Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada zaman sekarang masyarakat di Indonesia tidak bisa terlepas dari situs belanja online. Turban (2008) mendefinisikan belanja online sebagai proses pembeliaan yang melibatkan transaksi antara penjual dan pembeli melalui platform digital di internet, dan dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun.
Ada banyak sekali macam-macam bisnis online di kalangan masyarakat, sebut saja seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan masih banyak lainnya. dengan adanya aplikasi- aplikasi yang telah saya sebutkan tadi, masyarakat bisa lebih mudah mencari dan memilih barang yang dibutuhkan tanpa perlu mengunjungi tempat atau toko perbelanjaan.
Sehingga dapat menghemat waktu dan energi. Dengan adanya pilihan yang ditawarkan ini masyarakat jadi lebih tertarik untuk berbelanja online dibandingkan berbelanja ke toko langsung.
Tak cukup sampai di situ saja, para owner dari situs belanja online terus berlomba-lomba dalam membuat terobosan baru, salah satu contohnya adalah paylater, apakah kalian telah mengetahui apa itu paylater? Paylater adalah metode pembayaran yang menawarkan angsuran tanpa perlu menggunakan kartu kredit, atau bisa disebut juga dengan hutang, tapi bedanya ini dilakukan secara online.
Memang benar paylater menawarkan suatu hal yang sangat menggiurkan, hal ini membuat banyaknya masyarakat yang tergiur dan terlena. Akan tetapi sistem tersebut membuat banyak masyarakat yang belum siap akan kehadiran paylater juga terpaksa ikut- ikutan memakainya.
Masyarakat seperti inilah yang biasanya terjebak dalam fenomena paylater ini. Sehingga mereka harus menerima konsekuensi, yaitu dikejar-kejar oleh debt collector yang menagih hutang mereka. Selain itu juga, karena belum mengerti tatacara dalam menggunakan paylater ini, banyak para konsumen yang salah pengertian, mereka menganggap para kurir lah yang bertanggung jawab atas barang yang dibelinya.
Hal ini dikarenakan pola hidup dari masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, sehingga dengan mudahnya mereka ikut-ikutan men check out barang tanpa pikir panjang, apalagi ada beberapa situs belanja online yang menggunakan sistem limit dalam berhutang, semakin sering para konsumen berhutang maka mereka akan mendapatkan reward dan semakin besar juga limit yang diberikan oleh situs tersebut.
Predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.
Remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme. Kenyataannya menunjukkan bahwa Gerakan gaya hidup mewah atau konsumtif ini juga dilakukan oleh kaum muda dan remaja putri.
Kenyataan lain yang banyak kita jumpai hampir di setiap daerah yaitu kecenderungan di kalangan remaja Indonesia untuk meniru gaya hidup mewah, dan perilaku yang sedang mewabah di Eropa yang negara-negara di dalamnya di cap sebagai negara-negara maju, seluruh hidupnya harus berkiblat pada Eropa. Selain itu, ada produk tertentu yang dipandang sebagai lambang atau simbol status di kalangan remaja, sehingga mempengaruhi kebutuhan dan gaya hidup mereka.
Perilaku konsumtif adalah perilaku konsumen yang tidak pernah puas dengan kesenanganya sendiri dan tidak mempertimbangkan fungsi atau kebutuhannya. Perilaku konsumtif dapat ditandai dengan adanya kehidupan yang mewah dan berlebihan serta adanya dorongan pola hidup manusia yang dikendalikan oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata.
Dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Konsumtif Dalam Membeli Barang” Endang menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat seseorang menjadi perilaku konsumtif, yaitu pembelian secara impulsive, tidak rasional, hanya untuk menjaga penampilan diri dan gengsi, rasa tidak puas dengan suatu barang dan juga pemborosan.
Selain itu ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam memutuskan pembelian, yaitu faktor internal dan eksternal. Contoh dari faktor internal ada banyak, salah satu contohnya adalah kepribadian dan konsep diri, sedangkan dari faktor eksternal seperti kebudayaan, keluarga, kelompok referensi dan kelompok sosial.
Dari adanya Indikator dan Faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu perbedaan yang mendasar adalah sudut pandang terhadap masalah kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan biasanya terkait dengan apa yang seharusnya kita penuhi, segala keperluan dasar kita untuk kehidupan.
Di dalam Agama Islam, tidak ada larangan bagi kita untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginan, selama barang tersebut berguna bagi kita. Kita juga diperintahkan untuk mengkonsumsi barang yang halal dan baik secara wajar serta tidak berlebihan.
Sebenarnya pemenuhan keinginan itu diperbolehkan saja asalkan tidak menyebabkan kemudharatan. Mengonsumsi secara berlebihan merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal tuhan, yang dalam islam disebut dengan israf (Pemborosan) atau tadzir (Menghambur- hamburkan harta tanpa adanya kegunaan).
Sebagai manusia kita harus menafkahkan sebagian harta kita untuk diri sendiri, keluarga dan fisabilillah. Mengapa demikian? Karena islam mengharamkan sifat kikir, boros, dan meghamburkan harta. Seperti yang sudah dijelaskan di dalam firman Allah, surah Al-Isra ayat 26-27, yang memiliki arti sebagai berikut.
“26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. “27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada tuhannya.