Periode sastra era reformasi merupakan salah satu periode sastra di Indonesia. Periode ini bermulai dari tahun 1990-an dan ditandai dengan maraknya karya-karya sastra bertemakan sosial-politik. Para sastrawan di era ini merefleksikan karya tulisnya dengan keadaan politik pada tahun 1990-an di mana pada saat itu rezim orde baru sedang jatuh.
Periode reformasi ini menitikberatkan pada kejadian di tahun 1998 yaitu krisis moneter. Banyak sastrawan yang mengambil tema karya sastranya tentang hal-hal yang berkaitan dengan kejadian pada masa tersebut. Reformasi politik melatarbelakangi terbentuknya sebagian besar karya sastra seperti puisi, cerpen, serta novel.
Lalu siapa saja para sastrawan di era reformasi? Saya akan membahas beberapa tokoh sastrawan tersebut beserta karya sastra yang mereka tulis.
1. Widji Thukul
Kalian pasti sudah banyak yang tahu tentang nama sastrawan Indonesia yang satu ini dan pastinya pernah mendengar nama "Widji Thukul". Beliau adalah seorang penyair yang lahir di Solo, Jawa Tengah pada tanggal 26 Agustus 1963.
Beliau merupakan penyair kebanggaan Indonesia sekaligus seorang aktivis hak asasi manusia. Sayangnya beliau dinyatakan menghilang pada tanggal 23 Juli 1998 bersama dengan aktivis HAM lainnya. Hal ini terjadi ketika beliau bersama aktivis HAM lain melakukan perlawanan atas penindasan rezim orde baru. Beliau hilang pada usia yang ke 34 tahun dan sampai sekarang belum ditemukan. Diduga beliau diculik oleh sekelompok pasukan militer bersama aktivis lainnya.
Meskipun beliau sangat aktif sebagai seorang aktivis HAM, beliau juga aktif dalam menulis karya sastra yang berupa puisi bertemakan pro-demokrasi. Beliau mempunyai karya yang populer dan menjadikan karya sastra tersebut sajak wajib ada dalam aksi-aksi massa. Diantara nya yaitu: Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok. Ketiganya tertulis dalam antalogi "Mencari Tanah Lapang" yang terbit pada tahun 1994 oleh Manus Amici, Belanda.
Hal tersebut untuk menghindari pelarangan pada masa orde baru. Sebenarnya, antologi tersebut diterbitkan atas dasar kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Selain antalogi puisinya, beliau juga menerbitkan Dua kumpulan puisi yaitu puisi Pelo tahun 1984 dan Darman 1994.
2. Acep Zamzam Noor
Sastrawan kedua yang ada pada periode reformasi adalah Acep Zamzam Noor. Acep adalah sastrawan, penyair, serta pelukis terkemuka Indonesia yang berasal dari etnis Sunda. Beliau lahir di Tasikmalaya pada 28 Februari 1960. Beliau termasuk seniman Indonesia yang dibesarkan dalam lingkungan pesantren.
Acep menghabiskan masa kecil dan remajanya di lingkungan pesantren, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas ITB jurusan seni rupa dan desain. Setelah itu, beliau melanjutkan studi disalah satu Universitas di Italia. Acep sudah menghasilkan banyak sekali karya-karya sastra Indonesia.
Ada yang berupa kumpulan sajak, kumpulan puisi, serta antalogi puisi. Diantara nya karya-karya tersebut adalah sebagai berikut: kumpulan sajak "Tamparlah Mukaku!" yang ditulis pada tahun 1982, "Aku Kini Doa" kumpulan sajak tahun 1986, antalogi puisi "Aseano" tahun 1995, kumpulan puisi "Dongeng dari Negeri Sembako" tahun 2001 dan masih banyak karya sastra yang lainnya.
Sebagai seorang sastrawan serta seniman, Acep sudah mendapatkan berbagai macam penghargaan, salah satunya adalah Penghargaan Penulisan Karya Sastra Depdiknas pada tahun 2000 dan penghargaan lainnya.
3. Seno Gumira Ajidarma
Tokoh sastrawan ketiga adalah Seno Gumira Ajidarma. Seno adalah seoarang penulis sekaligus ilmuwan Indonesia. Ia juga adalah seorang wartawan, fotografer, serta seorang kritikus film Indonesia.
Seno lahir di Boston, Amerika Serikat pada 19 Juni 1958. Seno pernah menempuh pendidikan sarjana pada tahun 1994 di Institut Kesenian Jakarta, Fakultas Film dan Televisi. Kemudian melanjutkan pendidikan magister Ilmu Filsafat di Universitas Indonesia pada tahun 2000.
Setelah itu, Seno mengambil pendidikan doktor Ilmu Sastra di Universitas Indonesia pada tahun 2005. Dengan berbagai macam pendidikan yang ia tempuh, Seno sudah memiliki banyak sekali karya sastra miliknya berupa buku, yaitu antara lain: Atas Nama Malam, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola Tak Berdawai, Negeri Senja, dan masih banyak buku yang lainnya. Selain buku, Seno juga sering kali menulis cerpen.
Salah satu cerpennya yang berjudul "Pelajaran Mengarang" terpilih menjadi cerpen terbaik kompas pada tahun 1993. Karya cerpennya yang lain ada: Manusia Kamar (1988), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta (1996), dan cerpennya yang lain. Seno juga menulis novel berjudul "Matinya Seorang Penari Telanjang" pada tahun 2000.
Tentunya dengan berbagai karya-karya sastra yang telah ditulisnya, Seno sudah mendapatkan berbagai macam penghargaan untuk karya-karya sastra tersebut.
Itulah beberapa tokoh sastrawan di era reformasi yang saya jelaskan secara ringkas. Bukan hanya ketiga tokoh yang sudah disebutkan di atas, tetapi masih banyak lagi sastrawan era reformasi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tentunya dengan karya-karya sastranya yang luar biasa.
Dengan mengetahui serta membaca karya-karya sastra dan sastrawan era reformasi, kita mendapatkan pelajaran berharga. Maka dari itu, banyak-banyaklah membaca buku agar pengetahuan kita tentang sastra Indonesia semakin meluas.