Pada saat pengetahuan nanti melambung tinggi. Pemahaman Anda tentang agama dan sains akan menyingkirkan kegelapan. Tak ada cahaya agama yang bisa menerangkan pengetahuan sains. Seperti yang Anda pahami sekarang. Ajaran sains semakin tinggi. Keilmiahan agama pun semakin sekuler dan semakin liberal.
Dunia akan semakin gila, jika Anda tak lagi mengenal sains dan agama. Sebab sains adalah di mana pengetahuan tak lagi mengenal agama. Sementara agama jelas membutakan diri dari sains. Karena sains selalu menyisihkan bukti dan temuan mutakhir. Ketimbang agama adalah berjalan di tempat.
Sains memberitahu bahwa kita harus ke dokter, jika terkena demam. Tetapi Lain halnya dengan agama. Kita harus ke masjid, jika terkena cacar dan kolera. Jika doa lebih dahsyat menyembuhkan penyakit. Maka tak akan ada lagi sains yang memeriksa bakteri. Sebab penyakit lebih abstrak: tersembunyi ketimbang bukti nyata.
Sepengetahuan saya: kalau agama lebih konkrit menyelesaikan badai penyakit. Tak ada lagi model fiksi yang menyebabkan imajinasi. Sebab Agama biasanya hadir dalam unsur fiksional. Ketimbang sains lari dari dunia kekosongan. Anda percaya agama, sama seperti Anda percaya surga tanpa adanya dunia. Karena tak ada model apapun di agama dan pengetahuan ini. Jika perspektif Anda salah memahami sains dan agama.
Agama yang demikian canggih diwahyukan Tuhan. Jelas berbeda dari pahala apa yang Anda dapat dari sains. Sains mengajarkan kita betapa pentingnya pengetahuan ketimbang doa. Begitupun agama mendidik kita, betapa gunanya pahala, jika kita berada di wilayah akhirat.
Dalam keilmuan tak ada pahala yang bisa mendiagnosa tentang kematian. Tetapi dalam sains jelas kematian karena ada dunia sebelum akhirat. Menurut saya, konsep hidup setelah mati (akhirat) ini tak ada bedanya rumus fisika dengan hukum kekekalan energi.
Rumus fisika dan hukum kekekalan energi mengatakan bahwa semua sumber kehidupan berasal dari sel telur. Setiap sel telur berasal dari yang hidup. Dan mustahil ada kehidupan yang bermula dari kekosongan.
Dalam bidang matematika, Ibnu Sina berhasil menemukan soal hukum kekuatan energi. Bahwa energi bisa diciptakan dan bisa pula dihancurkan, tetapi tak bisa menetap dan tak bisa berubah bentuk.
Bagi Ibnu Sina, bahwa alam semesta ini adalah energi itu sendiri. Jika bumi dan langit adalah energi atau materi itu sendiri, maka kesimpulannya adalah "alam semesta ini Ada" karena ada yang mencipta-Nya.
Dengan maksud lain alam ini bukan ada karena dengan sendirinya, tapi ada karena ada yang menggerakannya. Tak jauh berbeda dengan konstruksi sipil, misalnya.
Jika bapak Anda membangun rumah, yang ia panggil lebih dulu bukan ahli montir. Tapi ahli pembangunan. Atau misalnya, jika adik Anda yang sakit dan sesak napas bukan di bawah ke masjid. Tetapi harus rujuk ke rumah sakit. Paham sampai di sini.
Karena sepengetahuan ilmuan, ustad tak bisa menyelesaikan masalah penyakit saraf, otak dan fungsi oksigen di dalam mesjid. Ustadz hanya tahu tentang imam dan doa. Yang lebih tahu tentang semua masalah itu adalah dokter di bidang ahlinya masing-masing. Bukan pada para ustadz-ustadz yang kadang kala menilai manusia sepihak tanpa harus mempertimbangkan yang setara.
Itu kenapa? Pentingnya kita belajar sains dan memahami agama.
Karena sedikit saja analisa kita yang salah tentang sains. Itu dapat memicu permasalahan yang besar terhadap persoalan agama.
Sebab kebenaran sains sama dengan kebenaran agama. Metode sains sama dengan metode agama. Yang berbeda kekeliruan kita memahami agama dalam konsep sains yang lebih komprehensif (sempurna).
Dulu, ilmu kedokteran kuno menganggap bahwa penyakit itu dianggap sebagai kutukan tuhan dan kutukan para dewa-dewa. Mereka menumpahkan penyakitnya pada tuhan.
Makanya dulu banyak api penebusan dosa sebagai syarat penyembuhan manusia. Tujuannya adalah supaya kuasa tuhan dan para dewa-dewa itu bisa menganugerahkan kesehatan.
Makanya dulu banyak api penebusan dosa sebagai syarat penyembuhan manusia. Tujuannya adalah supaya kuasa tuhan dan kutukan para dewa-dewa itu bisa menganugerahkan kesehatan.
Tapi bukti dan kenyataannya itu tak sejalan apa yang kita pahami. Tuhan berfungsi bahwa kita harus bertanggung jawab atas seluruh isi dan pengetahuan kitab suci. Demikian pun dewa dan sains berfungsi bahwa manusia harus berterimakasih kepada agama.
Karena seluruh terminologi, kosmologi, dan sosiologi agama dan kitab suci sebenarnya adalah kebenaran yang sesungguhnya. Tak ada sumber yang lebih utama sebelum kepastian hukum yang pasti. Sebab sejarah modern dibentuk oleh pertarungan hidup dan mati antara pengetahuan saintifik dengan hukum agama.
Yang pada saatnya nanti, ketika pengetahuan sains akan bersatu mengalahkan hukum agama. Agama sepertinya tak memiliki unsur pengendali dibanding sains punya solusi. Agama lebih memilih jalan tumpu ketimbang jalan akhir.
Tapi sayangnya agama tak bermasalah tentang semua masalah itu, yang punya masalah adalah orang-orang yang katanya paham ilmu dan pengetahuan agama tapi lari dari pengetahuan sains.