Era globalisasi sekarang ini ditandai dengan semakin banyaknya manusia yang melintasi perbatasan demi perbatasan untuk mencari pekerjaan, keamanan, dan masa depan yang lebih baik.

Misalnya para imigran Meksiko yang memimpikan kehidupan lebih baik di Amerika Serikat atau para Imigran Afrika dan Timur Tengah yang menghindari perang sipil dan invasi militer, lalu mengharapkan kehidupan yang lebih baik di Eropa.

Terdapat berbagai term yang digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan individu antar negara berdasarkan motivasi dari perpindahan tersebut diantaranya yang sering kita dengar yaitu imigrasi dan emigrasi.

Imigrasi, menurut Oxford Handbooks Online, menunjuk pada perpindahan seseorang antar perbatasan negara untuk tujuan lebih dari jalan-jalan atau tinggal selama beberapa waktu. Sedangkan emigrasi menunjuk pada eksodus dari orang-orang dari negara asalnya secara permanen di negara yang baru.

Migrasi Penduduk Bumi

Sebuah survei dari Scientific American tentang “The Migration of Human Population” menyatakan bahwa manusia selalu bermigrasi. Menurut survei ini manusia paleolitik telah mencapai setiap bagian dunia kecuali Antartika.

Sumber yang sama menjelaskan bahwa hanya dengan bermigrasi, dunia akan menjadi sepenuhnya berpenghuni di semua bagian yang layak huni.

Migrasi juga banyak disebabkan oleh perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain baik secara lingkungan, teknologi, atau ketidaksetaraan demografi kelompok-kelompok tertentu misalnya seperti suatu tempat kelebihan jumlah pemuda atau kelebihan jumlah lansia, dll.

Perbedaan gradien ekonomi dapat dikatakan sebagai motivasi imigrasi yang paling menonjol sekarang ini, disamping kasus pengungsi dari invasi militer ataupun bencana.

Pada negara-negara perdagangan abad modern, para emigran biasanya akan dibatasi, sementara imigran sebagian besar akan disambut untuk membangun populasi dan memperkuat ekonomi negara.

Sementara pada akhir abad 20 terjadi kebalikan, imigranlah yang dibatasi atau dilarang karena anggapan bahwa pekerjaan dan kesejahteraan sekarang ini dianggap sebagai hal yang langka. Maka tidak mengherankan bahwa semakin hari semakin sering calon imigran ditangkap dan dideportasi.

Ernesto Lopez Portillo, mantan Presiden Meksiko pernah menanggapi tentang migrasi illegal Meksiko ke Amerika Serikat, “bukanlah sebuah kejahatan untuk mencari pekerjaan, dan saya menolak untuk menganggapnya demikian”.

Dilema Imigrasi 

Menurut Yuval Noah Harari, Eropa dapat dikatakan mampu untuk membangun sistem multikultural yang makmur, sehingga mampu menarik banyak migran.

Orang-orang lebih memilih beremigrasi ke Jerman daripada ke Arab Saudi, Iran, Rusia atau Jepang, bukan karena Jerman lebih dekat atau lebih kaya, melainkan karena Jerman memiliki catatan yang baik dalam menyambut dan menyerap imigran.

Keberadaan imigran di Eropa selama ini telah menghasilkan reaksi campuran di antara orang Eropa yang memicu diskusi tentang identitas dan masa depan Eropa.

Beberapa orang Eropa menuntut agar Eropa menutup pintu bagi imigran untuk menghindarkan mereka dari bencana. Beberapa yang lain menyerukan supaya Eropa membuka pintu lebar-lebar bagi imigran, untuk alasan memperjuangkan kebebasan manusia.

Menurut Yuval, terdapat beberapa ketentuan dasar yang perlu menjadi tuntutan dari pihak negara penerima kepada para imigran. Negara tuan rumah yang memungkinkan imigran untuk masuk mengharuskan para imigran supaya merangkul norma-norma dan nilai-nilai inti dari negara tuan rumah bahkan jika itu mengorbankan beberapa norma dan nilai tradisional mereka.

Kemudian, apabila imigran mampu berasimilasi dengan negara tuan rumah, maka seiring berjalannya waktu mereka akan menjadi anggota negara tuan rumah. Perdebatan kemudian terjadi ketika melihat apakah pihak negara tuan rumah memiliki kewajiban atau hanya bersifat membantu ketika mereka membuka gerbangnya bagi semua orang.

Pihak pro-imigran akan mengatakan bahwa negara memiliki kewajiban moral untuk menerima para imigran baik itu pengungsi maupun orang-orang dari negara miskin yang mencari pekerjaan dan masa depan yang lebih baik.

Semua orang sama-sama memiliki Hukum Kodrat, sehingga semua manusia memiliki kewajiban moral untuk menolong manusia lainnya. Orang-orang yang mengabaikan hal ini sering kali dianggap sebagai orang yang egois bahkan fasis.

Selain itu pihak pro-imigran juga berargumen bahwa tidak mungkin menghentikan sepenuhnya imigrasi, seberapapun ketat penjagaan atau tembok perbatasan yang dibangun, karena orang yang putus asa akan menemukan jalan masuk.

Maka menurut pihak pro-imigran lebih baik melegalkan imigrasi dan menghadapinya secara terbuka daripada menciptakan imigrasi illegal bawah tanah yang terdapat perdagangan manusia, pekerjaan illegal seperti prostitusi, dan anak-anak tanpa dokumen resmi.

Bagi pihak anti-imigran jika negara menggunakan kekuatan yang cukup, maka negara akan sepenuhnya dapat menghentikan imigrasi. Mereka berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban menghentikan imigrasi kecuali dalam kasus pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan atau penganiayaan brutal.

Selebihnya, menurut pihak anti-imigran, negara tidak memiliki kewajiban untuk membuka jalan masuk bagi para migran. Para anti-imigran menekankan bahwa salah satu hak paling dasar dari setiap kolektif manusia adalah mempertahankan diri dari invasi, baik dalam bentuk pasukan militer maupun migran.

Menurut anti-imigran apabila imigran yang mengungsi ke negara tertentu diizinkan masuk, maka mereka diharuskan menerima apapun yang mereka dapatkan, bukan datang dengan banyak tuntutan seolah-olah mereka memiliki tempat itu.

Bagi anti-imigran, negara berhak memiliki kebijakan imigrasi tertentu sesuai kondisi masing-masing, misalnya menyaring imigran menurut catatan kriminal, bakat professional, dan bahkan agama.

Beberapa Permasalahan

Hal yang sering menjadi permasalahan adalah bahwa dalam banyak kasus, negara membiarkan imigrasi ilegal, atau menerima pekerja asing untuk sementara hanya karena ingin mendapatkan keuntungan energi, bakat, dan tenaga kerja murah dari orang asing.

Negara-negara ini sering kali menolak untuk melegalkan status orang-orang ini dengan mengatakan bahwa mereka menolak imigrasi. Hal ini sering terjadi di negara-negara besar sehingga menciptakan kesenjangan antara warga negara kelas atas mengeksploitasi orang asing kelas bawah yang tidak berdaya.

Di saat yang sama permasalahan dalam hal konflik budaya hingga konflik agama sering kali terjadi di negara yang terbuka terhadap imigrasi. Ketika para migran dibiarkan masuk dan membawa kebudayaan mereka, maka budaya lokal akan dalam bahaya apabila tidak disertai sikap toleransi.

Permasalahan-permasalahan lain berhubungan dengan penerimaan imigran juga sangat erat dengan isu rasisme. Orang Eropa satu abad yang lalu beranggapan bahwa sudah sewajarnya bahwa ras kulit putih lebih unggul dari yang lain.

Pada tahun 1890an-1930an, negara-negara seperti Inggris, Australia dan Amerika Serikat percaya bahwa secara biologis yang diwariskan, orang Afrika dan orang Tiongkok kurang cerdas, kurang giat dan kurang bermoral daripada orang Eropa.

Di Amerika Serikat hingga sekarang ini sering terjadi bahwa beberapa pihak secara terbuka mendukung kebijakan diskriminatif dan membuat pernyataan yang merendahkan orang Afrika-Amerika, Latin, Asia dan orang Muslim pada umumnya.

Anjuran Paus dalam Ensiklik Fratelli Tutti

Paus Fransiskus dalam Ensiklik Fratelli Tuttti menegaskan bahwa visi persaudaraan universal manusia menyentuh kenyataan manusia sebagai makhluk yang mendaging sehingga paus memberikan visi imperatif yang mengharuskan semua orang bertindak konkret.

Pada artikel 128-129, Paus menjelaskan bahwa ketika yang menjadi sesama kita adalah orang asing atau migran tantangan kita menjadi semakin kompleks.

Sebenarnya Paus menyadari bahwa idealnya imigrasi yang tidak perlu, perlu untuk dihindari dengan cara menciptakan kemungkinan kehidupan yang bermartabat di negara asal. Akan tetapi Paus melihat bahwa perkembangan sejauh ini belum mengarah ke sana sehingga kita semua memiliki kewajiban untuk menghormati hak setiap manusia menemukan tempat di mana mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarga mereka.

Maka setiap orang harus berupaya untuk menyambut, melindungi, memajukan dan mengintegrasikan para imigran bukan hanya soal menjalankan program bantuan melainkan untuk membangun kota dan negara sembari mempertahankan jati diri budaya dan agama masing-masing.

Sumber-Sumber:

Harari, YN, 21 Lessons 21 Adab untuk Abad ke 21, Manado, CV: Global Indo Kreatif, 2018

Fransiskus, Fratelli Tutti (Saudara Sekalian), Jakarta, Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2021.

Anna C. Mastroianni, dkk, “Public Health in the Context of Migration: Ethics Issues Related to Immigrants and Refugees” dalam Oxford Handbook Online, 27 April 2022, https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780190245191.001.0001/oxfordhb-9780190245191-e-18

Melissa Lane, “Philosophical Perspectives on States and Immigration” dalam jurnal King’s College, Cambridge.