Peran pemilihan umum tentunya bersifat sentral dalam menjalankan fungsi seleksi kepemimpinan baik pada lembaga eksekutif maupun legislatif. karena dengan adanya pemilihan umum inilah dapat ditemukan pergantian kekuasaan yang berlegitimasi. Dengan berjalannya perkembangan demokrasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap politik, maka partai politik akan berlomba untuk merebut suara masyarakat dengan mengusung ideologi-ideologi mereka.
Selain itu, munculnya fenomena-fenomena partai politik baru dari pemilu ke pemilu menjadikan pilihan masyarakat Indonesia semakin beragam. Sehingga munculah indikasi tingginya angka swing voters (pemilih ambang) yang meramaikan setiap pergelatan pemilu yang ada di Indonesia.
Menurut SMRC swing voters merupakan perilaku pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai atau calon dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Keberadaan swing voters juga sering dikaitkan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki hak pilih, namun mereka juga memiliki hak yang tidak bisa diintervensi dalam diri mereka untuk memilih/tidak memilih dalam pemilu.
Swing voters juga diartikan sebagai kelompok yang sebenarnya memiliki pilihan tetapi mereka memilih merahasiakan pilihannya. Eksistensi swing voters sering ditemukan pada pemilih pemula yang rentan usia 17-20 tahun dan pemilih muda yang berusia 21-35 tahun. Eksistensi swing voters yang cenderung didominasi oleh kaum milenial sering memberikan dampak positif terhadap partisipasi politik di Indonesia.
Meskipun memiliki karakteristik yang cukup antusias namun mereka juga cenderung kurang rasional dan gampang terpengaruh. Selain itu pemilih pemula lebih memanfaatkan sosial media sebagai media informasi, sehingga dapat dilihat bahwa keberadaan digitalisasi sangat berpengaruh terhadap preferensi pemilih.
Pemilih pemula yang tergolong swing voters dapat ditarik/dipengaruhi dengan menggunakan media hiburan (entertaining). Selain itu algoritma yang terjadi di internet membuat masyarakat hanya terpapar informasi pada satu sisi saja sehingga mengurangi obyektivitas para calon kandidat.
Terdapat empat indikator swing voters yang ada di Indonesia, yakni adanya perubahan perolehan suara dari pemilu ke pemilu, tidak bisa memilih secara spontan terhadap partai, pilihan yang dinamis terhadap calon atau partai tertentu, dan tren pilihan partai yang berbeda-beda pada setiap pemilihan dari pemilu sebelumnya.
Dengan kata lain swing voters dalam pemilu yakni pemilih yang berada pada posisi tengah dan belum menentukan secara pasti paslon pilihannya. Pada faktanya, swing voters kerap disamakan dengan silent voters karena cenderung merahasiakan pilihan politiknya.
Meninjau hasil survei oleh IFES (International Foundation for Electoral System) yang menemukan indikasi bahwa terdapat kecenderungan pemilih yang berpindah-pindah. Hasil survei menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung memilih partai yang berbeda-beda sekitar 40%, selalu memilih partai yang sama sebanyak 30%, hampir selalu memilih partai yang sama 21%, pemilih pemula 5%, tidak menjawab 3%, dan tidak pernah memilih 1%. Indikasi tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu gejala swing voters.
Jika melihat kembali perjalanan pemilu serentak pada tahun 2019, swing voters menjadi tantangan terbesar. Berdasarkan data dan hasil survei potensi swing voters masih mencapai angka 10%-25% dari suara pemilih. Sedangkan dalam data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan suara pemilih Pilpres 2019 sebanyak 192.828.520 suara.
Hal tersebut berarti bahwa jumlah swing voters terdapat sekitar 50 juta orang. Sehingga pasangan calon pada saat itu yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin atau Prabowo-Sandiaga Uno harus lebih berusaha keras untuk meyakinkan mereka dengan kampanye yang rasional.
Jika swing voters tidak digarap dengan baik dapat mengarah pada potensi golput. Adanya golput bisa menentukan kemenangan salah satu calon apalagi jika suara yang dicapai sekitar 10%-20%. Sedangkan pada Pilpres 2014 peneliti LIPI menyebut 40% swing voters sebagian besar diluluhkan oleh pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Pada saat ini digitalisasi memiliki andil yang sangat besar dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas calon. Sejumlah figur kepala daerah seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, hingga Khofifah Indar Parawansa memiliki peluang besar menjadi kandidat Pilpres Tahun 2024 mendatang.
Saat ini rakyat perlu figur publik yang bukan hanya sekedar imaging political saja tetapi juga visioner dan menekankan political action. Karena yang dibutuhkan masyarakat terhadap pemimpin adalah affirmative action bukan words of affirmative. Terutama kaum pemilih pemula yang masih belum sepenuhnya mengerti politik, tentunya membawa dampak yang cukup besar terhadap pilihan mereka.
Secara umum terdapat tiga faktor yang menyebabkan eksistensi swing voters, yakni pertama, figur kandidat yang memiliki peran penting dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat. Kedua, mobilisasi massa yang secara langsung atau tidak langsung memiliki peran yang sangat besar dengan melibatkan tokoh tokoh masyarakat atau peran afiliasi organisasi. Ketiga, money politic yang merupakan wujud dari eksistensi politik transaksional yang dilakukan oleh elite-elite politik terhadap masyarakat.
Beberapa aspek lain yang mempengaruhi eksistensi swing voters yakni adanya undang-undang yang dirancang tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan publik. seperti contohnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), UU Omnibus Law yang ditolak oleh kaum buruh, UU Pemindahan Ibu Kota Baru, Kesehatan, Pajak, Tenaga Kerja. Hingga soal Pepres No. 40 Tahun 2004 tentang BPJS, UU Tapera No. 4 Tahun 2016, dan juga 12 RUU-KUHP yang menuai kontroversi.
Hal tersebut dapat meningkatkan jumlah swing voters pada Tahun 2024 hingga mencapai 30% yang mana pada tahun 2019 sendiri telah mencapai 25%.Peningkatan jumlah swing voters yang terjadi karena swing voters sendiri merupakan pemilih yang rasional dan peduli dengan program-program yang ditawarkan calon kandidat.
Maka dari itu para calon kandidat kedepannya perlu memperhatikan kebutuhan pemilih terutama pemilih pemula dan pemilih muda, karena suara mereka memiliki pengaruh besar bagi keberhasilan pemilu.
Oleh karena itu, strategi yang perlu dilakukan untuk mendapat suara swing voters yakni dengan memaparkan program-program yang ditawarkan akan mampu menarik perhatian pemilih.