Manusia adalah zoon politicon. Ia juga memiliki kodrat sebagai makhluk sosial. Kodrat tersebut menuntunnya untuk menjalani hidup bersama dengan sesama. Maka tak heran apabila manusia akan selalu bertemu dengan manusia lainnya, yang beragam dan memiliki latar belakang yang berbeda. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia adalah negara kesatuan dengan jumlah penduduk yang banyak. Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia juga menunjukkan keberagaman bangsa Indonesia, sebab penduduk Indonesia terdiri dari beragam suku dan kebudayaan. Bukan hanya suku dan kebudayaan, keberagaman Indonesia juga terletak pada agama, ras, kebiasaan, dan bahkan golongan masyarakat. Keberagaman tersebut menjadi suatu warna dan tantangan dalam hidup bersama sebagai satu bangsa.
Sebagai suatu bangsa yang memiliki keberagaman dalam berbagai bidang, diperlukan suatu dasar atau sistem politik (ideologi) yang mampu menjadi payung bagi keberagaman itu. Ideologi yang dipilih tentunya bukan ideologi yang hanya mencangkup satu bagian saja, melainkan mampu menaungi atau menjadi atap bagi keberagaman itu secara menyeluruh. Dalam hal ini, Pancasila menjadi dasar atau falsafah negara yang mampu menjadi payung keberagaman Indonesia. Pancasila menjadi suatu sistem politik bersama di tengah keberagaman. Mengapa demikian?
Sejak semula, Pancasila menjadi kompromistis untuk mengakomodasi keanekaragaman ideologis yang dilematis dari para pemimpin Indonesia menjelang kemerdekaan, yang sekaligus mencerminkan keanekaragaman Indonesia yang mensyaratkan toleransi. Pancasila menjadi falsafah bangsa ini, yang sekaligus menjadi sendi-sendi berdirinya bangsa Indonesia.
Sebagai suatu falsafah atau dasar negara, Pancasila memberikan pedoman bagi masyarakat yang beragam untuk berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila menjadi pandangan hidup yang jelas bagi masyarakat, tidak peduli apapun agama, ras, budaya, maupun status sosialnya. Dengan demikian, Pancasila dapat menjadi payung bagi keberagaman bangsa Indonesia.
Selain itu, Pancasila menjadi payung keberagaman Indonesia karena Pancasila relevan dengan Indonesia, terutama karena dua alasan. Pertama, karena dia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga mengharuskan ketaatan bagi lembaga-lembaga negara dan tentunya rakyat Indonesia. Kedua, karena dia menaungi kompleks kehidupan masyarakat Indonesia yang kental dengan keanekaragaman.
Apabila dilihat lebih jauh, alasan kedua menunjukkan suatu perjuangan atau arah untuk memayungi keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kebudayaan-kebudayaan ke bawah naungan satu atap kenegaraan yang modern. Akan tetapi, Pancasila memang akan selalu rawan dengan gonjang-ganjing dan kritik maupun krisis. Hal ini karena masyarakat yang beragam itu selalu dinamis.
Keanekaragaman masyarakat, yang didasarkan oleh berbagi perbedaan dan keberagaman, tentunya akan sangat memungkinkan timbulnya konflik dan perselisihan. Oleh sebab itu, Pancasila, sebagai dasar dan pedoman hidup bersama, diharapkan mampu menjadi payung yang bisa menjangkau semua orang dengan memberikan pandangan hidup, nilai-nilai luhur, pedoman hidup, norma, hukum, dan aturan dalam berperilaku yang sama.
Pancasila yang merupakan falsafah dasar berbangsa, yang disarikan dari falsafah hidup dan karakter bangsa Indonesia, menjadi pengikat kebangsaan. Pancasila bukan hanya sebagai suatu nilai abstrak yang mengambang, tetapi nilai yang membumi dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan, sehingga keberagaman itu bukanlah perbedaan yang membatasi, melainkan hal yang saling melengkapi dalam persatuan, kesatuan, dan kemajuan bangsa Indonesia. Sebagai suatu nilai, Pancasila perlu untuk dibumikan dalam arti diterapkan dalam kehidupan bersama, sebagai suatu sistem politik hidup bersama.
Meskipun demikian, tidak semua orang bisa menjalankan dan menghayati hidup bersama seturut Pancasila. Munculnya berbagai ideologi radikal dan ekstrem menunjukkan bagaimana Pancasila masih belum sepenuhnya mampu menjamin kehidupan bersama dalam masyarakat. Pancasila akan menjadi irrelevan kalau ia hanya basa-basi saja.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya perwujudan nyata melalui berbagai sistem politik hidup bersama yang seturut dengan Pancasila, misalnya dengan membuat aturan yang tidak menyimpang dari nilai-nilai dalam Pancasila. Pancasila akan tetap mampu menjadi payung apabila ia memang dapat diterapkan dengan baik dalam hidup bersama sebagai satu bangsa.
Dengan demikian, Pancasila, sebagai payung keberagaman bangsa, hendaknya mampu diimplementasikan sebagai suatu sistem politik hidup bersama secara konkret. Pancasila hendaknya dihidupi dan dihayati sebagai suatu pedoman dalam hidup bersama di tengah keberagaman.
Memang ada banyak tantangan yang dihadapi, termasuk munculnya berbagai ideologi radikal dan ekstrem yang bertentangan dengan Pancasila. Akan tetapi, tantangan tersebut menjadi suatu semangat untuk memunculkan dan menghidupkan kembali semangat Pancasila dengan mengimplementasikan sila-sila secraa konkret.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya dengan memberikan kesempatan setiap orang untuk memeluk agama dan menghargai orang dengan agama lain. Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, misalnya dengan menjalin relasi dengan siapa saja tanpa memandang ras, suku, agama, dan kemampuan seseorang.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, misalnya dengan sikap saling menjaga keutuhan NKRI dan bergotong-royong. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dengan melakukan musyawarah dalam penentuan keputusan bersama. Dan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dengan menjunjung nilai keadilan antara sesama manusia.