Ode untuk Tarian yang Mungkin Tak Selesai
—Ghufroni An'ars
“sisakan jeda panjang pada padat ibukota
fantasi hari tua berdebu di meja kerja
mati berkali-kali meski masih tanggal muda.”
...
sesekali kubayangkan
menginjak dewasa seperti
menari di atas tanah kuburan
kita sendiri, yang menolak mati
yang tak mati-mati, yang …
meski setiap hari senin pagi
serupa dihantam kiamat sugra;
di barat sana, orang-orang
meruntuhkan api & cahaya
ketika petang menjelang
mereka pergi menuju timur
berharap ada sisa-sisa nyala
pada rongga dada kiri mereka;
makna mungkin memang
tak pernah hadir, tak datang
tapi kita akan kembali bertemu
di trotoar jalan, di kemacetan
melipat ruang-mengemas waktu
bekerja demi menunda mati
agar bisa lebih lama lagi
menyumpahi kebangsatan hidup
yang perlahan remang-redup
kehilangan nyawanya sendiri
sedang kita masihlah, berdiri
& menari sampai benar-benar
hidup sebelum benar-benar mati.
(2022)
Tak Ada Juruselamat Hari Ini
I
tak ada Juruselamat hari ini.
tak ada Juruselamat kemarin.
aku sendiri, memecah sepi,
memfabrikasi puisi. menjadi
beberapa potong pakaian,
untuk tubuh kurusku ini.
hari ini hujan jatuh,
memuntahkan airmata tuhan.
mengiringi kematian Nietzsche
& yang transendental. yang pertama
dikuburkan kemarin, yang kedua
adalah kuburan itu sendiri.
omong-omong, kedua mataku
adalah mesin penghancur kuburan—
peledak mitolo(l)gi. tapi bukankah
ritus peralihan, ritus peribadatan,
& ritus devosi pribadi, budaya
dengan segenap tradisi —tak lebih
& tak kurang, hanyalah tekanan
nonsens dari orang tua & orang mati?
II
tak ada Juruselamat hari ini.
tak ada Juruselamat kemarin.
tapi hari ini kau masuk ke
dalam lamunanku, melalui
cerobong mimpi, & berdoa:
semoga sebuah rudal balistik
dengan hulu ledak nuklir —
menghantam kepalaku, yang
piawai fatalistiknya, yang
bajingan runyamnya. kuakui,
kepalaku adalah superkomputer
dengan sistem operasi paling tolol;
536 jendela-browser terbuka,
secara bersama, 500 jendelanya
membeku & aku tak pernah tahu
dari mana, bagaimana, atau siapa
yang memutar nada-nada minor itu.
tak ada Schopenhauer hari ini,
tetapi keinginan & pertanyaan
tetaplah perang dingin—
yang tak dapat kita menangi.
III
tak ada Juruselamat hari ini.
tak ada Juruselamat kemarin.
orang-orang datang,
orang-orang pergi.
menjadi orang asing.
menjadi seseorang;
yang bukan dirinya
masing-masing.
tak ada Camus hari ini,
tapi sinar-mentari menari
dengan jahanamnya. seperti
meminjam tubuh-neraka
dari kutukan Prometheus.
dari betapa sinting & sundalnya
isi kepala Zeus. tak ada Sartre
hari ini, haruskah kuminum
lithium? sedang kebebasan
terbuka, kebebasan tertutup.
Nausea. Nausea. aku Nausea. aku
Nausea, tapi yang kumuntahkan
bukan antidepresan melainkan:
omong kosong kehidupan.
separuh isi kotak pandora,
kabur melalui jantungku;
sebelum sempat filsafat barat
yang terlampau bangsat —
memberi nafas buatan kepadaku.
IV
tak ada Juruselamat hari ini.
tak ada Juruselamat kemarin.
& puisi-puisiku telah …
bertransformasi — jadi kata sifat
kiamat, dalam imaji paling keparat
berwajah setengah dingin.
seperti memeluk angin …
di atas keranda-waktu …
di batas-batas antara waras
& lepas dari belenggu.
namun adakah kamar mandi
untuk Eksistensialisme:
untuk meng-e-ja, mem-ba-ca,
me-naf-sir - melamun, &
buang air besar; menimbun
gunungan tanya, dalam kakus
yang menggeliat gusar? meski
kutahu, pada praktiknya, filsafat
hanyalah siasat paling cantik—
untuk memasturbasi pikiran
manusia yang aduhai laknatnya.
meski pada akhirnya, kota-kota
dihantui kecemasan. yang sama.
yang muram. yang suram. yang subtil,
yang kecil, yang sering manusia
anggap nihil. yang niscaya. setiap yang
bernyawa akan merasakan betapa
dirinya tak berguna. tak ada Kierkegaard
hari ini - tapi aku masih graphomania
& masih merasa tak berguna.
V
tak ada Juruselamat hari ini.
tak ada Juruselamat kemarin.
manusia mati, mitos mati, jadi
koran-koran yang tak ingin laku.
jadi warta celaka di ruang bersalin,
seperti ketika seorang waktu melahirkan
waktu dibidani waktu. tak ada Juruselamat
hari ini. aku sendiri, memecah sepi,
memfabrikasi puisi. menjadi beberapa
butir kewarasan, untuk mengobati semua
kesintingan ini. sedang hidup masihlah
pementasan drama —pada punggung kuda
liar —yang gemar berlari sekuat tenaga
di padang sabana. tiada seorang pun yang tahu
di manakah ujungnya. & tak ada
Juruselamat hari ini. tak ada
Juruselamat kemarin …
(2022)
Berbahagialah Mereka yang Tak Pernah Ada
nasib terbaik adalah menjadi
tokoh dalam cerita pendek,
yang kedua menjadi tokoh dalam novel,
& yang tersial adalah menjadi seorang
manusia yang berpikir : bahwa hidup ialah
prosa tanpa satu pun plot deus ex machina;
tak ada seseorang dari antah-berantah akan
selamatkanmu dari kesia-siaan yang niscaya.
(2022)
Dari Mana Nihilisme Berasal?
dari tangisan konstan yang tiada guna.
dari guna yang tak pernah datang.
dari perasaan yang datang begitu saja.
dari deru padang ilalang, yang berdenting
dari jerami kering. dari sesuatu yang
tak pernah tenang. dari sesuatu yang
lengang, yang remang, yang berlinang.
dari musik-musik melankolik. dari lukisan
biru laut berwarna maut. dari pementasan drama
yang tak sempat dievakuasi. dari patung-
patung adiluhung yang tak lagi direnungi.
dari tarian salsa yang tak selesai. dari film-
film kolosal bernuansa teatrikal yang dipaksa
usai. dari kerja-kerja kesenian-kesusastraan
yang hanya memfabrikasi omong kosong
hidup-kehidupan. dari kesayuan penyair-seniman
yang berbait-bait, yang tergantung tinggi pada
awan-awan getir di galeri langit.
(2022)
Socrates Campur Søren
dengan segala cara, menikahlah;
jika kau dapatkan istri yang baik,
kau akan bahagia; jika kau gagal
menikah, kau akan graphomania
& jadi seorang eksistensialis-melankolis
yang seumur hidup bergulat membuat-mengarang-menulis-ulang makna.
(2022)