Assalamualaikum.wr.wb.

Salam baik untuk orang-orang baik, salam baik untuk tempat yang baik, dan salam baik untuk semua hal-hal baik.

Eitss jangan lupa di jawab salamnya!!

Semoga kita tidak dalam keadaan yang baik-baik saja, sehingga kita menjadi manusia yang selalu berproses karena tidak merasa baik-baik saja, dan semoga kita bukan manusia yang selalu merasa dilindungi Tuhan agar senantiasa kita selalu meminta perlindungan-Nya. Aamiin....

Kita ngopi bareng yuk! Buat dulu kopinya dan duduk di tempat yang paling nyaman. Sebelumnya saya minta maaf jika mengganggu kalian yang sedang tiduran, tapi saya bilang "duduk di tempat yang paling nyaman", karena menurut saya jika ngopi sambil tiduran itu tidak etis dan takut kalian kesiram juga, panas soalnya heheh.

Langsung aja yuk. Jadi gini, saya hanya mau sedikit cerita tentang seorang pria tua yang sangat perduli dengan keselamatan orang banyak. Kalian dengarkan saya bercerita tapi saya bercerita lewat tulisan ini, gimana? Mau? Alhamdulillah kalau kalian mau. Eh kayaknya udah ngalor-ngidul nih, anggap aja yang di atas itu hanya kata pengantar!!

Beberapa waktu lalu, saya berjalan lebih jauh dari biasanya. Saya berjalan melawan egoisme yang selama ini tertanam di dalam pikiran. Ternyata saya kerap terjebak dengan persepsi-persepsi yang menumpuk di kepala. Anehnya, kumpulan persepsi ini menjelma menjadi suatu kebenaran. Kebenaran yang semu. Namun, saya masih saja meyakininya, yang jelas-jelas bukan kebenaran yang saya harapkan.

Setelah melakukan sebuah perjalanan, saya tersadar bahwa terdapat berjuta-juta pandangan di dunia ini. Oleh sebab itu saya berjalan. Saya berjalan tanpa ragu dan bimbang, bahkan tanpa tujuan. Kenapa sih saya berjalan, ada motor kok cape-cape jalan? Padahal katanya jalanan itu keras, katanya juga orang-orang sudah tidak waras. Tapi, eh ada tapinya nih. Dibalik itu semua saya merasa bebas, dan saya dapat memandang secara luas.

Ketika saya sedang berjalan di daerah Ciseeng, tepatnya di perempatan tanpa lampu merah. Waduh gimana tuh perempatan tanpa lampu merah, ribet banget kan pasti? Apalagi manusia memiliki sifat alamiah yang tidak mau mengalah, entah itu datang dari mana. Pasti akan lebih besar tingkat kecelakaannya, bahkan sampai memakan korban, aduh serem. Mudah-mudahan tidak ada, dan alhamdulillah-nya di tengah perempatan itu saya melihat ada seorang pria tua yang berdiri tegak seakan menggantikan lampu merah.

"Ah dia kan hanya tukang parkir, dia juga kan lagi cari duit". Stigma saya yang seketika menjadi tamparan karena berbeda dengan kenyataannya.

Karena kaki ini sudah teriak untuk berhenti sejenak, Oke sip. Saya duduk dan meluruskan kaki yang bawel ini. Sekalian liatin si lampu merah berjalan "Pak Tua" yang sedang memainkan alunan musik dari periwitan yang ada di bibirnya. "Priiiiiit... Priiiiit.... Stop, yak terus" Katanya.

Ketika saya sedang meluruskan kaki yang bawel ini, Ia datang, dan duduk di samping saya. Awalnya saya bingung "ngapain nih si bapak?" Dalam hati bicara sendiri.

Saya duduk di samping gelas kopi berbahan plastik, dan kopi yang ada di dalamnya, sudah adem sepertinya. Ternyata saya terlalu cepat menilai. Bahwa, Bapak itu datang tidak untuk menghampiri saya, melainkan kopi yang ada di samping saya itu adalah miliknya.

Ia bertanya kepada saya "dari mana dek?". Kemudian saya jawab "dari rumah pak, rumah saya di daerah Pamulang". Bincang-bincang sedikit ngalor-ngidul.

Di ujung obrolan, saya menanyakan jumlah pendapatannya yang dari pagi sampai malam berdiri di tengah perempatan itu.

Dia jawab "Sebenarnya tujuan utama saya di sini itu tidak untuk mencari duit dek, tapi jika ada yang memberi alhamdulillah mungkin itu hanya bonus, lagi pula di sini banyak truk-truk angkutan tanah yang sering sekali mengalami kecelakaan. Apalagi ini kan perempatan dan tidak ada lampu merahnya, di tambah sifat manusia yang tidak mau mengalah. Jangankan untuk orang lain bahkan demi keselamatan diri sendirinya pun tidak peduli. Itu yang mendorong saya untuk mampu berdiri berjam-jam hanya khawatir dengan keselamatan orang lain".

Setelah mendengar jawaban yang ia berikan, saya hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih Pak. di tambah dalam hati "atas nama orang-orang yang kau cintai hehe".

Sejak saat itu, saya tersadar. Bahwasanya perbedaan dalam bentuk apapun bukanlah sebuah halangan dalam mewujudkan perdamaian dan kebaikan. Mungkin keyakinan boleh berbeda, ideologi boleh berbeda, genre musik dan film boleh berbeda, hobi juga boleh berbeda, apalagi jalan kehidupan, boleh berbeda. Namun, hati menyatu dalam cinta.

Membangun kesadaran bersama, bahwa hidup bukan tentang diri sendiri, ada orang lain yang harus kita perhatikan. Bukankah itu hakikat manusia sosial?  

Cukup sekian, saya ucapkan terima kasih. Jangan kapok yah untuk mendengarkan curhatan saya. Ambil positifnya buang saja negatifnya.

Wassalamualaikum.wr.wb.