Pertanyaan yang tidak terjawab adalah sumber rasa gelisah. Apalagi, pertanyaan itu menyangkut soal-soal yang mendasar dalam hidup. 

Seperti yang dialami Lelaki Gendut, julukan untuk penulis terhadap tokoh cerita ini, sepanjang waktu itu diliputi gelisah karena pertanyaan yang tidak pernah terjawab tentang ayahnya.

Yang ia ingat, saat masih kecil, perilaku ayahnya tiba-tiba berubah. Dari orang normal,  ia tiba-tiba mengurung diri di gudang. Tidak pernah keluar. Sampai suatu hari, ia meninggal karena bunuh diri.

Kejadian itu sangat membekas dalam jiwanya. Ia seperti masuk dalam lorong panjang yang penuh misteri dan teka-teki. Siang dan malam, ia selalu diburu pertanyaan tentang mengapa ayahnya mati bunuh diri. Dan pertanyaan itu terus mengikuti ke mana pun ia pergi.

Ibunya tidak pernah memberi penjelasan terang tentangnya. Bahkan, bila ditanya soal itu, ia akan mengelak dan berpura-pura gila. Selalu begitu dan selalu begitu. Hingga bertahun-tahun, sampai Si Lelaki Gendut besar, menikah, punya istri dan anak.

Dan sepanjang rentang waktu yang panjang itu, kegelisaan Lelaki Gendut tentang ayahnya tidak pernah sirna. Bahkan pertanyaan itu sering kali secara tiba-tiba menyergap dirinya. Dalam situasi seperti itu, ia kadang memainkan peran seperti yang biasa ibunya lakukan. Berpura-pura gila.

Ketika ia merantau jauh dengan ibunya, dan tinggal bersama istri dan anaknya, berkali-kali Lelaki Gendut itu menelepon ibunya di kampung. Soal yang ditanyakan masih sama. Pun demikian reaksi ibunya. Ibunya tidak mau membuka rahasia tentang ayahnya. Dalam situasi itu, ia merasa dadanya sesak, lalu meraung dan tersedu dalam kemarahan.

Sampai suatu hari, ibunya mengatur strategi “perang” berbeda. Ia mengirimkan surat untuk semua kerabatnya, juga kepada istri Si Lelaki Gendut. 

Surat itu berisi keterangan yang tidak benar tentang Si Lelaki Gendut. Dalam surat itu, ibunya mengabarkan bila Lelaki Gendut terjangkit Sifilis Cina saat belajar di Amerika. Surat itu membuat dia makin tenggelam dalam kegelisahannya.

Di luar itu, Si Lelaki Gendut memiliki anak yang juga gendut seperti dirinya. Sebelum sang anak lahir, ia berharap anak itu akan menjadi pengalih perhatian dari ayahnya. Namun, anaknya terlahir idiot. Kondisi itu kembali menjadi pukulan berat bagi kondisi mentalnya.

Anak itu ia beri nama Eeyore. Si Lekaki Gendut itu begitu dekat dengan anaknya. Ia selalu mengajak anaknya pergi ke mana saja. Bahkan, ia kemudian menikmati pikiran dirinya sebagai korban pasif yang diam-diam dibudaki anaknya sendiri.

Sampai ia merasakan apa yang terjadi pada anaknya juga akan terjadi pada dirinya. Apa pun sakit yang dirasakan anaknya, juga akan dirasakan tubuhnya. Saat anaknya kena luka bakar, ia dapat merasakan sakit pada bagian tubuh yang sama dengan anaknya. 

Lelaki Gendut merasa dirinya sebagai penghubung anaknya dengan dunia. Pada suatu hari, ketika ia mengajak anaknya ke kebun binatang, ia menceritakan bermacam binatang yang ia lihat, agar dapat dimengerti oleh anaknya. Walaupun anaknya reaksinya datar, seperti tidak memahami ceritanya.

Dan di kebun binatang itu pula, ia tersesat pada para penjudi yang sedang berkumpul. Ia dicurigai sebagai polisi, lalu dipukuli, hingga tak sadarkan diri. Ketika siuman, ia sudah di ruang dokter hewan yang terpisah dari anaknya.

Selanjutnya, ia mencari anaknya dan ketemu di kantor polisi. Saat itu, ia bermaksud menelepon istrinya. Namun, saat memegang telepon, ia kembali tentang ibunya dan meneleponnya. Seperti biasanya, ibunya hanya diam tidak menjawab.

Seperti biasa, dalam situasi seperti itu, Lelaki Gendut itu akan merasa gusar. Dalam kepalanya kembali muncul kecambah pertanyaan tentang ayahnya. Yang akan menyulut emosi dan ia gagal untuk melampaui kegilaan yang selama ini mengungkungnya.

Namun, setelah kejadian itu, ibunya mengiriminya surat. Ia bercerita tentang apa yang terjadi dengan ayahnya. Kenyataan pun terkuak. Ia menjadi tahu tentang siapa sejatinya ayahnya. Ternyata, ia bukan seperti yang ia bayangkan dan impikan selama ini. Bukan lelaki yang ingin ia tiru sifat dan karakternya.

Kenyataan itu mengguncang jiwanya. Ia sangat terkejut. Pandangannya serta-merta berubah tentang ayahnya. Pudar sudah kehendaknya untuk merekam jejak ayahnya. Ia membakar bendel naskah biografi tentang ayahnya yang ia telah tulis.

Kejadian itu meruapakan momen penting dalam hidupnya. Sejak saat itu, ia merasa bebas. Tidak ada lagi hidup dalam bayang-bayang ayahnya. Ia menjadi lelaki yang berjalan bebas sendirian. Melampaui kegilaan yang sekian lama mengungkungnya.

Riwayat Buku

  • Judul: Ajari Kami Melampaui Kegilaan Kami
  • Penulis: KenzaburŌ Ōe
  • Penerjemah: Aquarina Kharisma Sari
  • Penerbit: Circa
  • Cetakan: I, Maret 2019
  • Tebal: 76 halaman
  • ISBN: 978-623-90087-2-7