Negeri khatulistiwa berarti negeri yang dilalui oleh gerak semu matahari dengan garis equator yang membentang dari timur ke barat berada di dalam willayahnya. Itulah Indonesia, negeri berjuta limpahan kekayaan alam yang tersia-siakan hingga sekarang.
Tidak hanya masalah korupsi yang terus merongrong, pun demikian dengan persoalan energi yang masih besar nilai ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil dan gas. Baru di akhir-akhir tahun 2022 ini pemerintah akhirnya mengikuti tren dunia untuk fokus beralih ke energi listrik terutama dalam bidang transportasi dan peralatan rumah tangga.
Kenyataannya dalam hal pembangkit, energi listrik tanah air masih akan banyak menggunakan bahan bakar fosil yakni batu bara. Dalam catatan PT PLN (Persero) sampai pada akhir tahun 2020, kapasitas terpasang pembangkit listrik mencapai 63 Giga Watt (GW). Diantaranya 32% atau sebanyak 20,3 GW masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Sementara sisanya yakni PLTGU 17,73%, PLTD 8,76%, PLTA 5,66%, PLTG 4,64%, PLTP 0,91%, PLT Surya dan PLT Bayu 17,18 MW 0,03%.
Perlu digarisbawahi dari data di atas bahwa pembangkit listrik yang memanfaatkan energi matahari dan angin baru hanya sekitar 17,8 MW atau 0,03% nya saja dari total keseluruhan pembangkit listrik yang ada di Indonesia.
Masih banyak yang harus dikerjakan dan butuh waktu yang lama untuk mengejar ketertinggalan jika hanya bergantung pada pemerintah saja dalam masalah pengelolaan dan pemanfaatan energi. Padahal di negara-negara eropa pada tahun 2020 lalu, rata-rata sudah 37,5% listrik yang digunakan di wilayahnya berasal dari sumber energi terbarukan.
Bahkan di Austria, Swedia, Denmark, Portugal, Kroasia, dan Latvia sudah lebih dari separuh energi listrik yang digunakan di wilayahnya ditopang oleh sumber energi terbarukan.
Meskipun ada juga negara seperti Malta dan Hungaria dengan angka penggunaan sumber energi terbarukan kurang dari 10%. Namun demikian angka-angka itu jauh di atas Indonesia yang kurang dari 6 persen, padahal sumber energi terbarukan di negeri ini melimpah ruah.
Persentase sumber energi listrik dari energi terbarukan di eropa, bagian tengah (EU) adalah rata-ratanya (sumber: ec.europa.eu/eurostat)
Persoalan listrik dalam negeri sendiri kadang menuai berbagai kritikan, mulai dari listrik yang hidup mati tidak stabil sampai pasokan listrik yang tidak dapat menjangkau daerah-daerah terpencil.
Paling dapat dirasakan yakni naiknya tarif listrik yang akan kian mencekik, di tengah-tengah kenaikan bahan bakar bensin bagi kendaraan bermotor. Hal ini akan menambah beban rakyat apalagi pasti disusul oleh kenaikan seluruh bahan makanan pokok.
Naiknya tarif listrik, sama halnya dengan bbm, terutama diakibatkan oleh ditariknya subsidi bagi sektor yang dimaksud. Inisiatif untuk beralih ke energi terbarukan sudah seharusnya tidak hanya ada pada level pemerintah, pun demikian juga di masyarakat.
Harga panel surya sudah tidak semahal dahulu dan daya tahannya pun hingga 10-15 tahun pemakaian. Aki dan inverter pun sudah beraneka ragam, masyarakat umum bahkan sekarang bisa membeli paket solar panel di toko online.
Kenaikan tarif listrik pada tahun 2022 untungnya hanya diperuntukkan bagi pengguna yang memiliki daya di atas 3500 watt. Hal ini harusnya memicu golongan menengah ke atas untuk mulai berani beralih atau paling tidak menjadikan energi surya sebagai sumber energi pendamping di rumah-rumah mereka. Harga paket pembangkit energi surya pun tidak akan terasa begitu mahal, apalagi jika penggunanya adalah mereka yang acapkali tersandung masalah klasik PLN, yakni di daerah-daerah pinggiran.
Untuk urusan potensi energi surya di Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Dari peta potensi energi surya yang dikeluarkan oleh BMKG dapat dilihat bahwa rata-rata potensi energi matahari harian memiliki nilai minimal 3.500 kWh/m2. Meskipun nilai ini masih harus disesuaikan dengan indeks kebeningan dimana rata-ratanya berada di nilai 0,4, yang berarti rata-rata potensi energi matahari harian minimal riil yang bisa didapat adalah sekitar 1.400 kWh/m2.
Peta Prakiraan Radiasi Matahari Harian Februari 2023 (sumber: iklim.bmkg.go.id)
Prakiraan Indeks Kebeningan dan Rata-rata Suhu Maksimum Harian (sumber iklim.bmkg.go.id)
Peta potensi energi matahari di atas mengambil sampel bulan Januari dimana frekuensi tutupan awan dan hujan berada di titik tertingginya. Oleh karena itu cukup wajar sebagai negeri yang dilalui garis khatulistiwa, jika dalam satu hari saja tersedia energi matahari minimal sebesar 1.400 kWH per meter persegi!
Air dan angin masih menjadi energi alternatif pilihan utama di negara-negara Eropa dan hal itu wajar karena potensi energi matahari yang dimiliki mereka setengah besarnya dibandingkan dengan negeri-negeri yang dilalui garis equator.
Sangat mengherankan makanya jika negara ini gagal memanfaatkan potensi sebesar itu. Sudah saatnya swasta dan masyarakat memberdayakan potensi energi terbarukan ini supaya energi rumah tangga tidak melulu bergantung kepada PLN sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik tanah air.