Ada angin segar bagi pemberontak moralitas kehidupan yang melemahkan kehendak kita sebagai manusia. The will to power, kita memang dikutuk sebagai manusia yang oleh Hobbes dikatakan homo homini lupus.

Kiai, pendeta, dan kaum moralis membelokkan kehidupan kita, melemahkan instingnya. Bahwa saling merebut adalah kejahatan.  

Keserakahan adalah memuakkan, menciptakan banyak korban. Tidak ada belas kasih dalam peperangan. Yang ada hanya kemenangan. Filantropi adalah kelemahan.  

Karena pilihan untuk berbuat baik dengan wajah filantropis, manusia menjadi lemah, merengek, bermalas-malasan. Berbuat baik adalah pengebirian menurut Nietzsche.

Pengebirian pada insting kehidupan sama saja melawan kehidupan. Dalam pengebirian, menurutnya, ia hanya menciptakan jurang antara manusia dengan nafsunya.

Kita mesti belajar bagaimana kucing jantan dikebiri karena pemiliknya tidak menginginkannya membuahi kucing betina. Kucing yang dikebiri pada akhirnya jadi kucing dengan pelirnya. Tapi, nafsunya pada kucing betina hilang.  

Ada banyak pesan Nietzsche tentang moralitas yang menurutnya anti-alam. Tentang lahan basah skandal para kaum yang lemah nafsunya. Karena nafsu yang rendah, kehidupan menjadi rusak.  

Pesan ke-1, yaitu tentang kondisi nafsu. Menurutnya, nafsu bisa menjerumuskan ke tingkat yang lebih rendah akibat dari kebodohan mereka. Ada masa-masa di mana nafsu ditempa dengan jiwa. Menjadikan manusia lebih tinggi.  

Nietzsche melihat kebodohan mengelola nafsu sebagai penyebab terjatuhnya ke tingkat lebih rendah. Bisa kita maknai, nafsu sifatnya murni, sama seperti kertas kosong, tabula rasa.  

Cara yang kita pakai tentukan kemana nafsu mengarah. Jelas, Nietzsche berbeda dengan kaum moralis, agamawan. Ia membenci pada moralitas yang diciptakan. Moralitas yang sengaja dibentuk berdasarkan pengalaman batin seseorang.

Moralitas itu melemahkan manusia yang mempunyai kehendak untuk berkuasa. Kehendak lebih dari yang lain. Kehendak yang menghalalkan segala cara.  

Senja kala berhala para moralis adalah isyarat bahwa moralitas akan mencapai malamnya. Pekatnya malam tanpa lampu, tanpa bulan, kabut turun seolah 7 meter di atas kepala. Satu-satunya cara adalah bagaimana kita berjuang.  

Bagaimana caranya kita bertahan dan berjuang tanpa moralitas yang melemahkan adalah insting sesungguhnya manusia. Nietzsche menolak seleksi alamnya Darwin, dunia terkesan miskin jika menurutinya.  

Membunuh nafsu sudah dilembagakan dalam bentuk-bentuk propaganda negara. Nietzsche dengan sinis mengatakan, "dengan aturan, kita hidup seperti ini,  tidak boleh seperti itu."

Membunuh nafsu sama dengan membunuh kehidupan itu sendiri. Karena aturan ini itu, lemahlah manusia. Mahasiswa-mahasiswa seperti kucing jantan yang dikebiri.

Manusia yang dikebiri masih punya penis secara biologis. Tapi, tak punya kehendak menguasai. Mahasiswa masih punya nama. Tapi, tak punya kekuatan mendobrak kemapanan oligarki.

Pemerintah otoriter mempunyai peran penting membasmi pikiran berbeda karena dianggap berbahaya. Pikiran-bebas harus disekolahkan di lembaga pengebirian bernama moralitas.  

Pemerintah memakai instrumen negara untuk membabat pikiran bebas, membabat nafsu sampai ke akarnya. Pikiran kita hanya boleh hidup jika sesuai dengan kehendak penguasa demi kemajuan.

Pemerintah membabat pikiran sesuai dengan kehendak penguasa dan oligarki. Kaum agamawan membabat sesuatu yang dianggap jahat karena mereka tidak mungkin seperti kehendak kehidupan.

Nietzsche menceritakan dengan kebencian pada pesan moralitas yang membatasi. Melihat perempuan sebagai kejahatan. Mata yang berdosa harus dicabut.  Ini benar-benar menjijikkan.  

Lembaga keagamaan tugasnya seperti polisi lalu lintas. Demi ketertiban, demi kenyamanan bersama, moralitas harus ditegakkan. Sebab, kekacauan adalah akibat immoralitas.

Pesan ke-2 dari Nietzsche adalah pengebirian dan pencerabutan. Pengebirian dilakukan pada nafsu. Tujuannya untuk melestarikan kaum lemah dalam melawan nafsu.  

Rayuan perempuan, goyangan tubuhnya seolah mengalahkan orang yang lemah tersebut. Tidak bisa untuk bereaksi pada kemolekan.  

Penis adalah simbol pemberontakan pada Tuhan. Nafsu semacam bahan bakar bagi sepeda motor atau mobil. Yang lemah, membunuh nafsu dengan aturan. Penghidup nafsu adalah mata.

Agama-agama menurut Nietzsche memang menghancurkan musuh-musuhnya. Sekali lagi, ketertiban hanya dicapai jika tidak ada kehendak untuk berkuasa, nafsu terkekang seperti burung piaraan.  

Spiritualisasi sensualitas adalah pesannya ke-3. Kemenangan besar pada kristianitas menurutnya. Lembaga keagamaan memang diperlukan demi berlangsungnya kehidupan ide-ide Nietzsche.  

Analoginya partai, untuk kelangsungan hidupnya. Maka partai oposisi harus hidup dan kuat. Sudah alami, jika dikatakan akan bertambah kekuatan partai karena adanya oposisi.

Segala yang ringkih karena tidak pernah mengalami serangan oposisi dalam bentuk verbal, tidak mau ditegur.  

Jika Nietzsche menginginkan moralitas, moralitas tersebut harus sehat. Ia didominasi oleh insting kehidupan. Aturan boleh atau tidak boleh harus dibuang, sebab menghambat pada kehidupan.

Aturan boleh dan tidak boleh adalah manifestasi dari ucapan: Tuhan bisa melihat sampai ke dalam hatimu. Dengan segera menutup pintu dari dalam. Jangan izinkan Tuhan bertamu. Tuntaslah segala hambatan bagi kehidupan.

Moralitas menjadikan Tuhan musuh seumur hidup. Karena permusuhan dengannya, manusia harus awas. Karena demikian, kehidupan terhambat.  

Kehidupan berakhir ketika kerajaan Tuhan dimulai. Tiada kehendak, tiada kehidupan. Ketiadaan nafsu adalah kesalahan kehidupan.  

God is dead, Tuhan semestinya mati kata Nietzsche. Nietzsche menolak meta.  Mengatakan bahwa moralitas adalah alkohol. Pembicaraan kita tentang nilai-nilai adalah pembicaraan dengan inspirasi dan dari persfektif kehidupan.  

Tuhan hanya pertimbangan nilai oleh kehidupan yang mundur, lumpuh dan letih. Segala sesuatu diserahkan pada Tuhan dan kita menolak kehendak untuk mengatakan bisa.  

"Pengingkaran atas kehendak untuk hidup adalah insting dekadensi," Ucap Schopenhauer yang dikutip oleh Nietzsche sebagai hiasan dinding rumah pikirannya yang sudah hampir rampung.

Pesan di atas adalah pesan yang ke-5. Dengan aroma yang masih sama berupa sinisme pada moralitas yang melemahkan. Yang dianggap sebagai penghambat kehidupan.

Zaman bisa saja berubah. Penganjur moralitas bertahan untuk menganjurkan kebaikan dalam persfektif mereka. Penganjur dianggap sukses, jika semua nafsu manusia sukses dimatikan. Pesan yang ke-6 menjadi penutup bab tentang moralitas anti alamnya.

Persoalan Nietzsche persoalan waktu dan tempat. Persoalan ontologi dan epistemologi. Persoalan kita, persoalan epistemologi dan aksiologi.