Perbincangan mengenai manusia memang hal yang sangat menarik untuk dilihat dari berbagai perspektif. Di dalam Al-Qur’an, manusia merupakan salah satu subjek utama yang sering dibicarakan. Pada tulisan ini penulis tidak ingin membahas bagaimana proses pembutan manusia, akan tetapi keharusan manusia untuk memiliki pengetahuan. Karena salah satu pembahasan di Al-Qur’an yang menjadikan manusia sebagai subjeknya berkenaan dengan keharusan manusia memiliki pengetahuan.
Sebagai contoh, dalam surat Az-Zumar ayat 9 Allah mencoba membandingkan antara orang yang mengetahui dan tidak tahu. Kemudian pada surat Al-Mujaddalah ayat 11, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Dalam ayat yang sudah dituliskan memang seperti mengharuskan manusia untuk memiliki ilmu pengetahuan. Namun yang jadi sebuah pertanyaannya, pengetahuan yang seperti apa sehingga membuat manusia diangkat derajatnya?
Mungkin pertanyaan ini yang membuat penulis mencoba sedikit mengurai “isi kepala” sendiri mengenai pengetahuan yang setidaknya harus dipejalari oleh manusia.
Di sisi lain, penulis juga ingin menyumbang sedikit gagasan terkait dengan tulisan saudara Andika Bachtiar. Dalam tulisannya saudara Andika Bachtiar menuliskan rumusan “Segitiga Emas” dalam membenahi kinerja dalam organisasi yang digelutinya. Dan uraian pertama yang diajukan olehnya adalah gerakan intelektual.
Penulis sependapat dengannya mengenai sebuah pembenahan yang dilakukan harus dimulai dengan gerakan intelektual. Karena jika kita tinjau di berbagai negara maju, maka pembenahan pertama yang dilakukan adalah pembenahan dari segi pendidikan atau gerakan intelektualnya.
Penulis melihat keadaan di kampus atau di organisasi yang penulis ikuti, minat terhadap membaca atau berdiskusi kian menurun. Yang akhirnya berdampak pada “isi kepala dan ucapan” yang diucapkan seperti ucapan datar yang tidak memberikan suatu gagasan baru.
Melihat keadaan tersebut, maka penulis mencoba menyampaikan ilmu pengetahuan yang harus dipejari oleh manusia. Nama gagasan ini mungkin dianggap meniru istilah “Segitiga Emas” yang disampaikan oleh saudara Andika Bachtiar, namun sebenarnya penulis sudah cukup lama ingin menuliskan tapi apalah daya, baru saat ini penulis sanggup menyampaikan uraian gagasan ilmu pengetahuan ini.
Penulis akan menamakan gagasan ini “Segitiga Keilmuan”. Namun segitiga di sini bukan menunjukkan bahwa suatu keilmuan yang berada di puncak sisinya merupakan ilmu yang paling utama, akan tetapi karena bagi penulis tiga keilmuan ini yang akan memberikan dampak secara langsung –maupun tidak langsung.
Pertama, ilmu pengetahuan pertama yang harus dipelajari oleh manusia adalah filsafat. Mungkin akan timbul perdebatan, kenapa filsafat yang pertama kali harus dipelajari, bukan agama terlebih dahulu. Karena bagi penulis, akar dari segala keilmuan sudah ada saat ini adalah filsafat. Bahkan ketika kita masih anak-anak pun, sudah mulai mengajukan pertanyaan yang mengandung nilai filosofis.
Berikut manfaat serta argumen lain penulis, sehingga membuat filsafat harus dipelajari. Pertama, dalam filsafat manusia diajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi. Kedua, filsafat mengajarkan kita untuk mengerti tentang diri sendiri dan dunia, dalam hal ini kita bisa belajar mengenai filsafat manusia dan alam.
Ketiga, dalam filsafat kita akan memiliki kemampuan berpikir secara sistematis dan bernalar. Bernalar disini bukan menghafal, seperti halnya tradisi keilmuan di Indonesia yang masih menggunakan budaya mengingat. Tetapi bisa diarahkan kepada sikap kritis terhadap suatu keadaan. Keempat, dengan filsafat manusia akan membuat manusia lebih bermoral dan toleran. Kelima filsafat juga bisa mengantarkan manusia untuk berpikir lebih prospektif.
Ilmu pengetahuan yang harus dipelajari selanjutnya adalah sosiologi. Manusia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena manusia merupakan makhluk sosial. Maka dengan pendapat yang sangat sederhana tersebut, penulis menempatkan sosiologi sebagai ilmua kedua yang harus dipelajari.
Dari sisi manfaatanya, pertama, sosiologi dapat membantu kita sadar sebagai anggota kelompok atau masyarakat di suatu tempat. Kedua, sosiologi membantu manusia untuk mengontrol dan mengendalikan tindakan dan perilaku sosial tiap anggota masyarakat.
Ketiga, dengan sosiologi juga membantu manusia dalam proses peninjauan suatu kebudayaan di masyarakat. Baik itu norma, tradisi, keyakinan, dan nilai-nilai yang sudah terkandung dalam sebuah masyarakat.
Keempat, dengan memperlajari sosiologi juga, kita sebagai manusia akhirnya lebih tanggap, kritis, dan rasional menghadapi gejala-gejala sosial dalam masyarakat, serta akhirnya mampu mengambil sebuah tindakan yang tepat terhadap suatu masalah sosial.
Ilmu pengetahuan lain yang harus dipelajari oleh manusia adalah hukum. Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertera dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3. Terlepas bahwa penulis merupakan mahasiswa yang sedang belajar hukum, penulis melihat semakin dijunjungnya asas legalitas dewasa ini, membuat penulis berpendapat bahwa ilmu yang harus dipejari selanjutnya adalah hukum.
Adapun manfaat yang diperoleh oleh manusia apabila mempelajari hukum antara lain, pertama kita dapat mengetahui perbuatan apa saja yang melanggar dan tidak melanggar hukum. Kedua, kita dapat mengetahui sanksi dari suatu perbuatan yang melanggar.
Ketiga, kita bisa mengetahui bagaimana proses terbentuknya suatu hukum yang ada. Keempat, sebagai masyarakat kita juga harus menjadi kontrol terhadap pemerintahan yang sedang menjabat.
Itulah penjabaran penulisan mengenai pengetahuan yang harus dipelajari oleh manusia. Namun, pengetahuan utama yang harus dipejalari oleh manusia bagi penulis adalah agama. Penulis menganggap keharusan menuntut ilmu agama adalah suatu keharusan yang tak perlu dituliskan, karena dengan agama “Segitiga Keilmuan” tersebut mampu seimbang dan berjalan beriringan dalam proses aktualisasinya.
Tulisan ini, selain bersifat subjektif, banyak “salah ketik”, tanpa daftar pustaka, juga sangat lemah dan memiliki banyak kekurangan. Tulisan ini merupakan refleksi panjang penulis dalam proses pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadap keadaan disekeliling penulis.
Oleh karena itu, sebagai bentuk pertanggung jawaban, penulis akan sangat berterimakasih jika terdapat dialog dan pengaktualisasiannya. Dengan segala kekurangan dan kelemahan yang terdapat di tulisan ini, minimal penulis sedikit membantu kerumitan yang terjadi di ranah pendidikan negeri ini.
Wallahu A’lam