiatif membuat video edukasi tentang pentingnya Prokes. Video tersebut akan diupload ke media sosial dan ditempakan pada setiap komputer yang biasanya digunakan para frater mengerjakan tugas-tugas. 

Video tersebut diawali dengan adegan awal mula masuknya virus Covid-19 dan efeknya bagi masyarakat serta berbagai berita tentang Covid-19. Kemudian, adegan selanjutnya adalah seorang adik tingkat seminari yang mengingatkan kakak-kakak tingkatnya yang sedang bercakap-cakap dengan tidak menerapkan Prokes. Adik tingkat bertanya masker mereka di mana. 

Tetapi, kakak-kakak tingkat tersebut tidak menganggap himbauan  untuk menerapkan Prokes dari adik tingkatnya. Kemudian adik tingkat tersebut menampilkan berita tentang kenaikan angka positif Covid-19 di kluster rumah tangga dan di India. 

Setelah melihat berita tersebut, adik tingkat berusaha menjelaskan pentingnya Prokes. Kemudian berkat nasihat dari adik tingkat kakak-kakak tingkat tersebut mulai sadar untuk menjalankan Prokes dengan memakai masker. 

Video ini juga menampilkan frater-frater yang saling mengingatkan untuk memakai masker dan menjaga jarak ketika di ruang rekreasi, mencuci tangan sebelum makan, dan memakai handsanitizer ketika beribadah di kapel.

Sesuai dengan pemikiran Michel Foucault, video edukasi merupakan bentuk injeksi pengetahuan yang dapat menjadi kuasa untuk menggerakkan para frater untuk semakin disiplin menerapkan Prokes. 

Dengan video tersebut diharapkan adanya kontrol secara efektif-efisien yang terjadi tidak secara fisik. Kontrol semacam ini terjadi di mana para frater yang menjadi objek sasaran tetap merasa bebas. 

Selain itu, diharapkan dengan adanya video ini perubahan tatanan nilai Prokes di STPD berubah. 

Kemudian berdasarkan pemikiran Jean Baudrillard, permainan tanda lewat video semacam ini membangun perang wacana tentang kebiasaan lama dan pengetahuan efektivitas vaksin Covid-19 serta meningkatknya kasus Covid-19 pada kluster rumah tangga dan negara India. 

Dengan demikian diharapkan adanya perubahan tatanan nilai dalam Prokes sehingga menghadirkan perubahan kebudayaan new normal.

Dalam program perubahan sosial lewat video ini, berdasarkan pemikiran Pierre Bourdieu, kapital ekonomi yang kami gunakan adalah tanpa modal karena kebutuhan peralatan yang kami gunakan berasal dari seminari dan pribadi, seperti kamera dan komputer multimedia. 

Kapital simbolik yang ada pada kami adalah posisi sebagai frater STPD. Sedangkan, kapital budaya yang ada pada kami adalah kemampuan berbahasa Jawa dan beragama Katolik, sehingga mudah dipahami sebagai anggota komunitas STPD. 

Adapun kapital sosial pada kami adalah sebagai anggota komunitas STPD. Kemudian, modal digital kami adalah kemampuan salah satu anggota kelompok dalam mengedit video yang kemudian diupload di medsos.

Hadirnya video ini diharapkan mampu merubah paradigma merasa aman di seminari dan setelah divaksin, menjadi tetap waspada terhadap virus Covid-19, dengan meningkatkan kesadaran penerapan Prokes. 

Selain itu, video ini merubah kondisi relasi sosial yang mana kesadaran akan Prokes bukan karena adanya beberapa teman atau kakak tingkat yang tidak menerapkan Prokes. 

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, kami menemukan bahwa pembuatan video edukasi semacam ini dinilai kurang efektif. Hal ini dapat kami lihat dari sedikitnya para frater yang menonton video ini hingga selesai. 

Selain itu, video ini juga menimbulkan tanggapan dari umat bahwa Prokes di seminari tidak tertib. Video ini telah menjadi injeksi pengetahuan yang tidak terkontrol dengan menyebarnya informasi yang tak terkendali. Oleh karena itu, kami memberikan beberapa alternatif lain guna dapat meningkatkan kesadaran Prokes di STPD.

Sebagai alternatif pertama, memperkuat Satgas Covid-19 dengan menyampaikan informasi terkini pandemi Covid-19 dan mengupdate kondisi Prokes STPD kepada para frater. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan pengumuman secara verbal ketika selesai makan siang dan makan malam. 

Selain itu, Satgas Covid-19 STPD menghimbau para romo formator selalu tidak jemu-jemunya untuk mengingatkan para frater untuk menjalankan Prokes pada saat kegiatan instruksi rektor, pertemuan rumah, dan konferensi. 

Bahkan bila perlu para romo formator menjadikan kedisiplinan Prokes sebagai tema homili di misa harian dan minggu. Kemudian Satgas Covid-19 juga membuat Jargon “Seminari Tangguh:Wani Jogo Suroboyo!” Jargon ini dapat dilakukan pada saat setelah makan dan kegiatan instruksi rektor, pertemuan rumah, kerja lingkungan, dan konferensi. 

Para anggota Satgas Covid-19 STPD juga perlu bekerja sama dengan para ketua lantai untuk memonitor dan menghimbau para anggota lantai untuk sadar menerapkan Prokes. Alternatif-alternatif semacam ini adalah injeksi pengetahuan yang dilakukan di salam sebagala lini kegiatan di STPD.

Program perubahan sosial yang dirancang dalam penerapan Prokes ini juga merupakan bentuk partisipasi “Kampung Tangguh:Wani Jogo Suroboyo” yang dicanangkan oleh Pemkot Surabaya. Memang berbagai alternatif tersebut perlu dievaluasi secara berkala untuk dapat menjamin kesehatan penghuni STPD selama masa pandemi Covid-19 ini.