Perihal makna yang tersirat bahwa bentuk bumi itu tak sepenuhnya bulat, bisa termaknai dalam surah ke-15 Al Quran; Al-Hijr.
Dalam surah tersebut mulai ayat ke-19, hingga ayat ke-25, maka tersurat Kalam-KalamNya tentang kejadian alam semesta. Pada ayat ke-19, disebut kata 'menghampar', yang bisa menyiratkan bahwa bentuk bumi yang tak sepenuhnya bundar.
Dalam hal ini, maka penulis pernah mengulas dalam tulisan berjudul Menengahi Paham Bumi Bulat dan Bumi Datar.https://www.qureta.com/next/post/menengahi-paham-bumi-bulat-dan-bumi-datar
Lalu dalam ayat-ayat tersebut di atas, Tuhan juga menyebut 'Kami', yang menunjukkan bahwa Dia melibatkan sistem.
Dengan demikian, dalam menciptakan alam semesta, bentuk bumi, putaran benda-benda langit, jalan hidup manusia, peran setan-setan yang diijinkan untuk selalu menggoda manusia hingga akhir waktu nanti dan lain sebagainya, dalam konteks menciptakan lalu mengatur, maka Dia melibatkan para malaikat, para utusan, yaitu nabi dan rasul, hingga satu kitab nyata, atau yang disebut kitabul mubin, yakni Lauh Mahfuz.
Sejak itu, tak mudah menjadi manusia.
Iblis dan Setan Agen Godaan
Perihal KalamNya yang memberi ijin kepada iblis, yang meski diusir dari alam surga lalu senantiasa menggoda manusia agar meniti jalan keburukan, hingga tiupan sangkakala pertanda hari kiamat berkumandang.
Pada titik ini, bagi sebagian orang mungkin bakal bertanya-tanya mengapa Dia memberi kebijakan tersendiri kepada iblis termasuk anak cucunya, para setan, agar menjerumuskan manusia.
Padahal jelas-jelas, iblis telah menolak perintahNya. Merasa terbuat dari nyala api panas, iblis tiada pernah sudi untuk bersujud di hadapan manusia karena dia menganggap manusia hanyalah makhluk lemah yang terbuat dari tanah. Sebaliknya, bahkan para malaikat yang terbuat dari cahaya pun tunduk mematuhiNya, mereka sudi bersujud di hadapan manusia.
“Baiklah, maka sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan. Sampai hari kiamat yang ditentukan.” Jawab Tuhan meluluskan permintaan iblis.
“Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan kejahatan terasa indah bagi mereka di bumi. Dan aku akan menyesatkan mereka semuanya.” Sungguh rangkaian kata-kata yang menjadi komitmen bagi iblis dan setan-setan keturunannya, yang berlaku hingga akhir jaman.
“Kecuali hamba-hambaMu yang terpilih di antara mereka.” Sambung iblis berusaha menyisakan ruang kebaikan, mengalah agar permintaannya dipertimbangkan oleh Tuhan.
“Ini adalah jalan yang lurus menuju kepadaKu. Sesungguhnya kamu iblis, tidak kuasa atas hamba-hambaKu. Kecuali mereka mengikutimu, yaitu orang yang sesat.” Demikian Tuhan mengakhiri perbicanganNya dengan iblis. Dia meluluskan permintaan iblis, sekaligus mengusirnya dari alam surga dengan menanggung kutukan.
Lalu, iblis beserta setan pun berkeliaran dengan bebas di dalam bumi, selalu menggoda manusia agar luruh keimanannya, mengingkari perintah-perintahNya, hingga tak mengakui keEsaanNya. Dampaknya adalah manusia-manusia yang berbuat kerusakan, membahayakan keselamatan sesama manusia beserta alam lingkungan hidup di dalam bumi.
Sejak itu, tak mudah menjadi manusia. Berlaku tatanan baku bagi manusia saat berkehidupan di bumi, yakni Tuhan tiada henti menguji, beriring dengan setan yang senantiasa menggoda.
Apalagi dengan ketetapanNya tentang sesiapa saja yang menjadi beriman atau siapapun yang tersesat, semua telah menjadi kehendakNya.
Tambah mumet menjadi manusia, ternyata.
…adalah tempat yang sangat nyaman di alam akhirat, kekal selamanya.
Ikhtiar Meraih Kemuliaan
Hai! Bangun peragu!
Coba simak Kalam-KalamNya yang melengkapi kerangka berpikir bahwa mengapa manusia selalu dihadapkan pada pilihan untuk bertakwa kepadaNya atau terjerumus dalam kenikmatan semu rayuan setan.
“Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga, taman-taman dan di dekat mata air yang mengalir.” Tuhan melanjutkan FirmanNya, setelah iblis hengkang.
“Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman.” Ajak Tuhan bagi manusia-manusia yang bertakwa, selalu takut akan makna kehadiran Tuhan dalam mengatur segala isi alam semesta.
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka. Mereka merasa bersaudara, duduk berhadapan di atas dipan-dipan.” Dia pun menjamin bahwa pilihan untuk menjadi bertakwa, mensyukuri segala ujian dari Tuhan dan menjauhi godaan-godaan setan, adalah tempat yang sangat nyaman di alam akhirat, kekal selamanya.
Sebaliknya, bagi manusia yang berbuat kerusakan di permukaan bumi, menistakan sesama manusia beserta lingkungan hidupnya karena memilih jalan iblis dan setan, maka Tuhan pun tiada ragu menetapkan siksaan bagi mereka. “Dan sesungguhnya azabKu adalah azab yang sangat pedih.”
Memaknai Kalam-Kalam Ilahiah tersebut, maka betapa dibalik tatanan Tuhan menguji, beriring setan menggoda dalam kehidupan manusia, yang berlaku sejak nabi Adam dan sang istri, Hawa, sejak mereka tercipta dari tanah lumpur lembek kehitaman hingga tergoda oleh bujuk rayu setan, mendekati pohon berbuah terlarang, lalu mereka berdua mendapat perintah mutasi dariNya, berpindah dari alam langit surga guna turun menuju ke bumi, sejatinya bagi manusia menyiratkan pesan agar senantiasa berikhtiar dalam meraih kemuliaan.
…dari waktu ke waktu menjadi kerangka berpikir bagi orang-orang yang beriman…
Berhikmah Pada Perbukitan di Negeri Tsamud
Kalam-Kalam Ilahiah dalam Quran memang menyiratkan bahwa Tuhan memilah makna-makna FirmanNya, yang termaknai sebagai KeEsaanNya, maka Tuhan menyebut 'Aku'.
'Aku', bukan 'Saya'. Karena, kata saya bisa berkesan merendah, menghamba.
Dengan demikian pula, apabila Tuhan menunjukkan bahwa, misal, alam semesta ini mulai kejadian awal hingga akhir diciptakanNya sangat teratur, maka Dia menyebut 'Kami', yang berarti Dia memiliki sistem.
Dalam surah-surah lainnya, Tuhan juga berfirman bahwa perihal bumi yang terhampar.
Apakah itu metafora sebagai karunia bagi manusia, atau menyiratkan bahwa bentuk bumi sejatinya mendatar, maka itu semua menjadi ajakan bagi orang yang berserah diri, yakni orang muslim, agar berpikir.
Selebihnya, dalam surah Al-Hijr disampaikan kisah tentang kedatangan malaikat-malaikat yang bertamu ke rumah nabi Ibrahim AS, mereka hendak mengabarkan kabar gembira tentang akan karunia seorang anak salih, yang kelak bernama Iskak, seorang nabi.
Lalu, dalam surah yang berarti sebuah nama gunung di negeri Tsamud ini, disampaikan pula bagaimana berkesudahannya orang-orang terdahulu yang berbuat ingkar, seperti kaum Luth, kaum Tsamud, yang kemudian mereka binasa karena azabNya.
Dia pun tetap membuat sisa-sisa kebinasaan mereka tetap bisa dimaknai oleh manusia-manusia pada generasi selanjutnya.
Agar, dari waktu ke waktu menjadi kerangka berpikir bagi orang-orang yang beriman, bahwa segala sesuatu ciptaanNya selalu termaknai sebagai karunia, lalu memicu perbuatan amal salih sebagai keteladanan.
Sebuah makna betapa alam semesta beserta isi dan perjalanan waktu didalamnya, sama sekali bukanlah kesia-siaan.
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Dan Kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Demikian Tuhan menetapkan betapa manusia adalah makhluk ciptaan paling mulia, tersurat dalam surah ke-17, Al Isra’, ayat ke-70.
Jelas, bahwa makna akan terciptanya alam semesta beserta segala isinya dalam bingkai putaran sistem Ilahiah, adalah anugerah bagi manusia semata.
Sehingga, mensyukuri apapun ujianNya, lalu menghadapinya dengan sedapat mungkin menjauhi godaan setan, adalah sebijak-bijaknya pilihan.
Bahan bacaan penginspirasi tulisan;
- Quran Surah ke-15, Al-Hijr
- Quran Surah ke-17, Al-Isra