Muda-mudi dengan tingkah polahnya terbawa arus rusaknya zaman. Akankah ia kembali lagi? Hanya perubahan dari hal-hal yang kecil yang digarap mampu menghadirkan lagi.

Arus bawah buku ber-genre novel-esai karangan Emha Ainun Najib merupakan wajah baru dari buku yang pernah terbit pada 1994 dengan judul Gerakan Punakawan atau Arus Bawah. Novel ini juga pernah terbit dalam bentuk cerita bersambung di harian berita buana tahun 1991.

Arus bawah berisi kritikan terhadap kondisi pemerintahan yang sedang chaos akibat krisis ekonomi dan politik pada masa Orde Baru. Cak Nun, panggilan akrab Emha, mengupayakan revolusi mental dengan menyajikan kisah unik yang diperankan oleh tokoh punakawan tanpa menghilangkan sosok dan peran asli mereka dalam pentas pewayangan.

Dengan berbagai parodi yang selalu diperankan oleh punakwan memberi kesegaran tersendiri saat membaca novel ini. Semar adalah tokoh yang terlalu arif, terlalu pemaaf dan terlalu lembut, namun juga sentimental untuk sanggup memahami suatu perwujud dewa yang menjunjung tinggi kebijaksanaan.

Gareng dikenal sebagai filsuf desa yang cukuo mumpuni. Ia memiliki tingkat berpikir serta kemampuan ungkap yang tinggi melampaui tingkah ketololan para tokoh Dusun Karang Kedempel pada umumnya. Petruk sebagai lambang dingin dan kelenturan, maka ia dikenal sebagai Kiai Kantong Bolong.

Sedangkan Bagong sendiri terlahir dari bayangan Semar yang jatuh di bumi oleh matahari. Bagong adalah perwujudan paling wadak, dangkal, verbal dan sengaja disembunyikan. Peran mereka mewakili hakikat demokrasi, aspirasi, ide, butir kearifan, dan semangat hidup yang kekal.

Dikisahkan bahwa penduduk Karang Kedempel sedang kalang kabut merasakan kesedihan karena kehilangan Kiai Semar. Hilangnya Kiai Semar di tengah-tengah warga Dusun Karang Kedempel yang sejatinya amat membutuhkan kehadirannya, namun tak pernah dirasa. Kehadirannya bak Dewa yang mengembalikan, menjadikannya sejahtera. Peran yang diembannya amat penting bagi stabilitas pemerintah Karang Kedempel.

Tapi mengapa justru semar tiba-tiba menghilang? Ke manakah ia pergi? Mungkinkah kiai Semar marah? Atau hanya sedang memberi kesempatan kepada penduduk Karang Kedempel untuk intropeksi diri dan mencari kebebasan dari doktrinasi kaum penguasa Karang kedempel.

Menghilangnya Kiai Semar di tengah-tengah penduduk Karang Kedempel mengakibatkan timbulnya berbagai pemikiran dan penafsiran. Terutama Gareng yang tak henti-hentinya berfilsafat dan menafsirkan sebab kepergian bapaknya.

Entah berapa ribu kata yang ia produksi setiap harinya. Gareng tak pernah berhenti meyakinkan Petruk, Bagong dan penduduk lainnya bahwa semua orang harus mencari jejak kepergian Kiai Semar.

Kondisi warga Dusun Karang Kedempel yang tertindas akibat kesalahan tata hubungan dan urusan-urusannya oleh para penguasa yang terlalu lama berkuasa. Paham kekuasaan Karang Kedempel direfleksikan dengan kisah Mahabarata.

Paham kekuasaan Karang Kedempel adalah jawaban utama bagi setiap pertanyaan mengenai awetnya penjajahan, mulusnya proses pemiskinan, kelancaran, korupsi, patronasi tuan dan anjing, isapan mesra tantakel-tantakel struktur negara dan kemasyarakatan, mapannya ranjau sistem, atau apa saja yang begitu dicemaskan oleh pembelajran sejarah. (hal 124)

Tugas Punakawan yang turun dari Jonggring Saloka turun di Karang Kedempel adalah untuk menciptakan arus bawah, bkan malah terbawa arus umum yang diciptakan oleh kehdiupan masyarakat Karang Kedempel.

Menciptakan keseimbangan dan keselarasan antara rakyat dan penguasa. Meluruskan ketidakbenaran yang terjadi.  Menebarkan virus budaya carangan untuk mengembalikan stabilitas kehidupan Karang Kedempel.  

Buku novel ini sangat layak untuk dibaca karena analogi esai yang terselip dalam cerita parodi yang diperankan oleh Punakawan menggamparkan kondisi Indonesia kekinian. Cerita mengenai Punakawan dan perannya di Dusun Karang Kedempel sebagai representasi realitas yang terjadi saat ini.

Karang Kedempel kontemporer sibuk menerapkan kepalsuan yang bernama musyawarah mufakat. Para penguasa mengkontribusikan kekuasaan, masyarakat mempersembahkan ketakberdayaan di dalam upacara-upacara kemufakatan loyang. (hal 203)

Maka diperlukan kembali untuk menyusup budaya carangan. Carangan adalah mengubah yang pakem. Bergeraknya budaya dan politik carangan dalam wayang Karang Kedempel, mencerminkan bahwa masyarakt tidaklah sedemikian pasrah untuk dibakukan olek pakem Mahabarata. Paham-paham pemebebasan dan kedaulatan rakyat telah mampu mereka temukan sendiri. (hal 204)

Pada akhir novel ini menceritakan bahwa semar menghilang lagi, padahal penduduk Karang Kedempel kontemporer jauh lebih membutuhkan perannya lebih dari yang dulu, Karang Kedempel Kontemporer sedang mengalami dedikasi moral yang mengakar pada kebanyakan priadi manusianya. Para penguasa sibuk menutup diri dengan melakukan pencitraan.

Ketika Moral dan Etika Menjadi Barang Langka

Ironis, miris dan memprihatinkan
Itulah kata yang pantas di ucapkan untuk negeri kita saat ini
Inikah bumi yang selama  ini aku pijak
Inikah tempat aku dilahirkan
Dan apakah tanah ini kelak akan menjajikan
Tanah di mana kebenaran bisa dipelitir
Keadilan gampang di campakkan
Kejujuran terabaikan
Hanya sebab nilai nominal lantas moral tersingkirkan
Inilah penerus bangsa sekarang
Mereka terjatuh dalam lembah kenestapaan
Ternodai dengan pikiran-pikiran yang sesat
Terpenuhi dengan hayalan-hayalan berbahaya
Mereka tak mengenal arti dosa
Mereka menjauh dari jalan kebenaran
Jadi.. di manakah letak bangsa yangmendamai sukma?
Ke manakah kalian genrasi penerus yang bermoral
Ke manakah tunas-tunas harapan bangsa
Ke manakah kalian penerus perjuangan
Pembela kebenaran
Pewujud perdamaian
Perwujud cita-cita lihur bangsa
Yang dimimpi-mimpikan

Riwayat Buku

  • Judul: Arus Bawah
  • Penulis: Emha Ainun Najib
  • Penerbit: Bentang Pustaka, Yogyakarta
  • Tahun: Februari 2015, Cetakan Pertama
  • Tebal: 238 halaman