Apa yang salah dengan kelas unggulan? Bukankah ketika kita masuk ke dalam komunitas yang namanye kelas unggulan di sekolah menjadi sebuah gengsi yang luar biasa bagi kita? Bukankah ketika kita masuk ke dalam kelas atau komunitas pendidikan atau institusi pendidikan yang dianggap sebagai penyelenggara pendidikan menjadi tanda keberadaan kita dengan kecerdasan kita diakui?         

Proses pembelajaran yang terjadi terlihat seperti monster yang siap menghantui saya kapan pun setiap hari Senin sampai Sabtu. Saya tidak menikmati proses yang ada di dalam pembelajaran di kelas unggulan.

Kelas unggulan memiliki dampak untuk memacu semangat belajar naradidik. Kelas unggulan idealnya diharapkan menjadi sarana untuk menunjukkan pengakuan akan kecerdasan dan upaya belajar dari naradidik. Kelas unggulan menjadi tempat untuk mengoptimalkan para murid yang memiliki ketelatenan dan kecerdasan yang cukup tinggi agar dapat mengoptimalkan potensi di dalam diri mereka.     

Sulit untuk memahami tentang kemampuan naradidik dan tekanan psikis yang dihadapi naradidik dalam kelas unggulan. Pasalnya dalam pengalaman saya secara subjektif ada kecenderungan untuk merasa malu jika tidak mampu mengikuti proses di dalam kelas. Saya mengalami sendiri ketika saya tidak mampu untuk mengikuti proses pembelajaran yang ada di dalam kelas, saya merasa bahwa saya adalah naradidik paling bodoh yang ada di dalam kelas.

Selain itu saya juga merasa bahwa proses pembelajaran di kelas unggulan tidak membuat semangat saya bangkit dalam belajar. Pasalnya sebagai seorang dengan kemampuan yang tidak dapat mengikuti proses di kelas unggulan, saya merasa tertinggal dan ditinggalkan. Salah satu dampak di kemudian hari adalah menurunnya rasa percaya diri dalam bidang akademis.

Satu permasalahan lain yang harus diperhatikan ketika sistem kelas unggulan diadakan adalah secara tidak langsung terbentuk kasta di antara naradidik. Kasta yang dimaksud adalah pembedaan antara naradidik yang berpotensi dan potensinya masih harus dikembangkan. 

Memang tidak bisa disamaratakan bahwa semua orang tidak memandang latar belakang dalam interaksi sosial. Perbedaan kelas atas klasifikasi kecerdasan dapat menimbulkan rasa rendah diri di satu kelompok dan rasa tinggi hati di kelompok lainnya.

Apa yang dapat dilakukan oleh orang muda dalam pendidikan dengan sistem kelas unggulan di Indonesia? Satu hal yang pasti adalah bahwa semua orang tidak mungkin menjadi guru atau orang-orang yang aktif di lembaga pendidikan formal atau informal.

Kebijakan untuk membuat kelas unggulan tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting untuk dibina dalam proses pendidikan. Selain tentunya membina naradidik yang beriman dan bertakwa, sesuai dengan karakter bangsa yang konon katanya religius itu.

Naradidik memang perlu dipersiapkan untuk bertahan hidup dengan keterampilan. Akan tetapi pertanyaannya adalah seberapa besar semangat kompetitif dalam proses belajar mengajar ditumbuhkan? Jangan sampai melupakan aspek pertumbuhan dan kenikmatan belajar. Jangan sampai sistem-sistem dalam kelas unggulan justru menjadi momok bagi naradidik.

Sikap kritis terhadap sistem pendidikan yang berpotensi menjadi tempat pemupukan diskriminasi dan pembentukan generasi yang hanya dicekoki pendidikan yang bertujuan untuk menjadi orang pintar demi gengsi sekolah. Kelas unggulan menjadi sebuah fenomena yang masih terjadi di dalam sistem pendidikan.

Kita dapat memberi kajian atau memberi pandangan lain kepada orang-orang tentang kelas unggulan dengan memaksimalkan media yang ada. Sehingga pesan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan dan keunggulannya masing-masing dapat diketahui di berbagai sudut antero negeri. Jangan sampai pendidikan terus menjadi alat untuk membentuk gengsi tanpa memikirkan perkembangan peserta didik secara menyeluruh.

Kita diharapkan memiliki kepekaan dengan kondisi pendidikan yang dialami dan dampaknya bagi dirinya, lalu diteruskan ke dalam tindakan nyata. Dasarnya adalah untuk sistem pendidikan yang semakin baik.

Kelas unggulan dalam pengadaannya perlu mempertimbangkan aspek perkembangan emosional dan relasional naradidik dengan lingkungan sekitarnya. Jika kelas unggulan tetap harus diadakan di dalam sistem pendidikan di sekolah, maka proses dan sistem yang dirancang bukanlah proses yang hanya memacu pertumbuhan kognitif, melainkan pertumbuhan sisi afektif naradidik juga harus ditumbuhkan.

Sekolah bukanlah tempat yang memiliki kewajiban untuk mencetak robot pintar! diharapkan dapat merefleksikan apa yang dialami untuk menjadi gambaran tentang bagaimana pendidikan yang harus dijalankan, diubah atau dihentikan.

Kita diharapkan dapat berpikir dan bertindak kritis dengan sistem pendidikan, yang memiliki kecenderungan menjadi sarana diskriminasi seperti kelas unggulan. Semangat kompetisi di dalam pendidikan jangan sampai membunuh semangat pertumbuhan dan kenikmatan belajar, demi berbagai gengsi dalam kehidupan.