Indonesia memiliki bentuk urusan politik luar negeri degan prinsip bebas-aktif, sehingga pada hakekatnya Indonesia tidak menganut politik netral. Terutama karena Indonesia merupakan negara sahabat bagi negara Rusia dan Ukraina.

Dari prinsip bebas-aktif tersedia bentuk memperlihatkan sikap dan kebijakan dengan kebebasan bagi Indonesia untuk mendekati sebuah persoalan. Bebas yang dimaksud dari prinsip politik ini adalah bebas untuk menentukan sikap dan kebijakan, sehingga sikap bebas dapat dikatakan sebagai sebuah sikap untuk tidak mengikatkan diri terhadap satu kekuatan dunia.

Sehingga, konsep bebas-aktif memudahkan Indonesia untuk turut ikut campur pada konflik ini. Akibatnya, Indonesia memiliki arti penting untuk memberhentikan perang Rusia-Ukraina dan Indonesia menentukan agar dapat mencari penyelesaian masalah dari konflik yang sedang terjadi.

Namun demikian, terdapat kekhawatiran dari negara-negara barat perihal penyelesaian konflik yang akan ditindaklanjuti oleh Indonesia dengan sikap politik luar negeri yang dimiliki Indonesia. Negara di kawasan barat mengkritik atau mengecam respon yang akan dilakukan oleh Indonesia.

Utamanya, bentuk konflik dapat lahir dan membawa sebab-akibat lain yang menimbulkan konflik lain. Oleh karena itu, diharapkan kekuatan dari prinsip politik luar negeri Indonesia dapat tergunakan dengan tepat dan baik terhadap konflik Rusia-Ukraina.

Sikap Bebas-Aktif Indonesia 

Politik Bebas-Aktif merupakan langkah paling tepat yang dapat dilakukan oleh Indonesia saat ini. Indonesia tetap harus menjalankan politiknya secara rasional dan moderat dengan prinsip-prinsip sama seperti ASEAN Way (Kerja sama internasional, saling menghormati kedaulatan nasional, dan sikap non-interference).

Invasi yang diawali oleh Rusia juga dapat menjadi percikan terhadap kesatuan negara ASEAN dan tidak melakukan sikap mengancam kepada negara lain. Karena invasi yang terjadi sudah terlalu merugikan banyak pihak.

Peristiwa ini tidak terlalu berdampak dalam bentuk yang signifikan kepada Indonesia, karena Indonesia yang bersahabat dengan kedua negara. Namun, Indonesia memiliki kesempatan penting untuk mengharmoniskan kembali kedua negara utamanya dengan sikap politik bebas-aktifnya.

Negara-negara barat banyak yang mengecam Indonesia karena sebagai tuan rumah dari Group 20 (G20) Indonesia berusaha untuk mendamaikan ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Walaupun banyak kritikan yang diterima oleh Indonesia sebagai negara yang berdaulat, Indonesia harus memiliki pendirian yang kuat.

Koherensi dari Pemerintah Indonesia terhadap isu untuk tidak berpihak menjadi sebuah kebutuhan agar dapat mengimbangi problematika isu global. Politik luar negeri memiliki tujuan yang penting seperti untuk meningkatkan perdamaian internasional, menjaga keselamatan negara, mempertahankan kemerdekaan bangsa, serta meningkatkan rasa persaudaraan antar bangsa.

Perihal Diplomasi, Indonesia melakukan peran aktif secara diplomasi preventif pada penyelesaian konflik dengan menjauhi sikap konfrontatif. Untuk berperan aktif secara penuh pada laga internasional, kapasitas Indonesia untuk berdiplomasi sangat berkaitan erat sehingga perlu untuk dipulihkan kembali terlebih dahulu di mata internasional.

Respon Indonesia 

Presiden Joko Widodo menegaskan sikap yang menjelaskan bahwa konflik yang terjadi antar kedua negara harus diberhentikan karena telah mengakibatkan ketidakamanan secara global. Dan yang paling penting dari konflik ini ialah Indonesia tidak menganut pengaruh global dan tidak menyatakan di tingkat internasional Rusia sebagai sebuah agresor.

Sebagai tuan rumah KTT G20 pemerintah Indonesia menegaskan bahwasanya sebagai ketua mereka memiliki sikap tidak memihak. Walau banyak seruan untuk tidak mengundang Rusia dan mengeluarkan negara Rusia, Indonesia tetap bersikeras untuk bersikap netral.

Sehingga menyatakan bahwa Indonesia tidak terpengaruh dengan pengaruh negara luar, sebagai negara yang berdaulat hal ini merupakan langkah tepat untuk dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dan merupakan bentuk penyuaraan pentingnya menghormati hukum internasional.

Indonesia terus memajukan pembahasan maupun diskusi perihal penggunaan power agar dapat dihentikan. Kemungkinan terbaik dari situasi perang Rusia-Ukraina ialah adanya de-eskalasi yang memangkas waktu untuk perundingan lebih efektif sehingga jalur diplomasi maupun yang manusiawi dapat terbuka.

Awal problematika diantara Presiden Ukraina (Volodymyr Zelensky) dan Presiden Rusia (Vladimir Putin) dimulai dari niat Ukraina yang ingin bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau lebih dikenal sebagai aliansi militer dari negara blok barat. Karena hal ini dapat mengancam kedaulatan blok timur Rusia kecewa dan marah besar.

NATO dianggap telah mengingkari janji yang telah disepakati oleh Rusia. Rusia sudah bersepakat dengan NATO bahwa NATO tidak akan berkembang ke arah Timur, Akan tetapi pada tahun 1999 hingga 2020 dapat dilihat bahwa NATO telah melakukan lima kali perkembangan ke arah Timur.

Peristiwa ini mendapat perhatian dan dukungan dari warga umum Indonesia yang lebih memihak kepada Rusia. Hal ini juga dapat dilihat karena sejarah yang dimiliki oleh Indonesia serta kekaguman yang dimiliki kepada sosok Presiden Putin karena Presiden Putin dianggap lebih berwibawa, berani, cerdas, serta ramah dan bersahaja dengan Muslim.

Hal ini tentunya menjadi pembeda Presiden Putin dengan Kepala negara di Eropa dan Amerika Serikat khususnya Kepala negara yang memiliki persepsi bahwa Muslim merupakan penyebab kekacauan di skala global.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tetap perlu menganut prinsip bebas-aktif untuk tidak terpengaruh oleh negara barat untuk mengatur langkah Indonesia sebagai mediator dan pemberi bantuan kemanusiaan kepada kedua negara yang berkonflik.