“Rummaging in our souls, we often dig up something that ought to have lain there unnoticed. ”
― Leo Tolstoy
Jika ada seseorang menulis untukmu: "Aku mencintaimu sepenuh jiwa." Tunggu dulu. Jangan keburu kepayang. Mungkin kamu bisa mengajukan satu pertanyaan padanya: "Apa gerangan jiwa yang katamu mencintaiku itu?" Ya, kita begitu akrab dengan kata jiwa sebagai nama untuk sesuatu dalam diri kita yang begitu intim tapi tak seutuhnya dimengerti lagi terbahasakan. Mungkin seri novel Harry Potter bisa sedikit membantu kita perihal ini. Representasi tentang konsep jiwa disajikan J.K Rowling sebagai elemen sentral untuk membangun dunia para penyihir.
Sebagai contoh, Dementor –si penjaga Azkaban- digambarkan sebagai makhluk pemakan jiwa yang menyedot habis kenangan indah mangsanya. Setelah menerima Ciuman Dementor kamu akan tetap hidup selama otakmu bekerja tapi kehilangan pengertian tentang siapa dirimu. Contoh lain adalah Voldemort yang mempraktikan sihir hitam terlarang tingkat tinggi. Membagi jiwanya menjadi 8 potong seperti pizza. Satu melekat di tubuh aslinya, enam di Horcrux, dan satu lagi tanpa sadar tertanam di tubuh si Harry. Kedelapan potong jiwa itu mesti dihancurkan jika ingin melenyapkan Voldemort.
Baik filsuf, teolog, atau ahli gombal cinta telah berabad-abad memperbincangkan jiwa. Apa jiwa itu? Apa ia ada? Bagaimana ia bekerja? Apa bahannya? Bagaimana ia berhubungan dengan daging-tulang? Sudah sewajarnya manusia penasaran dan memikirkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Sesuatu yang misterius meliputi alam kesadarannya dan manusia selalu ingin mengerti. Jika merujuk ke filsuf Yunani kuno, jiwa dipandang sebagai kehidupan itu sendiri. Manusia, tumbuhan, dan hewan mempunyai jiwa yang menjadi sumber hidupnya. Jadi, baik tumis kangkung yang nikmat itu atau tanaman gillyweed yang membuat Harry Potter mampu menyelam selama satu jam di danau hitam dianggap berjiwa.
Filsuf yang lain berpendapat kalau jiwa itu berkaitan erat dengan kesadaran indra dan pikiran. Penyebab timbulnya sensasi kenikmatan dan kesakitan. Ia yang menimbulkan kesadaran berpikir dan pengalaman. Jadi, menurut pandangan ini, tumbuhan tak memiliki kesadaran elementer semacam itu. Tapi, dalam dunia Harry Potter, kita tahu ada pohon seperti Whomping Willow. Ia bisa dikatakan berjiwa karena berkesadaran tentang dunia sekelilingnya. Ia bahkan meremukkan mobil terbang Ford Anglia milik Ron Weasley.
Pandangan lain merujuk pada Rene Descarte dengan konsepsi Cartesiannya. Menurutnya, jiwa tak bertanggungjawab terkait dengan sensasi indra dan kesadaran. Dua elemen ini bisa disandarkan murni pada penyebab-penyebab material. Namun, penyebab material ini tak sanggup dengan tuntas menjelaskan kemampuan manusia untuk menggunakan bahasa dan membentuk berbagai ide-ide kompleks tentang dunia. Untuk itu, menurut Descarte, hanya jiwa yang merupakan wujud imaterial itu lah yang bertanggungjawab untuk fungsi-fungsi kognitif tingkat tinggi.
Jadi, binatang yang tak mempunyai kecakapan linguistik dan kognisi dianggap tak berjiwa. Tapi, di dunia Harry Potter, beberapa hewan mungkin akan mengaburkan pandangan Cartesian ini. Burung hantu di dunia Harry Potter seperti Hedwig memahami manusia meski mereka tak sanggup berbicara begitu juga binatang magis seperti Crookshank milik Hermione. Intinya, menurut tiga pandangan di atas, jiwa itu substansi imaterial dan memiliki koneksi rumit tertentu dengan tubuh material kita. Jika tubuh fisik kita hancur, yang diberi nama jiwa itu akan tetap ada.
Di sisi lain, ada juga kelompok filsuf dan ilmuwan yang meniadakan eksistensi jiwa ketika didefinisikan sebagai entitas yang mandiri dari kerja otak dan tubuh. Inilah materialisme. Sederhananya, yang ada itu hanya materi dan kumpulan gerak energi. Berbagai fungsi mental seperti bahasa dan emosi disandarkan pada proses-proses kerja otak. Tak ada entitas lain yang melampaui itu semua.
Pandangan lain adalah mungkin pandangan orang kebanyakan yang tidak mengkaitkan jiwa dengan konsepsi metafisik. Ia bertindak sebagai metafora dalam bahasa untuk mengungkapkan berbagai pengalaman hidup. Kita punya ungkapan seperti "belahan jiwa, kuserahkan jiwa dan ragaku, jiwa nasionalisme, dan lain-lain". J.K Rowling dalam penulisan kisah Harry Potter dengan piawai menggabungkan berbagai konsepsi tentang jiwa tersebut. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, penggambaran dominan tentang jiwa di Harry Potter lebih bersandar ke konsepsi non-materialisme. Jiwa dari tubuh yang mati tetap ada, tetapi mewujud ke dalam berbagai bentuk penampakan dan hubungan yang berbeda berbeda pula dengan dunia materi.
Ketika Sirius mati, kita tak pernah tahu ke mana jiwanya pergi dan apa yang terjadi. Di sisi lain, ada para hantu penghuni Hogwarts seperti hantu Tuan Nick Leher-Hampir-Putus dan lainnya yang bisa menembus dinding, terbang ke sana kemari dan berkomunikasi dengan para penghuni sekolah.
Mereka telah mati dan masih mempertahankan bentuk tubuh fisik mereka dengan kemampuan indra dan kesadaran yang relatif sama dengan ketika mereka hidup. Tapi, mereka nampaknya kehilangan kontak fisik dengan dunia yang hidup. Di sisi lain, ada hantu Myrtle Si Penjerit yang bisa membuat cipratan air dari dalam toilet. Berbeda dengan hantu-hantu lain di sekolah, ia dalam level tertentu masih bisa mempertahankan kontak fisik dengan dunia materi.
Voldemort pun masih bisa hidup karena beberapa bagian jiwanya tersimpan di Horcruxes. Ketika kutukan pembunuh Avada Kedavra-nya tak mampu membunuh si Harry bayi, mantra itu berbalik arah ke tubuh utamanya. Ia kehilangan kekuatan dan kontak fisik dengan dunia materi. Ia pun membutuhkan tubuh fisik untuk berkoneksi dengan dunia fisik. Di Harry Potter and the Philosopher’s Stone, kita tahu Voldemort menggunakan tubuh Prof Quirrel untuk tujuan itu.
Selain itu, di Goblet of Fire, Harry bisa menyaksikan perwujudan jiwa dalam bentuk lain: Cedric Diggory, Bertha, Bryce dan orang tua Harry yang muncul dari tongkat sihir Voldemort untuk menahan dan memberi waktu Harry untuk meraih Piala Triwizard yang merupakan sebuah portkey. Di Deathly Hallows, Harry juga menyaksikan jiwa Sirius, Lupin dan orang tuanya. Nyata. Tapi bukan hantu atau tubuh berdaging. Jiwa mereka ini mewujud dalam rupa dan pengertian yang berbeda..
Tentu di luar dunia fiksi Harry Potter, konsepsi tentang jiwa masih menjadi topik diskusi hebat. Ada yang mendasarkan konsepsinya pada sumber-sumber agama, temuan saintifis, dan obrolan sehari-hari saja. Ada juga yang memilih tidak mengkonsepsikannya dengan penanda apa pun tapi merasuki dirinya sendiri dalam disiplin olah kesadaran batin. Membawa dirinya melampaui jeratan bahasa, cerita-cerita dari pertalian sistem pertandaan.
Tentu, manusia senang membayang-bayangkan. Ketika maut mendatangi, ada bagian dari diri mereka yang tidak akan hilang dan lenyap. Ada bagian dari dirinya yang ingin tetap hidup untuk berpikir, mengingat, dan merasa tentang orang-orang yang telah hadir memberi-menerima cinta. Ada juga yang ingin kematian bertindak sebagai finalitas, menghapus keseluruhan diri ke dalam kekosongan dan keheningan abadi.
Bisa disimpulkan bahwa J.K Rowling membangun konsepsi tentang jiwa di dunia Harry Potter dengan lebih merujuk pada ide-ide non-material. Jiwa ini direpresentasikan dengan hubungan yang beragam dan rumit perihal keterkaitannya dengan dunia materi. Apa kalian bisa menemukan bagian lain yang menarik dan berkaitan dengan jiwa di dunia Harry Potter?