Siapapun pasti pernah mendengar istilah utopia. Biasanya kalau seseorang menjadi penggemar kisah fantasi pasti tahu tentang istilah satu ini.
Pada abad ke-17, istilah utopia diartikan sebagai tempat ataupun masyarakat yang dianggap sempurna atau ideal.
Lantas tempat seperti apa yang dianggap seseorang ideal atau sempurna (utopia)?
Orang mulai berpikir kritis dan menggunakan nalarnya sehingga mencetuskan ide dan gagasan di luar batas kemampuan manusia itu sendiri.
Dari buah pemikiran tersebut kemudian para techno-saintis berspekulasi, bagaimana cara melahirkan sebuah ruang baru untuk tempat tinggal yang sempurna?
Belakangan ini Metaverse menjadi perbincangan di dunia maya. Lalu apa sebenarnya Metaverse dan bagaimana cara kerjanya sehingga digadang-gadang menjadi dunia baru yang ideal.
Penyataan Mark Zuckerberg soal Metaverse semakin menjadi popular di jagat maya dan menjadi perbincangan publik karena dunia baru baru yang digagasnya.
Apa itu Metaverse? secara etimologis, metaverse sendiri berasal dari kata ‘meta’ yang bermakna ‘melampaui’ dan ‘verse’ yang berarti ‘alam semesta’. Sehingga metaverse dapat diartikan sebagai sebuah ruang berisi materi yang melampaui semua hal yang terlihat di dunia ini.
Terma Metaverse awalnya muncul dalam novel Snow Crash karya Neal Stephenson yang diterbitkan tahun 1992.
Metaverse menjadi semakin mutakhir semenjak aktualisasi internet semakin cepat dan juga produk-produk pendukung Metaverse yang ikut berkembang.
Trend mata uang kripto dan pasar NFT yang semakin marak digunakan turut mendukung perkembangan Metaverse.
Saat ini, aplikasi yang hampir mencapai konsep Metaverse yang dicita-citakan para pengembang awal Metaverse adalah game Roblox.
Dalam game tersebut, kita bisa melakukan tindakan yang sama persis seperti kita di dunia nyata. Mulai dari bertemu dengan user lain atau mungkin saja kita ingin membuat rumah virtual di dalam game Roblox tersebut.
Metaverse adalah lingkungan dunia maya (virtual)yang dikemas seperti permainan game online dengan kehadiran user lain dan wujudnya dapat dirasakan secara langsung melalui pancaindera skin to skin yang bisa diakses melalui jaringan internet.
Di dalam dunia ini, orang-orang dapat beraktivitas, berteman, mengunjungi tempat tertentu, membeli barang dan jasa, layaknya di kehidupan nyata.
Istilah ini dapat merujuk pada ruang digital atau virtual yang dibuat lebih hidup dan nyata dengan penggunaan virtual reality (VR) atau augmented reality (AR).
Beberapa user atau pengguna juga menggunakan terma Metaverse untuk menggambarkan dunia game menjadi dunia nyata.
Pengguna memiliki karakter seperti avatar wajah hingga bentuk tubuh yang dapat berinteraksi langsung dengan pengguna lain. Ada juga jenis Metaverse tertentu yang menggunakan teknologi Blockchain.
Dalam hal ini, pengguna dapat membeli tanah virtual dan aset digital lainnya menggunakan mata uang kripto. Metaverse juga muncul dalam beberapa buku dan film fiksi ilmiah, contohnya Ready Player One, Snow Crash, dan Free Guy.
Dalam buku dan film fiksi digambarkan bahwa Metaverse merupakan dunia digital alternatif yang tidak dapat dibedakan dengan dunia nyata (Frey, 2021).
Metaverse memang belum terwujud seutuhnya, namun bagian-bagiannya seperti Oculus dari perusahaan Mark Zuckerberg sudah ada dan banyak digunakan sehingga bisa menjadi fondasi yang kuat dalam proses merealisasikannya.
Menurut Matthew Ball dalam esainya “Frameworks for The Metaverse” (2021), ada delapan aspek yang menjadi fondasi bagi pembentukan Metaverse.
Delapan aspek tersebut adalah hardware, networking, compute, virtual platforms, interchange tools and standards, payments, metaverse services, contents and assets, dan user behaviours (Ball, 2021).
Investasi Masa Depan
Lahirnya metaverse juga memicu munculnya beberapa pendukung di dalam dunia virtual tersebut. Sebut saja lahirnya uang digital Crypto seperti Bitcoin (BTC), Cardano (ADA) Ripple (XRP), Ethereum (ETH), Dogecoin (Doge) dan masih banyak jenis lainnya.
Mata uang digital tadi mungkin sudah familiar di kalangan masyarakat. Namun bagaimana dengan mata uang digital crypto yang saat ini mulai bermunculan dengan nama-nama baru dan akan mewarnai persaingan.
Mengikuti trend tentang mata uang digital di Indonesia, muncul beberapa nama artis mulai merambah didunia perkriptoan. Saat ini penyanyi Anang Hermansyah diketahui telah meluncurkan token kripto miliknya yang dinamai token ASIX.
Kemudian ada lagi Putri dari pendakwah Yusuf Mansur, Wirda Mansur tengah bersiap meluncurkan token kripto dengan nama I-COIN. Hal tersebut diutarakannya secara langsung melalui akun Instagram pribadi miliknya.
Tidak hanya di bidang mata uang digital cryptocurrency, muncul juga Project Metaverse dari sultan Andara Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang diberi nama ‘TRansVerse’. Mereka akan merambah project Metaverse dan juga NFT, dua platform digital yang sedang hype saat ini.
Pro dan Kontra Metaverse
Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi tengah viral menjadi buah bibir pembicaraan seluruh jagat maya. Imam Besar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Abdurrahman As-Sudais disebut-sebut sebagai pelopor rencana ini.
Yang terbaru pemerintah Arab Saudi berencana menghadirkan proyek Metaverse, bernama Virtual Black Stone Initiative. Melalui proyek itu umat muslim di seluruh dunia dapat merasakan pengalaman melihat Ka’bah dan Hajar Aswad melalui VR (Virtual Reality).
Teknologi tersebut memungkinkan umat Islam untuk secara virtual melihat batu hitam atau Hajar Aswad di Mekkah dengan hanya dilakukan di rumah.
Hal ini lah yang kemudian menjadi sebuah perdebatan bahwa tidak akan sah seseorang yang melaksanakan haji tanpa harus datang langsung ke tempat (Mekkah) dan tidak melaksanakan kewajiban haji secara langsung yang disyariatkan dalam tuntunan ajaran agama Islam.
Kabar ini memicu kontroversi di seluruh dunia yang mayoritas pemeluknya beragama Islam. Di Turki, Direktorat Urusan Agama, Dinayet, sampai mengutarakan protes.
"Ini tidak boleh terjadi," kata Remzi Bircan, Direktur Departemen Haji dan Umrah Dinayet pada awal bulan ini seperti dilansir dari media Turki, Hurriyet.
Sementara di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia atau MUI, juga mengatakan ibadah haji di Metaverse tidak bisa sesuai ajaran agama Islam.
“Tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah haji itu hukumnya taufiqi. Tata caranya sudah ditentukan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam, Selasa (8/1/2022).
Namun berkaitan dengan teknologi terbaru Metaverse tersebut alangkah baiknya berprasangka baik. Mungkin saja inisiatif Saudi itu cuma untuk promosi, layaknya mengajak orang mengunjungi museum menggunakan kacamata realitas virtual atau VR.