Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyelenggarakan 2022 Multistakeholder Strategic Dialog dengan tema “Portraits of Indonesia Energy Future : Enterin the Era of Renewable Energy in Asia Pacific”. Kegiatan ini diikuti oleh beberapa pemangku kepentingan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KemenESDM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation Australia (CSIRO), ASEAN Center for Energy (ACE), LONGI Green Energy Technology dan Indonesia Coal Mining Association.

Dalam presentasi para narasumber menggambarkan kondisi saat ini di mana digambarkan bahwa dimiliki pemahaman mengenai pentingnya transisi energi ke sumber terbarukan, dan keselarasan prioritas nasional Indonesia di bidang transisi energi dengan prioritas negara-negara kawasan dan dunia internasional. Hal ini menggambarkan bahwa transisi energi adalah hal yang krusial, memiliki urgensitas yang tinggi, dan tengah menjadi sorotan.

Presidensi G20 Indonesia memprioritaskan transisi energi sebagai suatu proyek yang harus dilakukan. Transisi energi adalah upaya proses pengalihan sumber energi dari sumber yang berbasis bahan bakar fosil kepada sumber-sumber yang tidak menghasilkan emisi karbon atau jauh lebih ramah lingkungan hijau. 

Sistem energi yang berbasis bahan bakar fosil antara lain ialah seperti gas alam, minyak dan batu bara. Sedangkan sumber energi non-emisi karbon atau sumber energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari angin, matahari dan baterai lithium-ion.

Secara historis, sebenarnya transisi energi bukanlah hal yang baru dalam sejarah dunia. Pada abad ke-20, pernah dilakukan transisi dari penggunaan kayu ke batu bara. Namun, di era saat ini transisi energi memiliki urgensi yang lebih tinggi, karena hal ini dilakukan untuk melindungi planet dari risiko perubahan iklim yang drastis.

Transisi energi memiliki banyak manfaat, transisi ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendorong transfer teknologi sehingga mampu membangun keterampilan tenaga kerja atau sumber daya manusia terutama di negara-negara berkembang.

Selain itu, transisi energi ini memang dirasa tepat apabila dilakukan di Indonesia, sebab Indonesia sendiri sebenarnya memiliki potensi EBT yang cukup melimpah, diperkirakan lebih dari 3.000 GW yang bersumber dari tenaga surya, angin, hidro, panas bumi, bio energi dan energi laut. 

Indonesia sendiri telah berkomitmen dan menargetkan Net Zero Emission pada tahun 2060. Indonesia berperan dalam merumuskan Bali Common Principles in Accelerating Clean Energy Transitions (COMPACT) lewat kepemimpinan G20 tahun 2022 yang akan digunakan sebagai pedoman mempromosikan dan mendukung penerapan transisi energi.

Pada tanggal 15 November 2022, diselenggarakan KTT G20 di Nusa Dua, Bali. Presiden Joko Widodo meminta jajaran kementerian dan lembaga untuk segera menindaklanjuti kesepatakan-kesepakatan yang telah dicapai dalam pertemuan tersebut. 

Pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah pihak lainnya, melakukan mobilisasi dana hingga US$ 20 milyar atau apabila di rupiahkan setara dengan Rp 311 triliun untuk membantu berbagai proyek yang berhubungan dengan transisi energi di Indonesia. 

Kemitraan jangka panjang ini dimaksudkan untuk memobilisasi pembiayaan publik dan swasta selama periode tiga hingga lima tahun ke depan. Pendanaan ini dilakukan oleh negara G-7 untuk bisa membantu Indonesia dalam menyelesaikan proyek energi bersih. Dukungan melalui pendanaan ini juga merupakan bentuk aksi nyata negara G-7 dalam pengurangan emisi karbon.

Joe Biden memberikan janji anggaran ini bukan tanpa alasan. Alasan Joe Biden memberikan dana yang begitu besar adalah agar transisi energi menjadi ramah lingkungan dan lebih hijau dapat benar-benar terwujud serta mengurangi emisi karbon atau efek gas rumah kaca. 

Joe Biden sendiri berharap pemobilisasian dana sebesar US$ 20 miliar tersebut dapat mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi, mengembangkan jaringan energi baru dan terbarukan, serta membantu para pekerja yang paling terdampak oleh transisi energi dari batu bara. 

Selain itu, Joe Biden juga berharap dengan dana tersebut dapat membantu mempercepat target peaking date sektor ketenagalistrikan di Indonesia 7 tahun lebih cepat dan menghasilkan pengurangan emisi GRK hingga tahun 2030. 

Joe Biden juga mengklaim bahwa pihaknya berencana menginvestasikan US$ 798 juta melalui  Milennium Challenge Corporation dengan Indonesia untuk mengembangkan transportasi yang tahan terhadap iklim dan mendukung tujuan pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia.

Setelah menyepakati skema pendanaan transisi energi atau Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership / JTEP), rencana investasi dan detil-detil mengenai PLTU mana yang akan dipensiunkan dini masih dirancang dan akan dirampungkan hingga 6 bulan ke depan. Untuk itu proyek ini harus dipastikan berjalan dengan transparan dan partisipatif agar tidak mencederai prinsip utama kerja samanya yaitu berkeadilan.

JETP akan dimanfaatkan untuk menyokong pemensiunan dini PLTU batu bara di Indonesia serta investasi di teknologi dan industri energi terbarukan dengan catatan tetap menganut prinsip-prinsip yang mendasari perumusan skema JTEP di mana tidak menjadi suatu pembenaran apabila rencana negara tetap bergantung pada pembangkit berbahan bakar batu bara.