“Kapan terakhir ibu minum obat darah tinggi?” Tanya saya kepada seorang ibu paruh baya peserta pelayanan kesehatan.

 “Saya lupa dok, tapi kalau kepala saya pusing, leher tegang, saya minum obat amlodipin 5 mg satu.” Jawab ibu tersebut.

Pertanyaan yang sama hampir selalu saya lontarkan kepada kurang lebih hampir setengah peserta pelayanan kesehatan. Mereka memiliki hasil pemeriksaan tekanan darah lebih tinggi dari pada seharusnya.

“Saya takut dok! Kata saudara saya, kalau minum obat terus nanti ujung-ujungnya sakit ginjal.” Ujar seorang Bapak yang hasil pemeriksaan tekanan darahnya 180 per 100 mmHg.

Pasien di atas terakhir minum obatnya satu bulan yang lalu. Persis ketika saudaranya mengatakan kalau minum obat darah tinggi setiap hari dapat merusak ginjal. Bapak tersebut menghentikan konsumsi obat rutinnya.

Ini adalah masalah besar dalam keseharian masyarakat kita. Banyak sekali masyarakat yang mengalami penyakit tekanan darah tinggi, tetapi tidak sadar bahwa minum obat rutin adalah keniscayaan. Tanpa konsumsi obat rutin maka tekanan darah akan sulit terkontrol.

Terkadang yang lebih sulit lagi adalah mengedukasi masyarakat bahwa konsumsi obat dengan dosis yang tepat tentu saja aman untuk ginjal. Sebab tidak semua obat yang kita konsumsi dibuang ke ginjal.

Anggapan yang sangat salah bila terus menerus minum obat maka ginjal akan rusak. Sebab yang ada dalam bayangan pikiran kita bahwa ginjal bekerja membuang sisa obat yang kita konsumsi. Padahal faktanya tidak demikian.

Bila kita punya kesempatan berkunjung ke rumah sakit yang memiliki fasilitas cuci darah. Silakan coba bertanya kepada petugas di sana. Tanyakan tentang pasien apa yang paling sering cuci darah.

Petugasnya pasti akan menjawab pasien dengan kencing manis dan tekanan darah tinggi yang jarang minum obat adalah penyumbang tersebar orang yang cuci darah. Kemudian, pasien-pasien dengan gangguan atau penyakit ginjal pada urutan berikutnya.

Sebuah artikel yang terbit dalam Nature Reviews Nephrology (2020) bahkan menyebutkan bahwa jumlah orang yang harus cuci darah akan terus meningkat. Hal tersebut terkait dengan semakin meningkat jumlah populasi lanjut usia disertai dengan banyaknya pasien kencing manis dan tekanan darah tinggi.

Cuci darah dan gagal ginjal kronis adalah 2 hal yang paling dekat dengan pasien tekanan darah tinggi yang tidak mengonsumsi obat rutin. Di sisi lain, tekanan darah tinggi berserta penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya masih menjadi juara penyebab kematian bagi masyarakat dunia.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sendiri bahkan memiliki gelar “silent killer”. Istilah “Pembunuh dalam Senyap” ini tersemat kepada penyakit darah tinggi sebab pada umumnya, bila tekanan darah kita naik, tidak ada gejala yang kita rasakan.

Namun, jangan sampai kita tidak tahu bahwa tekanan darah tinggi adalah pembunuh dalam senyap. Ketika menimbulkan gejala, hipertensi mungkin menimbulkan gejala berupa sakit kepala. Namun, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah pada pasien darah tinggi tidak terkait dengan kemunculan sakit kapala.

Sayangnya, sekitar 30% pasien tidak sadar bahwa pembunuh dalam senyap terus menyiapkan rencananya dalam pembuluh darah. Mayoritas pasien baru akan sadar ketika gejala komplikasi muncul.

Penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal kronis, stroke, dan perdarahan intra serebral adalah komplikasi dari tekanan darah tinggi yang erat menyebabkan kematian. Tinjauan sistematis yang terbit pada jurnal BMJ (2020) menunjukkan bahwa hipertensi derajat 1 dan 2 terkait dengan peningkatan penyebab kematian pada orang kurang dari 45 tahun.

Jadi, bila kita sudah mengetahui mengalami tekanan darah tinggi, sudah pernah mengonsumsi obat, lalu menghentikannya, maka kita akan semakin dekat bertemu dengan pembunuh dalam senyap di tubuh kita.

Seorang pasien tekanan darah tinggi yang tidak lagi mengonsumsi obat rutin akan lebih dekat dengan tindakan cuci darah dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi obat setiap hari. Kegagalan pola pikir yang amat sulit untuk diubah. Terutama bila sudah merasa bahwa obat yang diminum bukan untuk mengontrol tekanan darah melainkan menyebabkan ginjal rusak.

Kita harus paham bahwa tekanan darah tinggi adalah kondisi yang membutuhkan konsumsi obat. Obat tersebut merupakan upaya untuk menurunkan tekanan darah. Tanpa obat, kita memang dapat memulainya dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Seperti melakukan aktivitas fisik rutin, tidak merokok, dan mengurangi konsumsi garam.

Namun, tidak banyak perubahan gaya hidup yang berhasil menurunkan tekanan darah. Bila pola hidup sehat tidak mampu mencapai angka ideal tekanan darah, maka kita butuh obat.

Tanpa konsumsi obat rutin, pasien hipertensi akan semakin dekat bertemu dengan pembunuh dalam senyap. Tanpa gejala, tiba-tiba komplikasi berat penyebab kematian muncul.

Bila bertemu dokter dalam kondisi sudah mengalami komplikasi dari tekanan darah tinggi, tentu dokter juga akan lebih sulit dalam memberikan rencana pengobatan. Berbeda bila bertemu dengan dokter pada masa tekanan darah masih dapat terkontrol.

Benar bahwa kematian hanya Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang tahu kapan akan datang. Namun, kita harus berupaya untuk mendapatkan pengobatan bila sudah mengalami tekanan darah tinggi. Bukan malah menghentikan pengobatan ketika keluarga kita menyatakan kalau minum obat rutin akan membuat ginjal rusak.

Periksakan tekanan darah secara berkala minimal 1 kali per tahun bila sudah usia dewasa. Bila tekanan darah mulai tinggi maka lakukan perubahan pola hidup sehat. Semoga kita semua terhindar dari pembunuh dalam senyap di tubuh kita.