Kondisi Indonesia jika dilihat dari kacamata orang awam, maka yang tertangkap oleh lensa kacamata tersebut ialah kemunduran, bahkan tragisnya hampir di ambang kehancuran. Penegakan hukum yang kacau balau, integritas para pejabat dan pemegang kewenangan yang sudah tak lagi suci, kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik dan kondisi pendidikan yang belum juga membuahkan hasil baik, semisal meningkatnya tingkat literasi masyarakat Indonesia.
Kondisi ini akan terus seperti ini – tidak membaik, jika masyarakat – yang di dalam nya terdapat kaum intelektual, pemerintah, pengusaha dan rakyat biasa, masih terus menggunakan pola komunikasi yang sama seperti saat ini. Konten nya selalu bernada sinis serta pesimis.
Pola komunikasi menjadi penting dalam perkembangan sebuah peradaban atau dalam istilah yang lebih singkat ialah “Narasi”. Artinya bahwa maju atau tidaknya sebuah peradaban bergantung pada Narasi yang disampaikan, hal ini seperti yang disampaikan oleh Foucault menurutnya “Wacana menghasilkan kekuatan yang memperkuat, tetapi juga bisa menghancurkan, membuat rapuh dan memungkinkan untuk menggagalkan” (Foucault, 1978).
Istilah yang dipakai oleh Foucalt agak sedikit berbeda, namun memiliki makna yang sama. Sebenarnya kekuatan narasi dapat menjadi kunci kemajuan untuk segala hal, baik itu memperbaiki sebuah organisasi, perusahaan, ataupun kelompok masyarakat tertentu, sebab menurut pengamatan penulis – melihat, mendengar, merasakan, mengalami dan membaca, bahwa bergerak kemana sebuah Negara, organisasi, kelompok masyarakat bahkan sebuah peradaban sangat bergantung pada jenis narasi seperti apa yang dikonsumsi tersebut.
Hal ini juga dibenarkan oleh sebuah teori yang menyatakan bahwa Lingkungan sangat memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku, mengapa? Sebab “Lingkungan” merupakan salah satu gelanggang bertarung nya narasi-narasi.
Pada tulisan kali ini Penulis hanya ingin menyampaikan dua poin, yakni sebagai berikut; Pertama, “Kehilangan Narasi”, penulis ingin Membenarkan apa yang disampaikan oleh Foucalt dengan melihat apa yang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini.
Artinya kemunduran bangsa ini dikarenakan “kehilangan Narasi”, kehilangan bukan dalam pengertian hilang secara menyeluruh namun Narasi yang baik bagi sebuah bangsa, Narasi pasti selalu ada, namun perang narasi yang terjadi di berbagai media sosial hanya berisi saling hujat-hujatan, kritik-kritik mengandung kebencian dan tak mengenal nilai (yang penting Viral, gass), pesimisme yang keluar dari mulut para Intelektual.
Penulis tidak bermaksud untuk melarang, sebab itu merupakan Hak mereka. Namun bahayanya yang terjadi hanya ada narasi tunggal, dan yang bikin tambah kacau lagi pemerintah tak mampu untuk menghadirkan narasi-narasi tandingan.
Kedua, Kekuatan Narasi bagi sebuah Peradaban, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), narasi adalah cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa. Sedangkan, secara umum apa itu narasi adalah sebuah teks yang berisi runtutan peristiwa berdasarkan urutan waktu. Narasi dapat berupa rangkaian peristiwa dalam urutan kronologis atau kisah dengan kilas balik atau beberapa garis waktu.
Menurut Gorys Keraf (2001:137) “Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian seolah-olah pembaca tersebut melihat atau juga mengalami sendiri peristiwa atau kejadian itu. Narasi tersebut lebih mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis di dalam suatu rangkaian waktu”. Narasi ditemukan dalam semua bentuk kreativitas manusia, seni, dan hiburan. Ini termasuk pidato, sastra, teater, musik dan lagu, komik, jurnalisme, film, televisi dan video, video game, radio, rekreasi dan pertunjukan, beberapa lukisan, seni pahat, menggambar, fotografi, dan seni visual lainnya, (Ayu Rifka Sitoresmi, 2021, para, 7).
Jika kita kilas balik untuk melihat bagaimana narasi bekerja – menjadi motor penggerak majunya sebuah peradaban, di Indonesia, kondisi-kondisi pra kemerdekaan – ketika rakyat Indonesia sedang berjuang, perlu diingat bahwa yang menghiasi perjuangan mereka saat itu ialah narasi-narasi tentang kemerdekaan. Narasi yang muncul pada saat itu beragam, seperti ; Lagu, Film, Puisi, Pidato, Buku dan juga disampaikan melalui diskusi mapun ceramah-ceramah keagamaan.
Salah satu lagu yang kita kenal, karangan Cornel Simanjuntak yang berjudul “Maju Tak Gentar” – liriknya seperti : maju tak gentar membela yang benar / maju tak gentar hak kita diserang/ maju serentak mengusir penyerang / maju serentak tentu kita kita menang / bergerak- bergerak / serentak-serentak / menerkam menerjang terkam / tak gentar-tak gentar / menyerang-menyerang / majulah majulah menang. lagu ini member pesan semangat perjuangan, dan masih banyak karya-karya yang berisi narasi kebangsaan yang terdapat pada buku dll.
Sejarah bangsa Indonesia sudah cukup untuk menjadi bukti betapa Powerfull nya sebuah Narasi. Andreas Maryoto dalam tulisannya yang terbit di Kompas Pada Tanggal 10 September 2021, Ia sampaikan bahwa “Saat kita merdeka sesungguhnya bukan hanya kekuataan senjata yang berperan, melainkan juga bagaimana para pendiri bangsa membagikan narasi tentang Indonesia harus merdeka.
Saat Amerika Serikat menjadi penguasa global, sesungguhnya yang bekerja adalah sebuah cerita tentang negara itu yang harus maju dibandingkan dengan negara lain.
Narasi atau cerita ternyata menjadi bahan bakar yang mampu menggerakkan orang dan organisasi. Mereka tergerak untuk berjalan, berinovasi, dan mengambil langkah yang bisa membuat mereka mencapai cita-cita.
Oleh karena itu, saat Amerika Serikat kini tengah centang perenang di dalam negeri, salah satu kritik yang muncul ialah mereka tidak memiliki narasi sebagai negara besar. Mereka lebih disibukkan masalah di dalam negeri.”
Upaya untuk menengok keadaan saat itu dan merefleksikan untuk keadaan saat ini, setidaknya menurut penulis cukuplah penting, sebab “Narasi” – yang di dalamnya terdapat kata-kata sangat memiliki kekuatan dalam mengubah pikiran, tindakan, kelompok, lingkungan dan sampai pada skala yang lebih besar yakni peradaban.
Kesuksesan Amerika sebagai bangsa besar saat ini dipengaruhi juga dengan kekuatan narasi yang disuplai, mulai dari film-film perang yang seringkali menunjukan kehebatan dan kemenangan Amerika.
Uraian di atas menunjukan bahwa, salah satu faktor yang menyebabkan belum majunya bangsa Indonesia karena Hilangnya Narasi kebangsaan, tentunya bukan menjadi faktor utama namun menjadi factor pendukung, sejarah sudah membuktikan kekuatan sebuah Narasi.