Perkembangan abad ini yang ditandai dengan melajunya perkembangan dalam bidang tekhnologi merupakan satu capaian terbesar dalam sejarah peradaban umat manusia. Hal ini tentu saja tidak dapat dilepas pisahkan dengan semangat modernisme yang cenderung mendewakan kemajuan, sebagai akibat dari konsekuensi semangat modernisme ialah terjadinya penguasaan manusia atas manusia yang lain serta penguasaan manusia atas alam dalam pengertian bahwa manusia ialah satu-satunya subjek yang berkuasa. Tentu saja masih banyak persoalan yang ditimbulkan oleh semangat modernisme disamping hal positif yang telah mereka sumbangkan.

Dengan  keadaan zaman yang terbilang carut marut hari ini diperlukan adanya suatu pemahaman alternatif sebagai lawan tangguh  dari semangat modernisme, sehingga dalam posisi ini kita sebagai manusia bukanlah subjek atas yang lain tetapi memiliki persamaan dan kedudukan yang sama. Karena dengan pemahaman seperti ini tentu saja mengarahkan kita pada sikap dan sifat yang cenderung membuka diri ditengah-tengah pertentangan antar berbagai macam perbedaan. Hal ini jika dikontekskan dalam suasana keindonesiaan kita maka kedewasaan dalam berfikir dan bersikap  dengan kembali pada nilai-nilai universal yang telah berakar kuat dalam kebudayaan dan tradisi itulah yang harus tetap terjaga dan dirawat keberlangsungannya.

Bahasa dan Penggunaan Media Massa 

Tak dapat dipungkiri bahwa bahasa merupakan instrumen utama dalam berkomunikasi, sebagai instrumen utama dalam berkomunikasi tentunya bahasa merupakan unsur terpenting dalam membentuk suatu peradaban. Karena dengan bahasalah kita dapat saling mengerti dan memahami dalam memaknai kehidupan bersama. Bahasa disamping instrumen dalam berkomunikasi juga ternyata memiliki sisi lain yang dapat digunakan sebagai legitimasi dalam menyebarkan informasi-informasi yang mengandung unsur kekerasan. 

Dengan demikian maka bahasa sangat bergantung kepada siapa yang menggunakan,  oleh karenanya diperlukan kedewasaan dan pemahaman dalam berfikir sehingga upaya dalam memberangus informasi-informasi baik dalam praktek komunikasi interpersonal maupun praktek komunikasi massa  (penggunaan media massa) yang mengandung ujaran kebencian/hate speech harus dimaknai secara arif agar tidak dapat terprofokasi. 

Hal ini tentu sangat diperlukan, melihat fakta kenegaraan kita dalam konteks keindonesiaan yang sangat beragam ini sehingga penggunaan bahasa dan media massa harus dilakukan secara arif dan bertanggung jawab. Karena dengan kemajemukan yang ada, tentunya perpecahan dan pertentangan antar golongan sangat dimungkinkan untuk terjadi. 

Disamping itu, maraknya perkembangan tekhnologi  dalam kaitannya dengan media massa sebagai bagian dari kemajuan tekhnologi yang ada, sangat berpengaruh besar akan pembentukan pemahaman manusia Indonesia khususnya dan secara umum masyarakat dunia. Karena dari perkembangan tekhnologi komunikasi yang ada, hal ini sangat dimungkinkan terjadinya penyebaran hate speech dengan mendiskreditkan satu golongan tertentu, baik itu agama, suku maupun ras. 

Apalagi hampir dari seluruh masyarakat dunia  tak terkecuali Indonesia yang dalam keseharian hampir tak pernah lepas dari penggunaan media massa. Melihat fenomena ini, tentu saja informasi akan sangat mudah diakses dan didapatkan meskipun informasi itu terjadi dibelahan bumi yang lain sehingga dari beragam informasi yang ada tentu saja dapat membentuk budaya atau kultur masyarakat dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 

Jika informasi yang diperoleh itu mengandung unsur hate speech sementara disisi yang lain pemahaman masyarakat belum mampu untuk membedakan maka yang terjadi ialah penerimaan informasi secara mentah-mentah yang justru mengakibatkan distorsi pemahaman secara massal sebagai akibat dari penyebaran informasi yang keliru bahkan berbahaya itu. 

Dalam pengertian ini, maka manusia Indonesia memerlukan adanya kedewasaan berfikir dengan menghayati nilai-nilai universal yang berakar kuat dalam tradisi kebudayaan lokal, sehingga antara orang yang bermaksud menyebarkan ujaran-ujaran kebencian dapat mempertimbangkan kembali dampak dari informasi tersebut bagi keberlangsungan persatuan dan kesatuan bangsa dalam semangat "bhineka tunggal ika". 

Pancasila sebagai Lawan Tangguh dari Spirit Modernitas dalam Kaitannya dengan Penyebaran Ujaran Kebencian/Hate Speech

Dengan menjadikan Pancasila dalam kedudukannya sebagai lawan dari spirit modernitas yang dikonkritkan dalam bentuk penyebaran ujaran kebencian/hate speech janganlah diartikan bahwa Pancasila menolak kemajuan. Justru dengan mempertemukan Pancasila secara vis a vis dengan modernitas mengindikasikan adanya ketidak beresan dalam semangat modernisme itu sendiri. 

Karena bagaimanapun kemajuan dalam modrnisme ini berangkat dari kultur dan kebudayaan yang berbeda dengan Indonesia. Karena sejatinya spirit modernisme ini mewujud dalam kerangka liberalisme dengan karakteristik individualisme dibelakangnya. Pancasila tentu saja memiliki persamaan dengan modernisme dalam menghendaki kemajuan dan peradaban tetapi dengan cara dan jalan yang berbeda.

Dimana yang menjadi pembeda antara spirit Pancasila dan modernisme ini terlihat secara jelas dalam memahami suatu kemajuan dan peradaban. Jika Pancasila memaknai kemajuan dan peradaban dalam bingkai persatuan dan semangat kekeluargaan, maka dalam modernisme menunjukan hal yang sebaliknya, dimana semangat modernisme itu teraktual dalam kerangka liberalisme dan individualisme.

Hal ini terbukti dengan adanya pemahaman barat yang merupakan cikal bakal lahirnya semangat pencerahan dalam modernisme ini cenderung menganggap bahwa merekalah satu-satunya pemiliki peradaban, dengan memposisikan dirinya dalam kedudukan yang superior sementara diluar dari mereka ditempatkan dalam posisi yang inferior. Pemikiran semacam ini dalam perkembangan pengetahuan modern telah dikritisi bahkan ditolak sama sekali oleh orang-orang dalam kalangan mereka sendiri.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai falsafah hidup banga harus dan senantiasa terinternalisasi dalam diri sehingga kemajemukan dari kehidupan bangsa ini terhindar dari propaganda internasional bahkan nasional yang terkonstruk oleh pemikiran modern yang cenderung menjalankan ambisinya dengan menyebarkan ujaran-ujaran kebencian yang tujuannya adalah memecah belah umat bahkan bangsa Indonesia. 

Karena jangan sampai ujaran-ujaran kebencian yang selama ini terpelihara dalam kehidupan berbangsa kita justru merupakan hasil konstruksi kepentingan kelompok tertentu yang tujuannya memecah semangat persatuan dan kekeluargaan yang selama ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia. 

Pembahasan dalam tulisan ini janganlah dianggap sebagai wacana yang justru menghidupkan kembali benih-benih hate speech dengan menjadikan modernisme sebagai sasaran amuk, tetapi bagaimana dipahamai bahwa kepentingan untuk mempertemukan Pancasila dan modernisme sebenarnya lebih merupakan kepentingan untuk menganalisis perkembangan dari ujaran kebencian yang berkembang di Indonesia. 

Karena boleh jadi, dan dimungkinkan terjadi pemahaman barat yang secara esensial memiliki perbedaan dengan kultur masyarakat Indonesia kemudian dipaksakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa pemahaman lebih lanjut untuk menyesuaikan dengan kondisi cultur sosial kita, maka kosekuensi yang ditimbulkan ialah distorsi pemahaman yang bisa mewujud dalam penyebaran ujaran kebencian/hate speech baik dalam komunikasi intersubyektif maupun komunikasi massa dalam pengertian menggunakan media massa sebagai instrumen.

Oleh karena itu, fenomena sosial yang berkembang hari ini, dengan melihat  begitu masifnya uajaran-ujaran kebencian yang hampir setiap hari diproduksi dan tersebar dalam berbagai media massa. Bukan menjadikan kita untuk tidak lagi menggunakan media massa sebagai sarana kita dalam berkomunikasi . 

Justru sebaliknya dari fenomena sosial yang berkembang itu seharusnya menjadikan kita lebih bersikap dewasa, arif sehingga dalam menggunakan media massa salah satu dari kita diharapkan tidak menjadi  atau termasuk dalam kelompok yang terlibat dalam memproduksi ujaran kebencian. 

Dan tentunya disamping kedewasaan berfikir, arif dan bertanggung jawab  juga diperlukan adanya penghayatan akan nilai-nilai kebudayaan yang sejak dulu terlembaga dalam tradisi kebudayaan kita yang itu terejawantahkan  dalam kelima sila pancasila. Sehingga nilai-nilai yang terkandung itu dapat menjadi spirit bagi kita untuk tetap memelihara dan menjaga persatuan yang selama ini terikat oleh "bhineka tunggal ika".

Dengan kesadaran yang demikian itu, maka wajah lain dari sikap intoleransi dan ekstrimisme yang berkembang dalam penyebaran hate speech dapat teratasi dan bahkan mungkin  hilang dari bumi pertiwi "Indonesia".  Oleh karena itu, mari kita sama-sama merawat nilai-nilai universal yang terkandung dalam tradisi kebudayaan kita dengan selalu menjunjung Pancasila sebagai dasar/ideologi bangsa dengan mengutamakan rasa kekeluargaan dan gotong royong.