Beberapa waktu yang lalu Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri Jepang ditembak di kota Nara,  ketika ia tengah melakukan pidato kampanye jelang pemilihan majelis tinggi, dua tembakan dilepaskan dan mengenai bagian dadanya.

Berawal saat Shinzo Abe menyampaikan pidato politiknya pada Jumat (8/7) pukul 11.30 waktu Jepang, dua tembakan dilepaskan ke arah Abe. Dengan memegang bagian dada, Shinzo Abe kemudian jatuh dan mengalami pendarahan.

Kejadian tersebut menyisakan duka yang sangat mendalam bagi rakyat Jepang. Karena, mantan Perdana Menteri Jepang telah banyak memberikan kontribusi dalam pembaharuan negara di abad ke-21.

Semasa menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe telah mengeluarkan dan mewariskan beberapa kebijakan besar, salah satunya adalah Abenomics

Abenomics adalah salah satu warisan yang paling berpengaruh bagi rakyat Jepang yang di tinggalkan oleh Shinzo Abe usai ia meninggal dunia.

Merujuk pada kamus Finnancial Times, Abenomics adalah deretan kebijakan ekonomi yang dirancangkan Shinzo Abe ketika dirinya masih menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang.

Istilah tersebut diambil dari nama keluarganya sendiri yakni Abe dan diberi kata imbuhan “nomics” yang diambil dari kata economics.

Beberapa kebijakan dari Abenomics sendiri adalah salah satunya ekspansi ekonomi nasional Jepang yang saat itu masih terbelenggu resesi ekonomi.

Mengutip dari artikel ilmiah The Political Economy of the Abe Government and Abenomics Reform, mantan Perdana Menteri Abe pada awal tahun ia menjabat, menerapkan beberapa kebijakan ekonomi ekspansif seperti quantitative easing .

Kebijakan quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif adalah ketika bank sentral sebagai lembaga keuangan negara membeli aset-aset dari bank dan lembaga swasta lainya untuk meningkatkan nilai moneter negara.

Secara langsung, Bank of Japan sebagai bank sentral Jepang memberikan kelonggaran moneter sehingga nilai investasi bisa lebih menarik para investor dan dibarengi dengan pelemahan nilai Yen.

Kebijakan yang dibuat oleh Abe itu juga memajukan perusahaan dalam negeri yang mengandalkan ekspor, sehingga dapat mempermudah ekspansi pasar ke dunia internasional.

Tidak hanya itu saja, lewat kebijakannya, Abe secara masif melakukan penambahan anggaran untuk infrastruktur publik guna mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang.

Ratusan miliar dollar dihabiskan sejak 2013, terutama untuk modernisasi infrastruktur di negara Jepang, beberapa di antaranya untuk Olimpiade Tokyo 2020

Shinzo Abe menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang ketika negara Jepang perlahan keluar dari sebuah resesi ekonomi yang dijuluki ‘Dekade yang Hilang’ yang terjadi sekitar tahun 90’an.

Saat itu, Jepang mengalami krisis ekonomi yang ditandai dengan melemahnya nilai pada real estate dan nilai aset nasional.

Melihat dari kondisi tersebut, ia terdorong untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian Jepang melalui Abenomics.

Secara berkala, Abe mulai menerapkan sederet kebijakan moneter seperti pembelian  aset-aset swasta dengan harapan dapat meningkatkan nilai moneter nasional

Kebijakan Abenomics mulai memperlihatkan kesuksesannya sejak 2012 silam, yakni ketika Shinzo Abe menjabat pada periode kedua.

Menurut laporan dari Federal Reserve Economic Data, pada tahun 2012 terjadi penurunan tingkat pengangguran di Negara Jepang. Dari 4,0% pada kuartal akhir tahun 2012 turun menjadi 3,7% pada kuartal pertama tahun 2013. Dan juga, nilai tukar Yen terhadap Dollar AS 25% lebih rendah pada kuartal kedua tahun 2013 dari kuartal kedua tahun sebelumnya.

Tidak cukup dari situ, sejumlah undang-undang diusulkan untuk merestrukturisasi industri utilitas, farmasi dan modernisasi sektor pertanian. Dampaknya, inflasi Jepang menjadi terkendali.

Alhasil dari kebijakan-kebijakan tersebut, perusahaan Jepang mendapatkan keuntungan yang besar bagi peningkatan kegiatan investasi di dalamnya. Selain itu, Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai supplier komponen lokal untuk industri di Jepang juga meningkat.

Awal mula sebuah negara yang terkenal dengan tingginya biaya hidup, berhasil menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan pengangguran. Shinzo Abe juga meningkatkan peran Jepang di rancah politik global melalui penguatan disektor militer.

Tantangan Abenomics sendiri adalah populasi masyarakat Jepang yang semakin menua menjadi salah satu penyebab kecenderungan melemahnya kegiatan perbelanjaan dan lebih mengutamakan tabungan.

Selain itu, meningkatnya wabah Covid-19 di Jepang juga menjadi tekanan bagi kebijakan Abenomics itu sendiri. 

Bagaimana tidak, pemerintah Jepang telat dalam menutup perbatasan Jepang dan memaksa warganya untuk tetap tinggal di rumah serta membatasi kegiatan disektor jual beli, yang berakibat penurunan ekonomi terbesar di Jepang.

Pada akhirnya, Shinzo Abe mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Jepang pada tahun 2020 atas penyakit yang di deritanya. Diketahui, ia menderita radang usus besar yang tidak dapat disembuhkan.

Adapun alasan lainya yaitu meningkatnya penyebaran wabah Covid-19 di Jepang yang parah. Dalam  konferensi pers di Tokyo tahun 2020, Abe menyampaikan “Saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai perdana Menteri”. 

Dia juga meminta maaf kepada masyarakat Jepang karena tidak dapat memenuhi tugasnya selama wabah Covid-19.