Takutlah, jangan tinggalkan generasi kita dalam keadaan lemah moral dan ekonomi. Untuk itu, pendidikan menjadi aspek penting daripada aspek-aspek yang lain.

Salah seorang profesor dalam sebuah seminar bertema Menggagas Sistem Pendidikan Nasional tahun 2018 lalu mengatakan bahwa “pendidikan kita (Indonesia) terpuruk karena tidak dianggap sebagai permasalahan hidup dan mati”. Beliau kemudian menunjukkan beberapa indikator buruknya penanganan pendidikan.

Hal ini menurut saya tidak lepas dari tujuan pendidikan kita sendiri. Mau ke mana generasi kita akan dibawa? Karena tanggung jawab pendidikan tidak melulu pemerintah, namun segenap elemen masyarakat termasuk di dalamnya para pendidik. Para pendidik adalah kita.

Kita sebagai orang tua, guru dan masyarakat, sudah sepatutnya bersama-sama menyajikan keteladanan sikap dan menciptakan lingkungan yang baik bagi keberlangsungan pendidikan generasi yang akan datang

Melalui pendidikan, kita dapat mengubah nasib bangsa kelak. Agar tercapai maksud, tujuan pendidikan pun harus jelas. Marilah sejenak kita mengingat tujuan pendidikan yang sudah berpuluh tahun didengungkan oleh salah seorang tokoh perjuangan bangsa, Mohammad Natsir.

Mohammad Natsir mungkin tidak sepopuler Ki Hajar Dewantara di dalam dunia pendidikan. Namun kiprahnya untuk bangsa tidak diragukan lagi. Menurut saya, beliau adalah guru bangsa yang aktif dalam berbagai bidang sekaligus pionir pendidikan Islam di Indonesia.

Siapa Mohammad Natsir

Beliau adalah tokoh Nasional yang berasal dari Alahan Panjang, Solok Sumatra Barat pada 17 Juli 1908. Beliau dikenal sebagai pribadi yang visioner. Aktivitasnya di dunia organisasi sejak muda menempa jiwa kepemimpinan serta kepedulian terhadap masalah sosial terutama yang berkaitan dengan bangsa.

Beliau sosok yang aktif di berbagai organisasi. Beliau adalah mantan ketua Masyumi dan pernah memimpin JIB cabang Bandung bersama kawannya, Fachruddin. Pada era orde lama, beliau pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan dan Perdana Menteri. Beliau juga aktif dalam dunia jurnalistik.

Beliau terjun ke dunia jurnalistik dan menjadi penulis yang aktif di majalah Pembela Islam. Majalah ini didirikannya sendiri sebagai wadah untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya komunisme bila diterapkan sebagai ideologi bangsa, di saat sedang gencar-gencarnya Presiden menyerukan gagasannya tentang NaSaKom.

Banyak sudah tulisan-tulisan beliau. Baik kumpulan tulisan dan pidatonya terangkum dalam salah satu judul bukunya, Capita Selecta jilid I dan II. Capita Selecta yang di dalamnya memuat gagasan Mohammad Natsir tentang pendidikan masih ditulis menggunakan ejaan gaya lama.

Kiprah Natsir untuk pendidikan tidak diragukan lagi. Salah satu karya beliau untuk pendidikan adalah mendirikan Sekolah Pendidikan Islam (Pendis). Jiwa pendidik sangat melekat pada sosoknya. Hingga ketika beliau sakit dan dirawat di RSCM pun, beliau masih sempat menanyakan pesantren daerah Bogor yang dibinanya.

Pendidikan Menurut Mohammad Natsir

Pendidikan menurut Mohammad Natsir menyangkut kepentingan duniawi dan ukhrawi yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Saat itu beliau melihat ketimpangan antara pendidikan Barat dan Timur di masa Belanda masih bercokol di tanah air tercinta ini.

Diukur dari segi kemajuan duniawi, pendidikan Barat (Belanda, Perancis, Eropa) lebih maju. Namun bila dilihat dari segi etika dan ukhrawi, pendidikan ketimuran (Arab, India) bersifat lebih menonjol. Pada saat itu, Mohammad Natsir berusaha menyatukan kelebihan dari kedua sistem pendidikan tersebut.

Beliau bersifat terbuka atas semua hal positif yang berasal dari Barat. Beliau memandang bahwa semua ilmu milik Allah, tidak ada dikotomi antara Timur dan Barat. Yang ada adalah berpegang kepada yang salah dan benar, sesuai tuntunan Al-Qur’an.

Bila merujuk kepada pandangan Mohammad Natsir, konsep beliau adalah pendidikan yang integralistik. Konsepnya mengedepankan keseimbangan antara pendidikan rohani, jasmani dan intelektual. Menurut saya, hal ini adalah sasaran pendidikan yang seharusnya, terkhusus pendidikan Islam.

Saya meyakini, dengan adanya keseimbangan antara ketiganya, mampu membentuk karakter generasi yang santun, cerdas dan tangguh menghadapi lika-liku zaman. Lalu, apa sasaran atau tujuan dari pendidikan itu sendiri?

Tujuan pendidikan tidak akan bisa dijawab sebelum menjawab pertanyaan yang lebih esensi lagi. Apa tujuan hidup kita di dunia? Tujuan pendidikan adalah tujuan hidup. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56, tujuan hidup manusia yakni untuk menghamba kepada Tuhan.

Menghamba kepada Tuhan memiliki makna yang luas. Menghamba dalam arti menyembah harus dimaknai sebagai ketaatan atas semua perintah Tuhan. Ketaatan ini membawanya kepada kebesaran di dunia dan akhirat, serta dapat menjauhkan diri dari segala larangan yang bisa menghalangi tercapainya kemuliaan hidup.

Namun, tidak mudah dalam memperoleh gelar “ hamba Tuhan”. Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang berhak menamakan dirinya sebagai yang sebenar-benarnya hamba adalah sosok yang paling takut kepada Tuhan. Siapa itu? Orang-orang yang berilmu. Ya, ilmu menjadi syarat mutlak untuk menjadi hamba Tuhan.

Di dalam penghambaan kita kepada Tuhan, tidak perlu sehari-hari hanya beribadah mahdhoh saja. Kita tidak diminta untuk mengasingkan diri dan hanya khusu’ beribadah di masjid. Lebih dari itu, kita diminta menikmati dunia dengan mencari ilmu, mencari rezeki dan mencari lahan perjuangan.

Manfaat amal seseorang yang mempunyai derajat sebagai “hamba Tuhan” kembali kepada hamba itu sendiri. Sedikit pun Tuhan tidak perlu amalan hamba, karena Dia Maha Memberi. Sehingga, penghambaannya adalah penghambaan yang memberikan ketahanan dan kekuatan kepada yang menghambakan-Nya.

Dari pemaparan di atas, tujuan pendidikan yang harus kita berikan kepada anak-anak kita adalah menjadi pribadi yang mampu menghambakan segenap ruhani dan jasmani kepada Tuhan, untuk kejayaan hidup dalam arti seluas-luasnya.

Melihat tujuan pendidikan ini, berarti kita siap dengan sistem atau kurikulum apa saja, asal mengarah kepada tujuan yang satu. Instrumen boleh berbeda dan bervariasi, asal tujuan pendidikan dapat tercapai. Semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat untuk kita, para pendidik. Karena hakikatnya, kita semua adalah pendidik.