K.H. Muhammad Arwani Amin lahir pada tanggal 5 September 1905 atau 5 Rajab 1323 H di kampung Madureksan, Kerjasan, kira-kira 100 meter sebelah selatan Masjid Menara. Beliau adalah anak kedua dari pasangan H. Amin Said dan Hj. Wanifah.( Rosehan Anwar, Biografi K.H. Muhammad Arwani Amin, Departemen Agama, Jakarta, 1987, hlm. 40)

Mengenal K.H. Mohammad Arwani Amin Sebagai seorang sarjana dengan kemampuan ilmiah yang Mumpuni, maka ia tidak bisa lepas dari salah satu karyanya, maha karya tafsir terbesarnya adalah Faidhal-Barakat Fî-Sab'i al-Qiraat. K.H. Muhammad Arwani Amin menjelaskan tafsir ini berisi semua yang dibutuhkan pengkaji  Qiraat Sab'ah.

Sebagaimana karya-karya lain yang dihasilkan oleh para ulama lain, kitab Faidh al-Barakat Fi Sab’i al-Qiraat juga memiliki latar belakang yang mendasari penulisnya. Berikut latar belakang tafsir Faidhal-Barakat Fi-Sab'i al-Qira’at

Latar Belakang Kitab Tafsir Faidhal-Barakat Fi-Sab'i al-Qira’at

Sebuah karya tulis berdasarkan pengalaman belajar beliau kepada K.H. Munawir agar ilmu ini tidak hilang ditelan waktu, dikarenakan ilmu pengetahuan yang hanya dihafal tanpa ditulis dalam sebuah karya tulis lambat laun ilmu tersebut akan hilang sedikit demi sedikit hingga akhirnya hilang sama sekali dari khazanah ilmu pengetahuan.

Beliau menjelaskan dalam muqodimah tafsir ini tentang prinsip qiraat dan cara membaca dijelaskan secara runtut di akhir setiap ayatnya. Latar Belakang dibalik penulisan tafsir  Faidhal-Barakât Fî-Sab'i al-Qirâat, Menurut K.H. Mohammad Arwani Amin, kajian Alquran memiliki posisi yang kuat dan Sangat mendesak bagi umat Islam.

Kiai Arwani dalam menulis kitab tersebut adalah sebagai bentuk kearifan lokalnya terhadap resepsi beberapa masyarakat pada saat itu atau bahkan hari ini yang menganggap bahwa qirā’at al-Qur’an adalah sesuatu aneh. 

Ada sebuah dimensi moralitas yang dibawa oleh Kiai Arwani, untuk mengatakan bahwa dalam membaca al-Qur’an harus sesuai dengan kaidah bacanya, baik tajwid, makhraj, hingga qira’at al-Qur’an.

Spesifikasi Faidhal-Barakât Fî-Sab'i al-Qira’at

Ada sisi menarik dari kitab karya Kiai Arwani ini, disamping sebagai kitab qirā’at al-Qur’an fenomenal di Nusantara, Kiai Arwani juga menulis karyanya ini saat masih berstatus santri di Pesantren al-Munawir Yogyakarta, dan ini jarang terjadi pada tradisi pesantren, terlebih karyanya ini menjadi fenomenal. Faidhul barākat fī sab’i al-qirā’at ditulis ketika Kiai Arwani masih mengaji kitab hirzul amāni karya Syekh al-Qurra Abu Muhamad al-Qasim al-Syathibi (w. 590H/1194 M).

Kiai Arwani menulis kitabnya lengkap sebanyak 30 juz al-Qur’an (kitab ini terdiri dari tiga jilid), setiap jilidnya berisi sepuluh juz al-Quran. Alasannya pembagian ini tidak lain agar kitab ini mudah untuk dibawa kemana-mana karena tidak terlalu tebal dan berat per juznya.

 Di jilid pertama banyak memuat tentang kaidah-kaidah Qiraat Sab’ah, ini tentunya berbeda dengan jilid kedua dan ketiga yang tidak sebanyak jilid pertama karena pengarang kitab tidak mengulang-mengulang kajian kaidah yang telah banyak dibahas sebelumnya kecuali pengarang merasa sangat perlu mengulangnya. Jilid pertama jumlah halamannya 262, jilid kedua berjumlah 327 dan pada jilid ketiga halamannya tercatat 393.

Metode Kitab Faidhul Barākat Fī Sab’i al-Qirā’at

Kitab faidhul barākat fī Sab’i al-qirā’at mengandung beberapa metode dan cara tentang bagaimana melafalkan (membaca) al-Qur’an, namun bukan pada ranah tajwid yang berisi tentang hukum bacaan secara mutlak. Kiai Arwani menyusun kitabnya sesuai dengan urutan surah dalam musḥāf al-Qur’an, hal ini bertujuan untuk memudahkan pembacanya.

Metode yang digunakan dalam kitab Faidh al-Barakat sangat ringkas. Secara umum kitab Faidh al-Barakat menggunakan metode jam’u al-ayat yaitu mengumpulkan berbagai versi Qirâat Sab’ah yang ada didalam satu ayat al-Quran lalu menjelaskan kaidah-kaidah qiraat dari Imam-Imam ataupun para perowinya. Kitab ini menerangkan urutan macam-macam imam, rowi, secara keseluruhan dengan tanpa talfîq (bercampur aduk) dan ringkas. Dan kitab ini merupakan kitab pertama yang menggunakan metode tersebut.

Adapun tata urut ayat mengikuti urutan ayat yang ada pada mushaf al-Quran. Setelah itu dipaparkan bagian ayat yang dikupas qiraatnya lalu diterangkan kaidah-kaidah qiraatnya dari masing-masing qiraat yang masuk dalam kategori Qiraat Sab’ah yang memiliki bacaan yang berbeda. Dimulai dari qiraat Nafi’ dari perowi Qalun dan seterusnya sampai qiraat Ali al-Kisa’i. 

bagian ayat yang dibahas itu merupakan bagian yang belum dibahas sebelumnya karena ketika suatu lafad sudah dibahas kaidahnya tidak akan pengulangan kaidah yang sama dibagian yang lain.

Adapun contoh adanya perbedaan diantara Imam Qiraat yang disebutkan dalam Kitab Faidh al-Barakat Fi Sab’i Al- Qiraat yang artinya :

kamu memulainya dengan bacaan riwayat Qalun.versi bacaan Qalun sama dengan bacaan Warsy, al-Duri, dan al-Syami, kemudian kamu mengathofkannya mengikuti ‘Ashim, Ali, dan al-Susi. Pada lafadz ملك, semua Imam Qiraat membuang alifnya huruf mim kecuali ‘Ashim dan Ali al-Kisa’i yang membacanya dengan alif artinya mim dibaca panjang satu alif. 

Pada lafadz ملك الرحيم Al-Susi mengidghamkan mim yang pertama setelah mim tersebut disukun kepada mim yang kedua. Adapun dalam idgham ini dapat dibaca pendek dengan panjang dua harakat, atau dibaca pertengahan dengan panjang empat harakat, atau juga dibaca panjang dengan enam harakat. Untuk perihal membaca idgham ini terjadi pada dua huruf yang sama dengan syarat-syaratnya idgham ataupun dua huruf yang berdekatan makhrajnya.

Pada kalimat tersebut penulis kitab menyatakan membaca idgham ini terjadi pada dua huruf yang sama dengan syarat-syaratnya idgham ataupun dua huruf yang berdekatan makhrajnya. Dari kalimat itu berisi kaidah yang bisa digunakan pada setiap kalimat yang sama dan bila terjadi hal yang sama maka kaidah itu tidak akan disebutkan lagi.

Dalam menyebutkan kaidah-kaidah dari masing-masing Imam Qiraat penulis kitab tidak akan mengulang kaidah yang pernah disebutkan sebelumnya kecuali penulis merasa sangat perlu mengulangnya.