Baru baru ini beberapa petinggi dari negara-negara yang bergabung dengan G20 melaksanakan pertemuan tahunan yaitu Konferensi Tingkat Tinggi G20. Acara ini berlangsung pada 15-16 November 2022 yang lalu dengan Indonesia menjadi tuan rumah tepatnya diselenggarakan di Denpasar, Bali.

Pada KTT G20 kali ini mengambil tema "Recover Together, Recover Stronger". Adapun maksud yang ingin disampaikan adalah Indonesia ingin negara-negara saling bahu membahu dan saling membantu untuk pulih dan bangkit bersama dari era pandemi Covid 19 yang masih melanda.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari negara anggota G20 seperti Amerika Serikat, India, Korea Selatan, dan masih banyak lagi. Pertemuan ini mengusung tiga isu utama yang melanda dunia seperti transisi energi berkelanjutan, transformasi digital, serta arsitektur kesehatan global.

Selain itu, pembahasan mengenai dampak perang Rusia dan Ukraina juga dibahas dalam pertemuan ini. Menurut negara-negara anggota G20 yang lain, perang ini sudah mengancam perekonomian dunia serta menghambat pertumbuhan serta menaikkan inflasi dan masih banyak dampak yang lain.

Termasuk pula fenomena Covid 19 yang melanda, yang mengubah serta menghambat beberapa aktivitas perekonomian dunia. Keduanya menjadi bukti bahwa kepemimpinan atau presidensi Indonesia di G20 terbilang cukup menantang. 

Artinya, dengan adanya kedua isu tersebut dan beberapa isu lain cukup membuat Indonesia memiliki sedikit lebih banyak beban dalam kepemimpinan G20 ini.

Namun sebagai pemilik dari politik bebas aktif, Indonesia berupaya untuk bisa menengahi permasalahan yang sedang menimpa masyarakat global. Karena dalam prinsipnya, Indonesia ingin terlibat secara aktif dalam menyelesaikan beberapa atau lebih banyak permasalahan yang menimpa dunia seperti konflik.

Konflik Rusia Ukraina menjadi salah satu pembahasan yang menarik. Forum G20 yang sebenarnya tidak ditempatkan untuk menangani isu keamanan, tidak bisa tidak memedulikan keadaan yang sedang terjadi di Ukraina. Semua hal ini diupayakan Indonesia untuk melanjutkan pembahasan dengan tanpa memasukkan unsur politik di dalamnya.

Seperti dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa perang harus berakhir. Tentu saja dalam hal ini yang dimaksudkan adalah perang antara Rusia dan Ukraina. Namun, Presiden tidak menyebutkan kedua negara tersebut untuk menghindari pembahasan mengenai politik di tengah forum ekonomi.

Memang terlihat aneh apabila memasukkan fokus mengenai penghentian perang di tengah forum ekonomi. Bukan berarti di sini Indonesia menunjukkan keberpihakannya dalam perang yang sedang terjadi, namun ini adalah salah satu upaya untuk membantu masyarakat global dalam menangani dampak perang yang cukup merugikan padahal dunia baru saja mengalami krisis lain seperti pandemi Covid 19.

Bentuk ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin terlibat secara aktif dalam menghindarkan permusuhan, perang atau konflik yang dapat mengancam perdamaian dunia. Selain itu, semua yang dilakukan ini bisa menunjukkan bagaimana Indonesia merepresentasikan kebebasannya dalam perwujudan posisi nasionalnya sesuai prinsip bebas aktif.

Ini dikarenakan sebelum KTT G20 dilaksanakan, Indonesia mendapat banyak tekanan terutama oleh negara barat yang tidak menginginkan diundangnya Rusia dan Ukraina dalam forum. 

Mereka beranggapan bahwa seharusnya Rusia memiliki rasa malu serta adanya desakan agar forum G20 tidak menjadi ajang untuk menormalisasi agresi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina. Salah satu negara pun berpendapat bahwa Indonesia mengambil langkah yang terlalu jauh dengan pengundangan ini.

Namun pada akhirnya, Indonesia berupaya untuk tetap mengirimkan undangan kepada Rusia dan Ukraina untuk menghadiri KTT G20 ini. 

Meskipun mendapat banyak tekanan, hal ini dilakukan Indonesia sebagai salah satu upaya untuk menunjukkan bahwa Indonesia sendiri tidak terpengaruh terhadap apapun dan bertindak netral.

Alasan Indonesia tetap mengundang kedua negara tersebut juga berbeda. Untuk Rusia sendiri, dikarenakan negara tersebut merupakan salah satu anggota G20. Indonesia menyatakan bahwa semua negara yang tergabung dalam G20 haruslah diundang tanpa terkecuali.

Untuk Ukraina, meskipun bukan termasuk anggota G20 namun pendapat serta pandangan haruslah dari kedua pihak. Sehingga disini pun perlu melihat pandangan mengenai perang melalui dialog dari kedua negara. Meskipun pada akhirnya, tidak satupun dari kedua negara tersebut hadir secara langsung.

Rusia menghadiri KTT ini dengan mengirimkan perwakilan melalui Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. Sementara Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky menghadiri acara G20 ini secara virtual. Alasan mengapa tidak hadirnya kedua negara tersebut secara langsung antara lain karena masing-masing tidak bisa meninggalkan negara dalam kondisi perang yang sedang terjadi.

Indonesia sudah menunjukkan bagaimana sikapnya dalam presidensi G20 untuk tetap berpegang teguh prinsip bebas aktif dalam politik luar negerinya. Proses pengundangan Rusia dan Ukraina yang terbilang cukup sulit untuk dihadapi, namun dapat ditangani dengan baik. Di sini Indonesia ingin tetap mengupayakan untuk berperan aktif dalam penanganan konflik yang sedang terjadi.

Terkhusus pembahasan mengenai perang Rusia Ukraina, secara tidak langsung Indonesia membawa hal ini untuk dibahas namun dengan cara penyampaian yang berbeda. Semuanya dilakukan agar fokus dari KTT G20 yang merupakan forum ekonomi tidak terganggu meskipun memasukkan upaya penengahan konflik dalam kegiatan tersebut.