Pasti akan banyak perdebatan yang akan lahir pada tulisan ini. Tapi sebenarnya hal itu adalah alasan yang membuat tulisan ini mengandung senyawa yang memabukkan. 

Karena tulisan ini adalah sebuah manifestasi pikiran yang telah keropos oleh kenyataan hidup manusia yang berwatak 'hewani' yang mencoba menyengsarakan pikiran pada kandang logika yang kosong bunyinya dan terjangkiti oleh sebuah kesakitan neuron otak yang telah putus oleh nilai kemanusiaan.

Pertama dan utama, keadaan dunia dalam tempo yang sesingkat-singkatnya pada masa lalu masa depan dan masa akan datang adalah sebuah perjalanan dunia yang tidak terlalu konstan. Yang selalu menitikberatkan sebuah garis bujur waktu konflik dunia adalah sebuah titik cerah sebuah kehidupan, yang pada dasarnya mampu menganalisis sebuah pertentangan pada akhir hayat seorang manusia. 

Sebut saja manusia pada Fase "Komunal Primitif" yang di mana manusia hanya mampu menerobos pikiran 'kebinatangan' dan konflik huru-hara.

Tapi entahlah, hanya waktu yang dapat membenarkan itu, bahwa manusia adalah makhluk masa lalu yang coba diciptakan untuk mengacaukan masa sekarang dan akan datang. 

Dan kalaupun itu terjadi secara berkala, hewan akan menjadi sebuah kelas baru, kelas yang lahir bukan karena penciptaan secara metafisik, melainkan secara kimiawi dan mampu memimpin sebuah kontur hidup baru yang berkesan semiotik dan berperikemanusiaan.

Aku tak ingin mengatakan bahwa hewan adalah kelas baru. Tapi secara histori futuristik, mereka adalah kekuatan kolektif baru yang pada akhirnya akan mampu menguasai zaman 'Paleolitikum Abad 30.' Di mana manusia akan merasa seperti hewan yang diajari untuk menciptakan kelas yang saling berkelahi, kelas yang paling maju dari kelas apa pun. 

Dan dipastikan dari segala hal, mereka adalah perwujudan yang berdialektika dari kekuatan yang tidak dapat didamaikan yang pada akhirnya menghasilkan dunia yang sejahtera.

Olehnya, untuk menanggulangi hal itu, kita harus kembali ke masa di mana manusia adalah sebuah kelompok belajar, yang selalu mengajarkan perihal kebenaran yang tidak datang dari modal kedurhakaan sebuah jabatan dan uang. Apalagi didukung oleh wajah yang begitu semrawut nakal, yang terkesan memberikan sebuah kemunafikan dalam menerjemahkan sebuah ilmu pengetahuan. 

Dan pada akhirnya Ilmu itu akan menjadi irisan yang begitu lembut dalam menafsirkan sebuah sikap parsial tentang kehidupan dari segala hal yang menyeramkan.

Berikutnya, keanehan bukan terjadi pada sebuah konstalasi penghubung sejak pertama kali bumi diciptakan. Tapi, hal ini adalah sebuah "antitesis" yang sama sekali tidak memberikan dorongan untuk menggauli begitu banyak 'homo sentris' yang kadang-kadang secara omong kosong memberikan doktrin kemapanan kepada kelompoknya.

Satu hal yang harus digaris adalah manusia abad 21 merupakan sebuah garis pecah yang tidak bisa dapat disambungkan dengan dimensi waktu mana pun, karena ruang dan waktu yang dirajut dalam persatuan algoritme modern tidak akan mampu menerjemahkannya, apalagi berada pada satu putaran yang tidak bisa dikerjakan dengan penuh kekakuan ilmu pengetahuan, yang terjadi hanyalah kepalsuan ilmu pengetahuan.

Entah benar atau tidak, itu adalah sebuah kebenaran, merasakan sesuatu yang begitu ilmiah dan terinvestigasi secara konsisten, dan diperkuat oleh tahapan riset dari beberapa pakar kosmologi. 

Tapi, terlepas situ, banyak pandangan yang liberal mengatakan bahwa sains abad 21 memberikan ajaran yang begitu memabukkan, memajukan perspektif berpikir tapi mandul dan tak beranak pinang. Buktinya, Stephen Hawking dan Einstein adalah guru yang tak bisa di sebut 'The Father of Knowledge'.

Sehingga pada kesempatan kali ini manusia akan terkesan mundur pada abad 21, karena sejatinya saintifik dan ragamnya yang berbeda mendapatkan penolakan yang begitu mencolok dari 'Antropoligi Linier Kosmologi'. 

Bahkan mereka menggambarkan kesenjangan ilmu pengetahuan dan mencoba menegasikan sebuah teori mekanika kuantum yang pada dasarnya memberikan sebuah keluwesan bagi setiap pemikir barat dan timur. Entah itu sebuah senggama yang begitu menakutkan atau tidak, pada akhirnya ilmu pengetahuan hanya akan menemui fase terburuknya.

Dan satu hal yang harus dipercayai bahwa: bagaimanapun bentuknya, siapa pun pakarnya: semua yang lahir dan saling menghancurkan adalah kesalahan dari gerak kuantum yang ditafsirkan dengan teori yang begitu nakal, bahkan bisa menyengsarakan sebuah perspektif hidup pada agenda keniscayaan. 

Sehingga apa pun itu, abad 21  adalah sebuah gerak kosmologi yang terjadi dari pertikaian akal pengetahuan yang tak ujung usai.

Dan pada akhirnya kita tidak dapat memberikan asumsi yang begitu menggairahkan atau menelanjangi segala bentuk pemikiran orang. Tetapi, pada intinya, segala hal yang begitu asyik lahir dari gerak yang tak terlihat. 

Seperti sebuah angin yang tanpa sebuah visualisasi mampu memberikan sebuah kehidupan. Olehnya: itu merupakan alasan kuat bahwa hidup adalah sebuah keniscayaan yang tidak pernah lekang oleh waktu.

Apalagi waktu yang diberikan hanyalah sebuah potongan sejarah untuk membohongi makhluk lemah dan apa adanya. Yang pada akhirnya abad 21 adalah sebuah pembunuhan antarras dan bangsa. Bahkan pemerkosaan adalah makanan sehari-hari yang tidak akan pernah mati oleh kutukan manusia dan tuhan. 

Olehnya, marilah kita berdoa agar terhindar dari ilmu pengetahuan yang menjangkiti manusia.