“Verba volant, scripta manent”, apa yang diucap hanyalah sementara, apa yang tertulis abadi selamanya, sebuah pepatah latin yang sering saya ulang kepada saya sendiri untuk mengingatkan bahwa menulis merupakan salah satu cara untuk mengabadikan pesan dibandingkan sekedar mengucap sesuatu berdasarkan lisan dan pudar begitu saja. Sebelum adanya perekam suara, menulis menjadi medium yang paling ampuh untuk menyebarkan informasi.

Penemuan terbaru pun mengatakan bahwa menulis ditemukan di Mesopotamia pada tahun 3400.SM di sebuah area bernama Sumer berlokasi di daerah Persia. Pada masa itu, tanah liat merupakan hal yang sangat mudah untuk didapatkan di Persia. 

Sehingga masyarakat pada masa itu berpikir untuk menggunakan tanah liat sebagai medium untuk mencatat transaksi. Dalam kurun waktu yang sama, Mesir juga sedang dalam usaha menemukan hieroglyphic.

Tulisan dimulai pertama kali menggunakan pictograph, sebuah gambar yang bermakna. Tujuannya tidak lain untuk memudahkan proses transaksi. Semenjak itu, kemampuan menulis manusia makin meningkat perlahan demi perlahan hingga menuju tahap sekarang. Itu sebabnya, menulis tidak dianggap sebagai sebuah proses evolusi seperti berbicara. Melainkan menulis adalah sebuah penemuan.

Penemuan ini mempermudah penyebaran informasi. Ilmu pengetahuan dapat diabadikan melalui buku. Dapat disalin dan diperbanyak sehingga semua orang dapat belajar, bukan hanya mereka yang terdidik. Sejak itu, angka penulis juga semakin meningkat. 

Seseorang dapat terkenal dengan menjadi penulis. Hampir seluruh ide dan gagasan yang diketahui sekarang telah tersebar entah melalui tulisan maupun buku. Setiap orang kini punya hak untuk menyebarkan ide.

Manfaat buku yang hebat akhirnya membuat banyak orang terinspirasi untuk bergabung dalam dunia tulis menulis. Dengan harapan bahwa suatu saat, mereka juga dapat membantu orang lain seperti apa yang telah dilakukan oleh buku favoritnya. 

Ada banyak orang yang berminat untuk menjadi penulis, berharap mereka dapat menjadi tokoh terkenal yang juga menginspirasi. Saya salah satu orang itu, yang bermimpi bahwa dengan menulis saya dapat menjadi terkenal, merilis sebuah buku yang dapat membuat saya memiliki banyak panggilan.

Makin maraknya seorang penulis yang baru-baru saja menerbitkan sebuah buku membuat saya juga tertarik untuk terjun ke dunia itu. Walaupun saya tahu sulit, tapi saya percaya itu bisa. Tapi hasilnya nihil, puisi-puisi yang saya sampaikan tidak pernah sampai kemanapun, kadangkala hanya beberapa orang yang sadar akan puisi yang saya buat. Sisanya, hampir tak terbaca oleh orang lain. 

Sejak saat itu, semangat saya menulis terasa padam. Dulu, dapat dikatakan saya adalah orang sangat produktif untuk menulis. Dengan harapan, bahwa salah satu orang akan menemukan saya dan membawa menuju kesuksesan adalah mimpi yang saya bawa kemana-mana.

Kenyataannya, dalam dunia tulis menulis hanya sedikit orang yang dapat meraih pundi rupiah. Mayoritas dari orang yang dulunya memiliki motivasi tinggi akan berakhir mungkin dengan menuliskan artikel ini atau berhenti menulis. 

Karena memang untuk bertahan hidup dari menulis sama saja menunggu rezeki datang tiba-tiba. Bukannya ingin mengatakan bahwa tidak akan sukses, tapi melihat realita lapangan di Indonesia, menulis memang tidak termasuk dalam golongan pekerjaan yang seksi.

Namun, akhirnya saya tetap memilih menulis. Walaupun mungkin tidak terbaca, walaupun mungkin tidak akan terkenal seperti penulis yang kita kenal pada umumnya. 

Selama saya menulis, saya merasakan banyak hal yang berubah dalam hidup saya. Mulai dari pola pikir, cara berbicara hingga ambisi saya menjadi manusia. Justru, setelah terjebak dalam dunia tulis menulis dan baca buku. Saya berharap lebih banyak orang lain bersedia untuk menuliskan cerita mereka sendiri.

Semuanya bisa dibilang bukan tentang profit semata, menulis dapat membantu kehidupan orang lain secara tidak langsung. Kadang kala, kita merasa apa yang kita tuliskan tidak begitu bermakna. 

Ada tekanan bahwasanya sesuatu yang kita tulis haruslah memberikan pandangan yang membuat khalayak merasa "wah", padahal bisa saja sesuatu yang kecil, tentang apa yang kita temukan pada kehidupan kita sehari-hari dapat berarti bagi orang lain.

Hal ini membuat saya teringat pada mas Agus Sanjaya yang saya temukan di LinkedIn. Awalnya saya sendiri tidak mengetahui siapa dirinya dan apa pekerjaannya. 

Tapi mas Agus ini sering menceritakan bagaimana kehidupannya sehari-hari semenjak merantau ke Jakarta. Bisa dibilang dari tulisan-tulisan yang dibuatnya saya tersadar bahwa perjuangan setiap orang itu jelas berbeda. Sehingga saya bisa lebih bersyukur dan terinspirasi darinya.

Namun, yang menarik dari mas Agus adalah dia hanyalah orang biasa yang mungkin sering kita jumpai di jalan. Bukan selebgram, bukan anak orang kaya, juga bukan penerima Beasiswa Luar Negeri. Tapi kesediaan mas Agus dalam menceritakan kehidupannya sehari-hari yang sederhana dan penuh perjuangan justru membuat saya merasa tak sendiri.

Dari pengalaman tersebut, saya belajar bahwa tidak butuh memiliki ide cemerlang untuk berani bercerita ataupun menulis. Tidak butuh gagasan hebat ataupun menarik untuk mulai menulis. 

Terkadang yang lebih berarti adalah bagaimana cara kita melewati hidup dan mampu menuliskannya. Kadang yang kita lalui setiap hari adalah sesuatu sederhana karena kita sudah terbiasa. Tetapi bagi oranglain mungkin berbeda. Perihal cara melihat dunia, setiap orang memiliki kacamatanya sendiri untuk melihat. Baik dan buruknya, layak untuk dibagi.