Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya sebuah permasalahan. Sadar atau enggak dengan refleks kita menceritakan ke orang di sekitar kita atau bahasa anak zaman sekarang adalah ‘orang untuk tempat berpulang’. 

Secara umum manusia memiliki dua tipe jenis yang berbeda, ada yang terbuka ada juga yang tertutup. Maksud dari terbuka di sini adalah menceritakan permasalahan yang sedang dialami ke orang-orang yang ia percayai. 

Sedangkan maksud dari yang tertutup ini adalah orang yang memiliki kepribadian lebih fokus dengan pikiran, suasana hati, dan perasaan secara internal jadi hanya dia seorang saja yang mengetahui apapun yang dirasakan. 

Seorang individu pasti memiliki masalah tanpa terkecuali karena Tuhan telah memberikan ujian untuk hambanya baik dari hal sepele seperti sandal putus, putus cinta hingga hal yang serius seperti jatuh dari motor, bahkan bencana alam sekaligus.

Terkadang dengan masalah- masalah yang diberikan membuat kita menginginkan untuk tidak merasakannya sendiri minimal membagikannya kepada orang sekitar walaupun sebatas bercerita.

Pasti kalian juga seperti itu kan? "hei besty tau gak aku habis putus sama Rio." Ini contoh salah satu pengungkapannya. 

Ada tipe individu yang dari hal penting hingga tidak penting diceritakan ke orang yang sekiranya sudah ia percaya, baik itu orang tuanya, saudaranya, temannya, sahabatnya bahkan pacarnya sekalipun. Kalian merupakan tipe individu seperti itu bukan? "Tau gak yank banci di dekat kampus ternyata tetangga aku." 

Di sisi lain ada individu yang lebih menyukai untuk memendam apa yang sedang seorang individu tersebut rasakan.

Banyak faktor yang mempengaruhi seorang tersebut untuk memendam, diantaranya adalah tidak menginginkan orang-orang untuk mengetahui perasaannya karena itu merupakan sebuah privasi kata salah satu teman kuliah saya. 

Menurut survei teman SMP, rata-rata mereka yang memiliki tipe tidak suka bercerita memiliki alasan tidak menginginkan orang yang kita bagi ceritanya menambah bebannya. 

Semua orang pasti memiliki masalah masing-masing jadi enggan untuk bercerita sehingga mereka berpikir memendam lebih baik. 

Tidak hanya itu sebagian mereka takut jika bercerita malah dijadikan bahan orang untuk berjulid. Sehingga orang-orang takut untuk membagikannya. 

Tapi coba deh kita pikir bareng-bareng kalau seorang individu tadi lebih suka menahan atau bahasanya memendam, apa tidak akan mengganggu kesehatan mentalnya? kejiwaannya? jika terlalu keseringan.

Contoh nyata, si A dia dapat kesempatan untuk mengikuti SNMPTN (masuk perguruan tinggi jalur rapor) tetapi dia gagal dan tidak membagikan ekspresinya sedikitpun ke orang padahal pada saat itu si A lagi sedih-sedihnya. Namun si A ingin tetap terlihat tegar. 

Selanjutnya si A tidak putus asa, ia mengikuti SBMPTN (masuk perguruan tinggi jalur tes). Ya hasilnya ia gagal lagi di sini dan tetap tegar, tidak membagikan ekspresinya kepada orang lain sekalipun. Lagi-lagi si A pendam. 

Lanjut lagi si A mengikuti jalur mandiri. Namun Tuhan belum mengizinkannya juga. Si A tidak lolos. Hal ini membuat si A merasa sedih banget. Sudah banyak kesedihan yang dia tampung sendirian. Apa itu tidak akan merusak mentalnya? 

Menahan kesedihan dengan menutupinya karena orang lain ingin tahu bahwa kamu kuat ataupun menghindari rasa malu itu memanglah hal yang wajar. Itupun kalau kamu ikhlas dan tabah dengan semuanya yang terjadi. 

Namun jika kamu tidak mengikhlaskan kejadian itu, apa tidak membebani psikis mu? luapin aja sekali-kali ke orang terdekat jika kamu tidak menginginkan semua orang tahu dengan permasalahanmu. Bisa lah dibagi sedikit dengan keluarga. 

Tidak melulu permasalahan menyedihkan, sikap memendam amarah itu juga bisa mengganggu kesehatan mental loh. Hal ini sering banget disepelekan orang-orang. Gangguan yang menyerang kesehatan mental ini bisa meningkatkan rasa cemas hingga depresi kalau kalian belum tahu. Sangat menyeramkan bukan?

Lebih baik ceritakan kepada sekitar jika takut kelepasan dan berakhir durhaka ke orang tua bisa ceritakan kepada teman dekat, sahabat, atau pacar. "Hih aku kesel banget sama si C aku terus yang kerja padahal ini tugas kelompok," seperti itu contohnya. 

Dengan begitu orang yang kita ajak bicara pasti akan memberikan kita feedback baik itu dengan cuma didengarkan, memberikan saran, bahkan memotivasi untuk diri kita sendiri yang pastinya lagi butuh dorongan dari belakang. 

"Aku sudah mencoba terbuka dengan orang yang aku percayai tapi responnya tidak sesuai yang aku harapkan, dia mendengarkan ceritaku tidak serius, dia sambil bermain hp jadinya aku malas untuk bercerita dan lebih baik aku pendam saja."

 "Aku juga malas bercerita karena setiap aku bercerita pasti selalu dibanding-bandingkan ceritaku dengan ceritanya." 

"Aku juga gak mau berceritalah nanti ujung-ujungnya cuma dibuat bahan gosip."

Keluhan seperti itu yang sering dirasakan teman-teman saya yang lebih suka memendam. Tapi kita bisa loh cari alternatif lainnya. 

Kita manfaatkan saja teknologi zaman sekarang yaitu ada aplikasi yang namanya 'telegram'. Di telegram sendiri memiliki fitur anonymous chat jadi kita bisa chattingan dengan orang yang tidak kita kenal dan tentunya beragam sifatnya. 

Dengan fitur ini kita bisa meluapkan semuanya di situ. Tidak hanya satu orang saja yang menanggapi tapi banyak orang bisa menanggapi dan tentunya beragam pula feedback yang mereka berikan kepada kita. 

Jika tidak cocok dengan tanggapannya bisa kok di skip jika cocok ya lanjutkan. Tidak semua orang di bumi ini jahat pasti ada yang baik. 

Seseorang yang mengalami gangguan mental tidak akan terlihat bahwa dirinya sedang menderita, so penting bagi kita untuk tidak menganggap remeh kesehatan mental.