Resesi tahun 2023 sedang ramai menjadi pembicaraan global. Konon katanya akan terjadi pada negara-negara yang komoditas utamanya bersumber dari hasil ekspor dan impor seperti Amerika Serikat, Korea Selatan dan Singapura. Lantas bagaimana dengan Indonesia ?
Memprediksikan akan ada resesi tahun 2023 di Indonesia atau tidak, tentu bukan suatu hal yang mudah untuk di jawab. Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan menyatakan bahwa ekonomi Indonesia masih ada pada tahap aman.
Sebelumnya kita perlu paham apa itu resesi ekonomi dan depresi ekonomi. Keduanya sama-sama berbicara tentang lesunya perekonomian. Depresi ekonomi dipahami ketika PDB suatu negara dalam empat kuartal lebih mengalami kelesuan. Sedangkan resesi ekonomi dipahami ketika PDB suatu negara dalam dua kuartal terakhir mengalami kemerosotan.
Depresi ekonomi pernah terjadi pada tahun 1929 di Amerika Serikat. Ketika itu, model ekonomi klasik dinilai mengalami kegagalan. Masyarakat berpegang teguh untuk menabungkan uangnya dan justru hal tersebut bertentangan dengan model ekonomi Keynesian.
Model ekonomi Keynesian hadir setelah depresi ekonomi 1929. Bagi model ekonomi Keynesian, apa yang dilakukan oleh masyarakat dengan menyimpan uangnya justru akan melahirkan lesunya perekonomian.
Model ekonomi Keynesian akan menekankan kepada perputaran uang untuk konsumsi masyarakat sehingga daya beli akan semakin meningkat. Selain itu, apabila suatu negara mengalami resesi ekonomi, pemerintah dapat melakukan intervensi melalui dua kebijakan, yaitu fiskal dan moneter.
Namun, apakah Indonesia bisa mengalami resesi ekonomi ? Ketika terjadi resesi di suatu wilayah, Indonesia bisa terkena dampaknya. Walaupun pada nyatanya komponen PDB terbesar Indonesia berasal dari konsumsi masyarakat.
Perlu kita ketahui bahwa resesi ekonomi tahun 2023 ini diproyeksikan global dan salah satu penyebabnya adalah perang antara Rusia dan Ukraina. Sedangkan Indonesia masih bergantung oleh komoditas dari Rusia dan Ukraina.
Perlu dipahami bahwa dunia semakin terintegrasi dan resesi ekonomi yang terjadi di suatu negara hingga berlangsung cukup lama akan memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung kepada negara-negara lainnya. Sehingga resesi ekonomi yang terjadi secara global akan tetap memiliki pengaruh kepada Indonesia.
Pengaruh tersebut mungkin tidak dalam skala besar karena ekonomi Indonesia terintegrasi pada konsumsi masyarakat. Akan tetapi, walaupun ekonomi Indonesia diprediksi tidak akan mengalami resesi ekonomi tahun 2023, pemerintah tetap perlu waspada.
Dunia yang semakin terintegrasi dimaksudkan bahwa satu negara dengan negara lainnya akan saling memiliki hubungan. Walaupun PDB Indonesia terbesar masih dari konsumsi masyarakat, tetapi ekspor - impor tetap perlu menjadi perhatian.
Pemerintah perlu mempertahankan atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk tetap menjaga kestabilan perekonomian negara. Hal tersebut sesuai dengan model ekonomi Keynesian yang menjelaskan bahwa suatu perekonomian akan normal apabila terdapat perputaran konsumsi rumah tangga, pemerintah dan bisnis.
Jika mengacu kepada model ekonomi Keynesian, kebijakan fiskal memiliki hubungan dengan pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral dalam menjaga stabilitas mata uang.
Jika kita mundur ke belakang, resesi perekonomian pada tahun 2020 sangat dirasakan oleh Indonesia. Tahun 2020 Indonesia mengalami resesi ekonomi yang disebabkan karena pandemi COVID-19.
Terjadi kemerosotan perekonomian minus 3,49% pada kuartal III tahun 2020. Resesi ekonomi terjadi saat itu membuat pemerintah bergerak dengan menerapkan dua kebijakan, yaitu fiskal dan moneter. Penerapan kebijakan ini tentu memerlukan prinsip kehati-hatian dalam menerapkannya.
Melihat komponen PDB Indonesia berasal dari konsumsi masyarakat, ketika resesi ekonomi 2020, kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Indonesia dengan memberikan program-program kepada masyarakat.
Program-program tersebut seperti kartu sembako, program keluarga harapan, pemberian modal kepada UMKM, insentif pajak dan program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Tentunya apa yang dilakukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Seperti halnya bantuan sosial dari pemerintah ke masyarakat yang mana dapat berbentuk tunai, barang atau subsidi. Bentuk bantuan tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya.
Kita tidak bisa mendapatkan yang sempurna untuk perekonomian negara. Contohnya ketika pemerintah memberikan bantuan tunai kepada masyarakat kelas menengah ke bawah, pemerintah tidak mengetahui bantuan tersebut digunakan untuk apa.
Contoh lainnya adalah pemberian insentif pajak. Insentif pajak ketika pandemi merupakan bagian Program Ekonomi Nasional (PEN) yang didasarkan atas PPh. Perlu menjadi catatan bahwa insentif pajak ini hanya meringankan masyarakat kelas menengah ke atas. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat tidak bisa dikatakan sempurna dan pasti memiliki kelebihan serta kekurangan.
Jika ditelusuri, menurut survei BPS, daya beli masyarakat Indonesia mengalami peningkatan ketika Pandemi COVID-19 dengan persentase kenaikan 31%. Akan tetapi, daya beli masyarakat ketika pandemi dilakukan melalui e-commerce.
Hal ini dikarenakan pada pandemi tahun 2020 ada beberapa kebijakan seperti PPKM yang membuat ruang gerak menjadi terbatas. Tidak semua masyarakat berbelanja e-commerce dikarenakan pendapatan yang tidak memadai ketika pandemi.
Selain kebijakan fiskal, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah adalah menurunkan suku bunga. Penurunan suku bunga dilakukan oleh pemerintah dengan Bank Indonesia agar para investor kembali melakukan investasi. Karena dampak COVID-19 terhadap investasi di Indonesia akan berdampak kepada perusahaan sektor pariwisata.
Seperti yang kita lihat bahwa kebijakan PPKM memberikan kita batasan untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Sehingga sektor pariwisata sangat jelas mengalami kerugian atas pandemi yang terjadi. Selain itu, dampak lainnya adalah terjadi pemutusan hubungan kerja karena keuangan perusahaan selama pandemi tidak maksimal.
Dengan itu, melihat proyeksi resesi tahun 2023, pemerintah diharapkan tetap waspada dan jangan sampai menjadi boomerang kepada negara. Dalam melakukan intervensi melalui dua kebijakan sebelumnya, perlu diperhatikan instrumen kebijakan yang akan digunakan dan menerapkan prinsip kehati-hatian.
References
Antara. (2020, June 3). Pandemi Covid-19, Survei BPS: Tren Belanja Online Naik, Mayoritas Milenial Perempuan. Ekonomi Bisnis. Retrieved October 22, 2022, from https://ekonomi.bisnis.com/read/20200603/12/1247992/pandemi-covid-19-survei-bps-tren-belanja-online-naik-mayoritas-milenial-perempuan
Fauzia, M. (2020, November 5). Indonesia Resmi Resesi, Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen Halaman all - Kompas.com. Money Kompas.com. Retrieved October 22, 2022, from https://money.kompas.com/read/2020/11/05/111828826/indonesia-resmi-resesi-ekonomi-kuartal-iii-2020-minus-349-persen?page=all
Ismi, T. (2021, January 25). Depresi Ekonomi: Pengertian dan Penyebab Terjadinya. Glints. Retrieved October 22, 2022, from https://glints.com/id/lowongan/depresi-ekonomi/#.Y1MiwXZBzIU