Kondisi dunia yang seolah tenang, mendadak cemas...

Menyampaikan pernyataan sikap tentang negara-negara yang terlibat perang, itu memang tak gampang. 

Bila ingatan mundur ke belakang, maka kondisi akhir-akhir ini mirip seperti pengulangan sejarah ketika Perang Dunia Pertama (PD I) menjelang pecah, lalu berkecamuk mulai 1914 hingga 1918.

Waktu itu dunia tengah dilanda pandemi pula. Berupa flu Spanyol yang aslinya dari wabah flu dari Amerika, lalu menyebar ke Erop. Hanya pers Spanyol yang berani mengabarkan wabah mematikan itu dengan gamblang. 

Kondisi dunia yang seolah tenang, mendadak cemas setelah kekaisaran Austria-Hongaria pada 27 Juli 1914 menginvasi wilayah Serbia.

Dunia pun terbelah menanggapi serangan tersebut. Lalu mengelompok menjadi kekuatan yang siap saling serang pun bertahan dalam tatanan sebuah perang. 

Ada blok Sentral yakni; Jerman, Austria-Hongaria dan Turki-Ottoman. Sementara di sisi yang bersebrangan adalah Sekutu, terdiri dari Inggris-Britania raya, Perancis dan Rusia. Lalu keterlibatan Amerika Serikat, menjelang akhir perang.



…niatan berperang sejak awal adalah mengalahkan lawan, tak sekedar bertahan.

Perang Besar yang Mengakhiri Segala Perang

Pengelompokan dua pihak yang bertikai itu bermula dari sebuah pernyataan sikap, yang mewakili aspirasi bangsa dari negara-negara yang bertikai itu, perihal keuntungan yang bakal dipetik bila menjalani perang.

Jelas, niatan berperang sejak awal adalah mengalahkan lawan, tak sekedar bertahan. Oleh karenanya, sejak awal visi menjadi pemenang, bakal tertanam dalam-dalam bagi negara-negara yang mampu terlibat perang.

Padahal raja-raja Inggris, Rusia dan Austria yang saling bertikai itu, kenyataannya adalah saling bersaudara. Masing-masing mereka satu sama lain, terhitung sebagai sepupuan.

Tak hanya melibatkan negara-negara Poros dan Sekutu, namun juga negara-negara lainnya yang menyatakan sikap mendukung salah satu diantara kedua kekuatan tersebut, membuat PD I berkobar seru selama hampir 5 tahun di dataran Eropa.

Mendapat julukan sebagai Perang Besar, PD I yang dimenangkan oleh pihak Sekutu pun diharapkan oleh dunia sebagai perang yang mengakhiri segala perang.

Namun, dalam rentang 22 tahun-an kemudian pasca PD I, adalah Jerman yang menggagas Eropa bersatu melalui cara invasi militer. Pertama melalui pendudukan Polandia, jelang akhir tahun 1939.



…bertujuan agar Jepang bernafsu untuk segera menyerang…

Akhir Perang Menuai Kemerdekaan

Mirip dengan kasus perang dunia sebelumnya, yaitu negara mana saja yang bersikap sama dengan visi Jerman pun bergabung menjadi kekuatan Poros, yakni; Jerman, Italia dan Jepang.

Waktu itu, negara Poros yang bisa menandingi semangat Jerman, adalah Jepang, yang cita-cita menyatukan bangsa-bangsa di kawasan asia timur, menjadi Asia Timur Raya. Bahkan, hingga pendudukan ke wilayah Amerika Serikat.

Sementara Italia dalam perjalanan sejarah, ternyata paling mlempem sebagai kekuatan Poros. Tak hanya karena persenjataan Italia yang tak pernah terinovasi sejak konflik Perang Dunia I, namun juga karena kepemimpinan sang diktator Italia waktu itu.

Berseberangan dengan pihak Poros, masih bernama sama dengan saat PD I yakni; Sekutu, yang tadinya terdiri dari Inggris dan Perancis bertambah menjadi Amerika Serikat, Rusia dan Tiongkok.

Tambahan ketiga negara tersebut juga mengatasnamakan invasi sebagai penyebabnya.

Amerika Serikat terlibat karena serangan Pearl Harbor 7 Desember 1941 oleh Jepang setelah negara huruf kanji ini diprovokasi oleh suatu persekongkolan, yang belum sepenuhnya terkuak hingga kini, berupa sebuah operasi intelijen tingkat tinggi, yang bertujuan agar Jepang bernafsu untuk segera menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour.

Lalu Rusia juga bergabung dengan Sekutu, setelah Jerman melancarkan operasi Barbarossa pada pertengahan tahun 1941, yang merupakan pelanggaran oleh Jerman atas perjanjiannya dengan Rusia, untuk tak saling serang.

Adapun Tiongkok menjadi bagian kekuatan Sekutu di wilayah asia timur selatan, setelah Jepang menginvasi Manchuria pada tahun 1931, yang berlanjut menjadi peperangan Tiongkok dengan Jepang, hingga tahun 1937.

Dalam perjalanan sejarah Perang Dunia Kedua (PD II), maka tercatat bahwa keterlibatan Amerika Serikat dan Rusia lalu membuat impian Jerman dibawah partai Nazi yang berkuasa untuk membentuk Eropa bersatu, menjadi berantakan.

Di belahan lain, akibat Jepang kewalahan menghadapi serangan Amerika Serikat yang lalu juga menjatuhkan bom atom di atas kota Hiroshima dan Nagasaki pada awal Agustus 1945, maka Tiongkok pun meraih kemenangan.

Berakhirnya kemelut PD II pun menuai hikmah bagi  bekas wilayah kolonial Hindia Belanda yang direbut oleh Jepang pada awal tahun 1942, yakni berupa kumandang Proklamasi ke seluruh penjuru dunia, sebagai pernyataan kemerdekaan dari sebuah negara yang bernama Indonesia, yang disampaikan oleh wakil bangsa Indonesia, yakni Sukarno dan Hatta.



…agar bisa terangkai menjadi suatu pernyataan sikap yang tepat…

Cerminan Non Blok

Pelajaran atas perjalanan sejarah tentang PD I dan PD II tersebut adalah, bahwa tak mudah menentukan siapa teman dan siapa lawan dalam bingkai menjaga keutuhan bangsa dan negara.

Sebelum menyatakan sikap atas terjadinya sebuah peperangan yang khususnya melibatkan negara-negara besar, yang masing-masing ternyata selama ini memiliki kontribusi menguntungkan, maka perlu ditelaah mendalam. Agar bisa terangkai menjadi suatu pernyataan sikap yang tepat, yang disampaikan pada momen yang tepat pula.

Jikalaupun ternyata ada sedikit kekeliruan karena koordinasi yang kurang terjaga antara pihak yang berwenang menyusun pernyataan sikap, maka bisa disampaikan secara santun, diplomatis dan rada-rada puitis, seperti; “War, whoever win, will enhance the history."

Sebuah pernyataan yang mewakili sikap tanpa memihak, dengan menghargai keputusan negara-negara besar yang memilih jalan untuk berperang.

Tentu, sikap yang demikian memiliki konsekuensi bahwa kelak bakal memberi kontribusi penyelesaian peperangan. Baik dalam keaktifan diplomasi maupun gerakan kemanusiaan, seperti kegiatan medis palang merah, pengiriman pasokan obat-obatan, bahan makanan dan minuman, hingga pengiriman pasukan perdamaian.

Bila perlu, meneladani sikap Presiden Republik Indonesia kedua, Haji Muhammad Soeharto, yang pada 13 Maret 1995 hadir secara langsung di tengah peperangan yang sedang berkecamuk di kawasan Balkan, dalam upaya berpartisipasi menyelesaikan pertikaian bangsa Bosnia dan Serbia. 

Sebuah keteladanan sikap, atas komitmen sebagai bangsa penggagas berdirinya gerakan negara-negara Non Blok.