Calon anggota legislatif Partai Demokrat yang gagal melenggang ke Senayan dari daerah pemilihan Sumatra Utara 1 nomor urut 4, DR (HC) Ir M. Subur Sembiring atau Sri Paduka Yang Mulia Raja Muda Karo, mengundang Forum Raja dan Sultan se-Indonesia dalam acara silaturahmi buka puasa bersama, Kamis malam Jumat, 30 Mei 2019, bertempat di gedung Proklamasi Jakarta.
Dalam undangan berformat voice recorder (VR) yang banyak beredar di WhatsApp grup (WAG) dan media sosial lainnya, Raja Muda Karo mengaku dirinya bertindak atas nama dan mewakili Kerajaan Aceh Darussalam.
Beredarnya undangan VR tersebut mendapat tanggapan dari Majelis Agung Raja Sultan Indonesia (MARSI) melalui ketua umumnya YM KGP Panembahan Agung Tedjowulan.MM. Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Melalui klarifikasi tertulis yang dirilis seruindonesia.com (30/5), Ketua MARSI menyebutkan bahwa kegiatan tersebut adalah ilegal dan tidak mewakili seluruh Raja dan Sultan se-Indonesia.
Selain terdapat ketidaksesuaian antara hari dan tanggal pelaksanaan undangan VR tersebut serta salah dalam hal penyebutan gelar, Ketua MARSI juga menegaskan bahwa pihaknya merupakan mitra dari Pemerintah yang berkedudukan netral serta tidak terlibat dalam politik praktis.
Dalam rekaman berdurasi 5,47 menit tersebut, Raja Muda Karo mengaku dirinya sebagai Ketua Umum Forum Raja Sultan se-Indonesia yang baru terpilih sebulan yang lalu, sekaligus sebagai Ketua Harian Lembaga Adat Nasional.
Satu dari sekian pernyataannya menyebutkan bahwa negara ini dulunya dipimpin sultan dan raja. Maka, ketika seorang kepala negara atau presiden tak mampu menjalankan amanah, para raja dan sultan seyogianya secara konstitusional harus dikembalikan kepada raja dan sultan.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) sekaligus Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon, Sultan Sepuh XIV Pangeran Raden Adipati Arief Natadiningrat, didampingi Dewan Pakar FSKN dari Kerajaan Turikale, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Brigjen Pol (Purn) Achmad Afflus Mapparessa, memberikan tanggapan serius atas beredarnya undangan atau ajakan tersebut.
Dalam jumpa persnya yang digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon (Radar Cirebon 30/5), Arief menyebutkan bahwa undangan tersebut tidak benar alias hoaks. Kendati demikian, materi yang ada di dalam rekaman tersebut bisa saja berdampak secara politis bagi FSKN dan masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut juga ditegaskan oleh Arief bahwa FSKN merupakan organisasi independen. Dalam AD-ART, FSKN tak berpolitik praktis dan tak berafiliasi pada salah satu partai politik. Penyebutan kedaulatan rakyat yang dihubungkan dengan raja dan sultan se-Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam rekaman, dikhawatirkan Arief akan membuat FSKN dinilai telah berpolitik praktis.
Di sisi lain, Arief mengaku dirinya tidak mengenal secara pribadi Raja Muda Karo, sebab yang bersangkutan bukanlah anggota FSKN, sehingga pihaknya tak bisa mengambil tindakan apa pun.
Memang, jika dicermati rekaman ajakan Raja Muda Karo tersebut, terdapat beberapa pernyataan yang terkesan lucu bahkan konyol.
Dalam pertemuan yang akan digelar atas usulan Sultan Sumatra Barat YM Sofyan, Raja Muda Karo menyebutkan beberapa agenda acara, di antaranya: akan diadakan ritual keagamaan sebagaimana dicontohkan oleh Sunan Kalijaga, yakni membaca Surah Yasin sebanyak 41 kali, yang disebut oleh Raja Muda Karo sebagai pembacaan Yasin Fadillah.
Dengan tujuan utamanya mendoakan agar para pelaku "kecurangan" dalam Pilpres 2019 mendapatkan laknat dan kelak di akhirat ditempatkan di neraka jahanam. Serta di dunia akan ditambahkan usianya sebanyak 35 tahun, dan ditempatkan di tempat yang sudah disediakan, yakni Kebun Binatang Ragunan Jakarta.
Selain itu, Sri Paduka Raja Muda Karo juga menyebutkan bahwa para raja dan sultan memberikan mandat kepada Ir Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat, dan yang menjadi perwakilan rakyat adalah raja dan sultan di setiap daerah.
Sepertinya DR (HC) Raja Muda Karo ini harus membaca lagi buku teori tentang kedaulatan Tuhan dan teori kedaulatan rakyat. Atau minimal membuka kembali UUD 1945.
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Untuk menarik mandat milik rakyat, harus melalui mekanisme hukum yang ada, yakni melalui amandemen UUD 1945 yang menjadi kewenangan MPR RI.
Indonesia bukanlah negara monarki ataupun teokrasi, sebagaimana teori Kedaulatan tuhan di mana kekuasaan tertinggi suatu negara dipegang oleh raja, yang diklaim sebagai keturunan dewa atau wakil Tuhan di muka bumi.
Sangat disayangkan memang, Raja dan Sultan sebagai Ing Ngarsa Sung Tulada dicatut namanya sebagai bahan legitimasi sebuah kegiatan kelompok yang belum bisa menerima kekalahan dari Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019.