Awal bulan Maret ini, pada kisaran tanggal 3-4 Maret, saya mendapat kiriman dokumen salinan lunak berupa sebuah video pendek dan satu narasi tulisan via ponsel, perihal ulasan terkait perubahan yang terjadi di Turki, pada kisaran tanggal tersebut, 98 tahun lalu.

Suatu perubahan besar yang terjadi di Turki pasca Perang Dunia Pertama (PD I), yang mengakhiri sistem pemerintahan Khalifah, setelah berjalan selama lebih dari 6 abad, sebagai Kesultanan Utsmaniyah. Sebuah kerajaan yang besar, dengan wilayah yang menghampar sangat luas.



…cenderung terbaca sebagai penyesalan dan dendam terhadap sejarah.

Baik video maupun ulasan tulisan yang saya terima, bersifat kiriman ulang (forward-an), bukan karya asli oleh si pengirim, yang entah salinan lunak tersebut telah dikirim ulang berapa kali, menjelang ataupun pada kisaran kedua hari tersebut, 3 dan 4 Maret.

Inti dari pesan video pendek dan ulasan tulisan tersebut, adalah tentang sosok yang dinilai paling bertanggung jawab atas perubahan yang terjadi di Turki hampir seabad lalu, dari sebuah negeri yang dikelola menggunakan sistem Khalifah bernama Kesultanan Utsmaniyah, menjadi Republik Turki.

Adalah Mustafa Kemal Pasha, sosok dimaksud dalam video yang berisi petikan ceramah seorang Ustadz ternama nasional dan tulisan ulasan dimaksud, yang pada dasarnya mengkritisi apa-apa yang terjadi di Turki pada kisaran seabad lalu, bahkan cenderung terbaca sebagai penyesalan dan dendam terhadap sejarah.

Betapa tidak demikian, sosok Mustafa Kemal sang presiden pertama Turki pada saat telah berpindah halauan sistem bernegara dari Khalifah menjadi Republik, menjadi sasaran hujat yang kengeriannya tiada terkira, pada video dan ulasan kiriman dimaksud.

Disebut-sebut sebagai biang kemunduran Islam lah, negarawan agen Yahudi lah, ketika wafat dimuntahkan oleh tanah kuburan setelah dikebumikan lah. Pokoknya yang serem-serem, mengingatkan saya tentang ulasan khas sebuah majalah, yang lukisan sampulnya juga khas komikal.



…ogah mikir berat, biar segera bisa mengambil kesimpulan! Pragmatis.

Begini, apa yang disampaikan oleh sang ustad ternama itu, serta tulisan ulasan yang tersebar melalui sarana media sosial tersebut, termaknai sebagai sebuah argumen yang diungkap tanpa melalui proses penelaahan sejarah yang cukup.

Pokoknya kemunduran Islam terjadi pasca keruntuhan Khalifah Utsmaniyah, gara-gara Mustafa Kemal menjadi presiden Republik Turki. Titik.

Terus sebagai balasan, alam pun tak rela perubahan itu, lalu sang presiden pertama Turki itu pun bahkan tak diterima oleh tanah tempatnya dikubur. Titik.

Wis kalo sudah pokoknya, ya pokoknya! Absolut.

Tanpa melalui proses penelaahan sejarah, ogah mikir berat, biar segera bisa mengambil kesimpulan! Pragmatis.

Bahwa Turki berubah seabad lalu itu, sejatinya tak langsung berubah seperti terbayang dalam argumen buah pemikiran absolut dan pragmatis tersebut.

Dalam sejarahnya, terjadi runtutan peristiwa yang secara bertahap di kawasan Eropa timur, sewaktu masih menjadi bagian wilayah Kesultanan Utsmaniyah, yang oleh pihak barat lebih dikenal sebagai kekaisaran Ottoman tersebut.



…perang melawan Rusia waktu itu, ternyata tak sepenuhnya disepakati…

Tercatat dalam sejarah yang bisa menjadi telaahan terhadap proses awal berubahnya tatanan bernegara dari Khalifah menjadi Republik Turki, dimulai pada kisaran pertengahan abad ke-18 sewaktu terjadi upaya kekaisaran Rusia merebut Istanbul, yang sebelum jatuh ke Khalifah Utsmaniyah disebut sebagai Konstantinopel.

Sang pemimpin kesultanan Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid I pun lantas mengobarkan jihad untuk memerangi upaya Rusia tersebut.

Perang sengit pun terjadi demi mempertahankan Istanbul. Bahkan, terjadi pula tragedi kemanusiaan terhadap Armenia yang dalam kawasan kesultanan Utsmaniyah, namun berpihak kepada Rusia.

Sikap yang dipilih oleh Sultan Abdul Hamid I, menyatakan sikap perang melawan Rusia waktu itu, ternyata tak sepenuhnya disepakati oleh kalangan lingkar dalam Kesultanan Utsmaniyah.

Rupanya, sejak menjelang akhir abad 18, di kalangan internal kesultanan Utsmaniyah telah terjadi perpecahan dalam menyikapi keputusan sang pemimpin Kesultanan Utsmaniyah.

Hingga, pada awal abad 20, muncul gerakan yang memiliki visi mereformasi sistem pemerintahan Kekhalifahan Utsmaniyah. Gerakan itu bernama Turki Muda, lebih dikenal sebagai Young Turks.

Suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan dari sistem bernegara yang bersifat monarki absolut menjadi parlementer, mengakomodasi aspirasi rakyat melalui para wakil rakyat dalam suatu lembaga parlemen, Republik.



…memutuskan militer Jerman sekaligus kekuatan Blok Sentral menyerah…

Belum tuntas gerakan Young Turks meraih visi serta misinya, Perang Dunia Pertama keburu berkobar.

Sejak pertama, Kesultanan Utsmaniyah memilih sikap untuk mendukung dan terlibat langsung dalam perang besar itu, sebagai bagian dalam kekuatan blok Sentral, bersama kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria.

Sementara sebagai pihak yang berseberangan adalah Sekutu, yakni Kerajaan Britania Raya, Republik Perancis dan Kekaisaran Rusia. Adapun Amerika Serikat bergabung Sekutu jelang PD I berakhir.

Perang yang mendapat julukan sebagai 'Perang yang Mengakhiri Segala Peperangan' itu, berjalan selama hampir 5 tahun, pada 1914 hingga 1918. Dalam perjalanan sejarahnya kemudian mencatat pihak Sekutu sebagai pemenang.

Suatu kemenangan, yang dalam sisi lain kajian sejarah, adalah kemenangan yang tak fair, karena kekuatan Blok Sentral sebenarnya masih memenangkan menguasai jalannya pertempuran di front barat.

Namun, ada kajian lain terhadap sejarah PD I mencoba menarik benang merah, bahwa kekalahan Blok Sentral gara-gara lobi kalangan Yahudi di Jerman, sehingga pemerintah kekaisaran Jerman waktu itu memutuskan militer Jerman sekaligus kekuatan Blok Sentral menyerah dan diakui sebagai pihak yang kalah.

Kejadian memalukan ini yang kelak menumbuhkan dendam bagi seorang pria muda wajib militer berpangkat kopral asal Jerman terhadap orang-orang Yahudi. Anak muda berpangkat kopral itu, Hitler namanya.



…gerakan Young Turks semakin menjadi-jadi.

Kekalahan Blok Sentral dalam PD I menuai hikmah berupa penyadaran akan terjadinya kekeliruan sikap oleh Sultan Abdul Hamid II mewakili kekhalifahan, dalam hal membaca peta kekuatan Blok Sentral saat memutuskan bergabung dgn kekuatan tersebut selama PD I.

Waktu itu kesultanan Utsmaniyah juga sebenarnya lemah secara ekonomi sehingga mendapat julukan 'the Sick man of Europe'. Selain itu, gerakan Young Turks yang mengobarkan semangat perubahan, cukup menyita perhatian para pengelola Kesultanan Utsmaniyah.

Mungkin, harapan Kesultanan Utsmaniyah menyatakan sikap mendukung Blok Sentral dalam PD I, maka kemenangan yang bakal diraih, bisa memperbaiki keadaan dalam negeri.

Juga, mengambil lagi wilayah yang sebelumnya telah direbut Rusia dalam peperangan pertengahan abad 18 semasa Kesulatanan Utsmaniyah dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid I.

Pasca kekalahan dalam PD I, membuat gerakan Young Turks semakin menjadi-jadi. Tuntutan agar sistem pemerintahan parlementer pun semakin meluas. Bahkan, Young Turks bukan lagi sebagai gerakan elit yang mengutamakan argumen-argumen terukur, namun menjadi gerakan pemberontakan.



…bahkan bergelar Attaturk, sang bapak bangsa Turki.

Dampak PD I memang membawa banyak perubahan di Eropa. Beberapa kekaisaran berganti, wilayah-wilayah berpindah ke pihak pemenang. Perang Besar itu juga berdampak pada dominasi sistem monarki absolut di kawasan Eropa. Termasuk Kekhalifahan Utsmaniyah yang berjalan selama lebih dari 6 abad pun runtuh.

Hingga, muncul sosok Mustafa Kemal Pasha yang dinilai mampu mempersatukan Turki dalam kapasitas sebagai negara, yang menganut sistem pemerintahan yang berbeda dari penguasa sebelumnya.

Partisipasi Mustafa Kemal Pasha dalam perang kemerdekaan Turki pasca PD I melawan Inggris, Perancis, Armenia dan Yunani, menambah keyakinan rakyat Turki untuk memilihnya sebagai pemimpin negara baru bernama Republik Turki, bahkan bergelar Attaturk, sang bapak bangsa Turki.

Dalam perjalanannya mengelola negara dalam sistem Republik, maka Turki pun berkembang seperti Turki yang dikenal sekarang.



…apa-apa saja yang telah diciptakan-Nya, semuanya tanpa kesia-siaan.

Dengan demikian, mencoba memahami perjalanan sejarah bangsa dan negara Turki yang begitu panjang, serta banyak menuai hikmah, maka kiriman video serta tulisan ulasan yang bersifat menghakimi sosok Mustafa Kemal Attaturk, adalah argumen sepihak sebagai dampak dari cara berpikir tanpa diimbangi penelaahan sejarah dalam perspektif berhikmah.

Ketika seseorang telah berpulang, maka penentuan salah atau benar terhadap orang tersebut sebagai ruh, menjadi sepenuhnya ketentuan Tuhan. Sehingga, menghujat orang yang telah berpulang menuju Sang Khalik, itu tak pantas dilakukan.

Kenapa demikian? Karena Tuhan telah menyampaikan, bahwa apa-apa saja yang telah diciptakan-Nya, semuanya tanpa kesia-siaan.

Menjadi bijak apabila lebih menelaah jalan sejarah dimana seseorang, dalam hal ini Mustafa Kemal Attaturk, menjalani hidupnya sebagai sosok pemimpin negara dengan segala kelebihan pun kelemahannya.

Menelaah jalan panjang sejarah, dalam cakupan cara berpikir yang sedapat mungkin menuai hikmah. Tak semudah menghujat pun memforward video dan tulisan ulasan seperti dimaksud di atas.

Karena, cara berpikir menuai hikmah bakal lebih menantang dan kudu mampu berpikir lebih berat. Namun, bukankah itu semua telah tersirat dalam Kalam-Kalam Ilahi bahwa manusia diminta untuk berilmu dan berpengetahuan setiap saat.

Manusia, sama sekali tak pernah diminta agar punya tabiat gampang menghujat.