Hasan al-Basri (642-728 Masehi) muncul pada paruh Abad pertama Hijriyah. Dia merupakan tokoh Zahid pertama dan paling masyhur yang tercatat dalam sejarah tasawuf.

Dia lahir di masa terjadinya fenomena semangat untuk beribadah dengan memegang prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah pada masa sebelumnya, yakni ajaran untuk menjalani hidup zuhud.

Dia dianggap sebagai orang pertama yang merintis ilmu tasawuf dan mengajarkannya di Masjid Basrah. Sebagai tokoh tokoh tasawuf, dia memiliki beberapa ajaran yang diberikan dan disebarluaskan kepada murid-muridnya.

Berikut adalah ajaran-ajaran pokok dari Hasan al-Basri.

Sikap Zuhud

Dr. Muhammad Mustafa Hilmi yang merupakan guru besar filsafat di Fuad I University menyatakan bahwa kemungkinan zuhud Hasan al-Basri adalah disebabkan oleh rasa takut, maksudnya ialah rasa takut akan siksa Tuhan dalam neraka.

Seorang ahli tasawuf dari Kairo bernama Abdul Mun’im al-Hifni berpendapat bahwa Hasan al-Basri adalah tokoh besar sufi. Dia menjelaskan bahwa Hasan adalah sosok yang Zahid sekaligus wara.

Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa Hasan al-Basri merupakan pendakwah dengan bahasa yang mampu memberikan kesejukan pada hati dan nasehatnya mampu menembus dunia rasional atau logika.

Berkenaan tentang ajaran ilmu tasawuf, Hasan berkata:

Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambahkan Allah cahaya dalam diri dan hatinya, dan barangsiapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepada-Nya akan dicampakkan-Nya ke dalam neraka."

Pemikiran zuhud Hasan al-Basri sangatlah ekstrim, hal ini dapat kita lihat dari ucapannya, dia mengatakan:

"Jika Allah menghendaki seseorang itu baik, maka Dia mematikan keluarganya sehingga dia dapat leluasa dalam beribadah."

Zuhud model Hasan al-Basri adalah bersumber daripada khauf dan raja’. Di mana dia akan senantiasa menangis dengan memikirkan dirinya dan kaum yang menjadi tanggungannya.

Kehidupan Hasan sendiri juga senantiasa dipenuhi dengan berbagai rasa susah selamanya. Dan pada akhirnya badan dirinya menjadi kurus, mulai sakit-sakitan, dan merana di masa hidupnya.

Rasa Khauf/takut

Selain dikenal dengan sikap zuhudnya, Hasan al-Basri juga mengajarkan khauf (takut) dan raja’ (berharap). Seperti halnya para sufi yang lainnya, Hasan al-Basri juga sangat takut akan hukuman yang diberikan oleh Allah SWT yang berupa siksaan.

Abdul Mun’im al-Hifni memberikan gambaran tentang rasa takut Hasan bahwa dia memiliki penampakan sama halnya seperti orang yang memiliki ketakutan luar biasa di setiap waktu.

Rasa takut selalu menghantui diri Hasan, rasa takutnya tersebut dikarenakan dia membayangkan bahwa Allah SWT menciptakan neraka semata-mata hanya untuk dirinya saja.

Menurut Abu Na’im al-Asfahani, bahwa Hasan al-Basri merupakan seseorang yang setiap saat dipenuhi oleh rasa takut dan berbagai rasa duka setiap hari, zuhud dan wara’ selalu menjadi kehidupannya di setiap waktu.

Di mana dia tidak akan istirahat untuk tidur dalam keadaan suka cita karena selalu memikirkan Allah, membuang kehidupan dunia serta tidak menjadi peminta-minta merupakan ciri sikap dari Hasan al-Basri.

Hasan al-Basri memiliki suatu pendapat yaitu bagaimana kita sebagai hamba menolak merasa takut jika kehidupan yang kita nikmati sekarang kelak pasti dipertanggungjawabkan.

Sedangkan kehidupan seperti yang kita ketahui sangatlah cepat dan pendek, dan memiliki batasan berupa maut atau ajal , di mana maut itu selalu bersedia untuk menghampiri kita sepanjang waktu.

Raja’/Berharap

Menurut Hasan al-Basri, apakah dengan al-maut maka penderitaan berupa siksa atau adzab akan berkelanjutan? Bagi kaum yang mempercayai dengan rasa imannya, kehidupan fana di dunia ini bukanlah bertujuan melampiaskan rasa gembira atau senang.

Akan tetapi, menurutnya kehidupan dunia merupakan langkah untuk mempersiapkan dan meningkatkan amal seperti ibadah dengan menyertakan selalu rasa takut atau khauf, dengan demikian adanya hal itu, maka kita harus senantiasa berharap atau raja’ atas datangnya rahmat dan pengampunan dari Allah.

Raja’ (berharap) sendiri adalah ketergantungan dari hati pada sesuatu, di mana sesuatu itu dicintainya yang akan terjadi di masa yang akan datang. Menurut Abu Ali-al-Rudzabari bahwa raja’ dan khauf dapat dianalogikan sebagai dua sayap burung.

Jika dua sayap tersebut seimbang, maka burung tersebut dapat seimbang dan terbang secara sempurna (baik). Namun, apabila satu sayapnya ada yang kurang, maka burung tadi tidak akan seimbang, dan jika burung tadi terbang maka ia akan mati.

Hasan al-Basri menolak akan kemegahan dunia, ia semata-mata menuju atau berjalan untuk bertemu dengan Allah, antara tawakal, khauf dan raja’ tidak dapat terpisah satu sama lainnya.

Janganlah hanya semata-mata takut kepada Allah, akan tetapi ikutilah rasa takut itu dengan pengharapan. Kita takut akan murka-Nya, tetapi di sisi lain juga mengharap akan kurnia-Nya.

Demikianlah sedikit ilmu yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan yang sangat singkat, semoga tulisan ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri dan orang lain.

Wallahu a'lam....