Kapan Maluku punya klub sepak bola profesional yang berlaga di liga utama Indonesia? Pertanyaan demikian terus menghantui masyarakat Maluku pada umumnya. Padahal secara faktual negeri para raja itu memiliki segudang pemain bola profesional yang membela klub-klub besar di Liga Utama Indonesia.
Sedari dulu Maluku tidak pernah putus dalam menyuplai para pemain bola berbakat. Mereka yang berkanca di kompetisi Liga utama Indonesia dan Tim Nasional Indonesia, banyak sekali berasal dari Desa Tulehu. Maka tak heran, Tulehu dikenal sebagai pabrik penghasil pesepak bola atau kerap kali dijuluki sebagai Brazil-nya Indonesia.
demikian para pemain asal Maluku yang kini membela klub Liga Utama Indonesia antara lain; Alvin Tuasalamony, Haris Tuharea, Ramdani Lestaluhu, M Sidik Saimima, Rizky Pelu, Rezaldy Hehanusa, Hendra Bayau, Manahati Lestusen, Hasyim Kipuw, Ricardo Salampessy, Abdur Lestaluhu dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan.
Senyatanya, kondisi banyaknya para pemain ssaya sebutkan di atas, belum bisa terorganisir untuk membela satu klub yang itu dari Maluku. Kira-kira apa problemnya? Padahal secara potensi tidak perlu diragukan lagi skill dan bakat para pemain yang berasal dari Maluku. Konon katanya, Timnas Garuda bila dipenuhi oleh pemain dari Indonesia bagian timur, yakin sungguh Asia bisa mereka taklukan,”mengutip obrolan tongkrongan rumah kopi.
Tidak ada alasan untuk mimpi itu dapat terwujud, walaupun hanya berdalil asumsi yang belum pasti. Saya tidak berkeinginan membahasnya kutipan obrolan rumah kopi di atas terlalu jauh, anggap saja itu adalah bagian dari kebebasan berekpresi. Ya secara kita hidup dalam alam demokrasi yang sudah menjamin saja kok.
Berbagai masalah terkait sulitnya Maluku memiliki klub bola ialah; pertama, tidak adanya investor yang berani menanam sahamnya. Kedua, Sarana dan prasarana semisal stadion yang tidak memadai.
Ketiga, Pengurus klub belum terlalu solid, dan mengejar kepentingan semata. Kompleksitas masalah yang diuraikan adalah sumber dari tidak akan mungkin terbentuknya suatu klub.
Bila diteliti dari sudut pandang lain, sepak bola di Maluku tidak hanya sebagai bagian dari implementasi jasmani manusia, namun sepak bola memberikan dampak begitu besar terhadap proses perdamaian di Maluku setelah peristiwa konflik agama di Ambon pada 1999 silam. Sepak bola menjadi alat pemersatu antar umat beragama. Sebagaimana dibuktikan dengan film” Cahaya Dari Timur, Beta Maluku” yang disutradarai Angga Dwi Sasonggko.
Saya teringat pesan tokoh besar dunia, Nelson Mandela, yang pernah mengatakan; Olahraga memiliki kekuatan mengubah dunia. Olahraga memiliki kekuatan inspirasi. Olahraga memberi harapan saat keputusan menerpa.
Hingga kini, klub asal Maluku hanya bisa berlaga di ajang lokal, semisal Piala Menpora, Liga 2 dan Liga 3. Klub-klub lokal yang masih mewarnai kompetisi Liga 2 dan Liga 3 antara lain; Nusaina FC, Pelau Putra, Ambon United dan Ps. Louruhu. Terbilang amatir karena hanya berkanca di kompetisi lokal.
Umumnya, para pejabat Pemerintah Daerah Provinsi Maluku tidak terlalu antusias dengan sepak bola. Rasa untuk mengembangkan sportifitas di ajang sepak bola tidak terlalu serius diucapkan dalam rapat-rapat program prioritas. Terbilang naif namun itulah realitasnya, seolah-olah bibit-bibit muda tidak diperdulikan mimpi-mimpi mereka ketika memutuskan untuk mejadikan sepak bola sebagai penjemput masa depan yang kilau gemilang.
Tak pernah satupun ucapan pejabat publik di Maluku yang membicarakan soal klub sepak bola di Maluku. Tidak percaya? Bisa dicek pada berbagai literasi media yang ada di Maluku. Pernah PSA Ambon memiliki nama dikanca sepak bola nasional dan termasuk klub paling disegani ketika itu. Alhasil, PSA Ambon kini tinggal cerita rakyat (mitos).
Dinamika persoalan di atas disambut juga oleh Ketua Asprov PSSI Maluku, Sofyan Lestaluhu, yang mengatakan bahwa lambatnya perkembangan sepak bola Maluku dikarenakan sarana dan prasarana yang tidak mendukung sehingga ini juga merupakan kendala. Secara garis besar, kata Sofyan, banyak pemain berbakat dan mempunyai skill diatas rata-rata, tetapi lagi dan lagi infrastruktur sarana dan prasarana masih menjadi misteri yang tak kungjung usai.
Bicara penantian, semua masyarakat Maluku sangat menanti klub profesiona-nya sendiri. Lalu siapa yang akan menjawab literatur persoalan yang dihadapi? Itulah sebabnya seluruh stakholder yang ada dipusat-pusat pemerintahan daerah dan masyarakat harus berkomitmen untuk mencarikan solusi bersama. Maluku sudah memiliki gubernur baru, yang akan menakodahi Maluku lima tahun kedepan.
Membuka lagi lembaran Visi dan Misi Murad Ismail sebagai Gubernur baru Maluku. Dalam misinya jelas tercantum” Pengembangan Pemuda Kreatif dan Olahraga Berprestasi”. Ini tersirat dalam point ke 7 Misi mantan Jendral Korps Brimob itu. Oleh karena itu, sebagaimana tercantum dalam misi kampanye, harus ditagih dan dibuktikan secara serius. Jangan berjanji tanpa bukti kongkrit.
Menjadikan klub Maluku untuk menaiki tangga Liga Utama Indonesia, saya rasa bukan pekerjaan yang muda. Namun apa mau dikata, janji Gubernur Murad Ismail berkata demikian. Jawabannya berada pada komitmen Murad dalam implementasi janji yang diucap.
Pukulan juga buat mereka yang telah mendarat di kursi Senayan, para Caleg DPR-RI dan DPD-RI 2019 yang terpilih, bahwa tanggunjawab kalian sangat besar untuk membangun Maluku dari aspek sepak bola. Harapan kita sebagai masyarakat hanya, Maluku harus punya Klub Sepak Bola, itu saja tidak banyak-banyak. Ya semoga bisa diwujudkan.