Pandemi Covid19 telah melanda Indonesia selama tiga tahun. Selama kurun waktu tersebut  hampir enam juta orang terinfeksi dan telah menelan korban meninggal lebih dari 150 ribu  orang. Sampai detik ini, Indonesia terus berupaya menghambat penyebaran virus atau bahkan memotong mata rantai penularan Covid19.  

Virus merupakan mikroorganisme yang tak dapat dilihat dengan kasat mata. Dengan ukuran yang sangat kecil tersebut, Covid19 terus saja bertransmisi tanpa terlihat oleh mata manusia. Meskipun pemerintah telah berupaya dengan berbagai kebijakan, tapi pada kenyataannya pandemi masih melanda Indonesia.

Pandemi Covid19 tidak cukup dilawan dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) saja. Namun perlu didukung oleh daya tahan tubuh yang kuat. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar masyarakat mempunyai sistem kekebalan tubuh yang baik. Untuk membentuk sistem kekebalan pada kelompok masyarakat diperlukan program vaksinasi.

Efektivitas kebijakan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid19 sangat tergantung pada perilaku masyarakat.  Tanpa kedisiplinan/kepatuhan dalam menerapkan prokes dan mengikuti program vaksinasi, virus akan terus menyebar dan sulit dikendalikan. Virus tersebut terus menyebar dan bermutasi, mulai dari varian alpha, beta dan seterusnya.

Varian baru yang muncul diakui memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat. Namun jika kita patuh dan disiplin dalam menerapkan prokes didukung dengan daya tubuh yang kuat, insya Allah penyebaran virus tersebut dapat ditekan. Harapannya adalah wabah akan segera berakhir.

Kepatuhan masyarakat dalam menjalankan prokes merupakan hal yang sangat penting. Untuk melihat gambaran tingkat kepatuhan masyarakat, BPS melakukan Survei Perilaku Masyarakat yang dilaksanakan pada tanggal 16 – 25 Februari 2022.

Survei tersebut menghasilkan informasi yang merupakan gambaran dari individu yang berpartisipasi dan tidak mewakili kondisi seluruh masyarakat Indonesia. Hasil survei  diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi pelaksanaan prokes. Berikut informasi hasil survei yang perlu mendapat perhatian.

Pertama tingkat kepatuhan memakai masker. Tingkat kepatuhan responden dalam memakai masker sebesar 84,5%. Secara statistik angka ini relatif tinggi, namun mengingat masker sangat penting dalam melindungi diri terhadap masuknya virus, maka tingkat kepatuhan dalam memakai masker masih harus mendapat perhatian.

Seperti telah diketahui bersama bahwa Covid19 dapat menyebar dan menular dengan cepat dan mudah. Penyebaran utama melalui percikan (droplet) dari saluran pernapasan baik lewat mulut maupun hidung.  Penggunaan masker secara benar, dapat menjadi penghalang percikan tersebut.

Kedua tingkat kepatuhan mencuci tangan. Tingkat kepatuhan responden dalam mencuci tangan sebesar 77,7%. Angka ini lebih rendah dibanding memakai masker. Padahal mencuci tangan bukan aktivitas yang sulit untuk dilakukan, apalagi saat ini hampir semua fasilitas umum maupun perkantoran telah menyediakan tempat untuk mencuci tangan.

Saya yakin bahwa sebagian besar orang memahami manfaat dari cuci tangan. Namun, mencuci tangan belum menjadi kebiasaan sehingga sering terlupa atau menganggap remeh. Sebenarnya kebiasaan cuci tangan sangat baik bukan hanya saat pandemi Covid19 ini saja, kapan saja dan di mana saja kita harus menjaga kebersihan tangan.

Secara kasat mata bisa saja tangan kita tampak bersih. Namun tangan yang terlihat bersih bisa saja terdapat virus atau mikroorganisme lain yang berbahaya. Sudah sewajarnya kita waspada dan membiasakan diri untuk selalu mencuci tangan.

Ketiga menghindari kerumunan. Tingkat kepatuhan responden dalam menghindari kerumunan sebesar 73,5%. Angka ini lebih rendah lagi dibanding mencuci tangan. Menghindari kerumunan bisa dianggap sulit bagi orang yang biasa melakukan aktivitas berkumpul.

Berkumpul biasanya dilakukan pada acara ngopi bareng, arisan, dll. Tapi demi menekan lonjakan penularan virus, kita dianjurkan untuk menghindari kerumunan. Tidak sedikit orang yang terpapar Covid19 tapi tidak tahu tertular dari siapa. Bisa saja dalam kerumunan ada orang yang terinfeksi virus tapi tidak ada gejala atau keluhan sama sekali.

Keempat menjaga jarak. Hasil survei menyatakan bahwa tingkat kepatuhan responden dalam menjaga jarak menunjukkan angka paling rendah, yaitu sebesar 71,1%. Mungkin sudah menjadi budaya kita jika bertemu dengan orang yang dikenal, sulit untuk menghindar. Kalau sudah bertemu kebiasaan kita adalah berjabat tangan, bertegur sapa, dan mengobrol.

Sulit rasanya untuk menjaga jarak jika sudah bertemu kawan apalagi masih ada hubungan darah (keluarga). Kita akan bertegur sapa dan mengobrol. Berjabat tangan bisa saja dihindari, tapi rasanya agak aneh jika mengobrol dengan menjaga jarak. Padahal menjaga jarak merupakan salah satu yang masih menjadi kunci penting untuk mencegah penyebaran virus.

Begitu juga dengan kegiatan mengurangi mobilitas. Sebagian besar orang akan merasa jenuh jika hanya berdiam diri di sekitar rumah saja. Sebagian yang lain bepergian karena alasan pekerjaan atau bersilaturahmi dengan keluarga atau teman. Tingkat kepatuhan responden dalam mengurangi mobilitas sebesar 70,8%.

Secara umum dari lima prokes yang dijalankan, tingkat kepatuhan terendah adalah prokes menjaga jarak dan mengurangi mobilitas. Dua hal ini yang relatif lebih sulit dijalankan karena manusia sebagai makhluk sosial cenderung ingin berinteraksi dan melakukan perjalanan.

Bagaimana dengan vaksinasi? Kita ketahui bahwa vaksin cukup penting dalam merangsang dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imun) terhadap serangan virus. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan capaian vaksinasi. Sosialisasi manfaat vaksin dilaksanakan sampai ke tingkat desa.

Seperti diketahui bahwa program vaksinasi terus digalakkan agar sistem kekebalan tubuh  masyarakat dapat tercapai. Berdasarkan data portal resmi Covid19, saat ini program vaksinasi 1 telah mencapai 93,74% dan vaksinasi 2 sebesar 74,97% dari target 208.265.720 vaksinasi. Secara statistik capaian tersebut cukup tinggi, namun perlu dievaluasi.

Selain prokes dan vaksinasi, ada dua hal penting lagi yang perlu diketahui dalam upaya menekan laju penyebaran Covid19. Dua hal ini sangat mudah dilakukan, tapi makna dan dampaknya luar biasa. Senyum dan doa, dua hal inilah yang perlu dilakukan dalam kehidupan kita sehari-hari yang dapat membantu orang keluar dari kesulitan.

Saya yakin semua orang pernah tersenyum, walaupun dalam keadaan tertentu sulit sekali untuk melakukannya. Senyum merupakan suatu aktivitas yang mudah dilakukan dan dapat membuat orang bahagia.  Dengan kebahagiaan diharapkan tubuh dapat merangsang sistem kekebalannya. Maka tersenyumlah agar kita selalu sehat.

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, pasti sangat membutuhkan perlindungan dan pertolongan-Nya. Setiap manusia pasti pernah memanjatkan doa, hanya orang yang sombong yang tidak mau berdoa. Dalam menghadapi pandemi Covid19 ini, sudah selayaknya kita sebagai hamba Allah selalu memanjatkan doa, agar wabah segera selesai.

Semoga bermanfaat, salam sehat selalu