Pada saat masih di bangku sekolah dasar, guru biasanya bertanya "Pohan mau jadi apa nanti kalau uda besar?" dan dengan tegas siswanya akan menjawab "Mau jadi dokter buk". Memang tidak sedikit jawaban dengan pertanyaan demikian bervariasi, ada yang menjawab Polisi, Tentara, Pilot maupun guru. 

Satu hal yang terlukis di benak pelajar SD pada saat mendengar kata "Dokter" adalah pakaian putih bersih, berparas elok, bersih dan keren. Hakekatnya, dokter ataupun tiap orang yang bekerja dalam bidang medis adalah pekerja ataupun profesi yang berhubungan dengan hal hal "vital" dalam kehidupan. 

Dalam hal ini, yang penulis bahas adalah dokter militer ataupun para medis yang bertugas di lokasi peperangan. Ada banyak alasan suatu kelompok atau negara berperang. Seperti halnya perang dunia pertama dan kedua, merupakan salah satu contoh bentuk keserakahan dan egoisme sepihak yang ingin menunjukkan kehebatan negaranya maupun ideologi yang salah terhadap ras nya. 

Dapat kita ambil satu contoh mengenai ideologi yang salah ini yaitu ideologi Nazisme yang bukanlah merupakan ideologi baru tetapi merupakan gabungan dari beberapa ideologi dan kelompok yang memiliki persamaan pendapat tentang penentangan perjanjian Versailes dan kebencian terhadap Yahudi dan Komunis yang dianggap berada di balik perjanjian itu (Wikipedia). 

Saya sangat antusias saat menonton film "Behind Enemy Lines" bersama ayah saya di ruang keluarga. Film yang di sutradarai John Moore tersebut mengisahkan seorang pejuang yang berusaha lari dari sergapan musuh di dalam daerah musuh itu sendiri. Kisah tersebut sedikit mengingatkan saya akan cerita ayah saya tentang perjuangan perlawanan Sisingamangaraja XII melawan penjajah. Bagi seorang maniak "War Movie" seperti saya, peperangan terasa sangat menghibur dengan aksi aksi heroik dari bintang utamanya. 

Sebut saja Rambo yang nyaris setiap saat hampir mati, justru malah berhasil membunuh musuh musuhnya dengan seorang diri. Satu hal yang menjadi perhatian dalam film film peperangan, biasanya tokoh utamanya adalah orang baik yang berjuang demi kebaikan. Dan yang menjadi pemeran utamanya tiada yang lain adalah prajurit itu sendiri. 

Jarang dalam film film demikian, yang menjadi pemeran utamanya adalah para medis. Bila kita melihat lebih jauh lagi, medis menempati posisi yang penting dalam hal hal genting seperti hal nya peperangan. 

Dari film "Saving Private Ryan" dapat kita saksikan betapa pentingnya posisi seorang medis dalam peperangan. Perang tanpa medis ibarat sawah tanpa air, sekuat apa pun padi yang di tanam akan mati, demikian sekuat apapun persenjataan suatu negara akan sia sia tanpa medis yang selalu menyuport para pejuangnya. Sama hal nya dengan game ber genre MOBA, layaknya Mobile Legends. Saat war, meski "damage" Estes sangat sedikit, namun "healling" yang dimilikinya sangat membantu tim untuk menang. 

Permasalahannya adalah, setiap orang lebih tertarik untuk berperan sebagai pahlawan yang menghabisi lawan lawannya dengan kekuatan yang dimilikinya. Bukan sebagai seorang support yang bekerja di balik layar. Setidaknya begitulah mindset kebanyakan orang saat bermain game maupun menonton film perang. Dari hal sekecil itu saja kita dapat melihat betapa di remehkannya peran seorang medis. Setidaknya begitu juga dengan alur pemikiran saya beberapa waktu lalu sampai itu semua berubah ketika ayah saya menukar channel TV ke program berita dunia.

Pada saat itu, kebetulan beritanya tentang perang di Irak. Sungguh menyayat hati ketika sepintas, kamera diarahkan pada seorang anggota medis yang menggendong seorang anak yang kepalanya bercucuran darah menutupi wajahnya. Hal tersebut sangat berbeda jauh dengan persepsi saya ketika melihat "John Rambo" yang semakin keren dengan lengan dan wajah yang berlumuran darah. Ada dua hal yang terlintas dalam pemikiran saya pribadi ketika melihat pemberitaan di TV tersebut.

Pertama, apakah anak itu masih hidup?. Dan yang kedua, mengapa orang yang menolong anak tersebut tidak lari saja menyelamatkan dirinya ketimbang menyelamatkan si anak yang belum tentu masih hidup atau sudah mati. Menjadi dilema bagi saya pribadi apabila hal tersebut di hadapkan pada saya walau dengan kemampuan yang andaikanlah memang luar biasa dalam bertahan hidup. Hal yang patut di cermati kedepannya adalah bukan mengapa peperangan tersebut terjadi, tetapi bagaimana bisa masih ada orang yang berhati mulia rela menolong orang lain ketika berada dalam perselisihan orang orang egois.

Saya semakin tertarik untuk mengetahui lebih tentang profesi yang satu ini. Profesi yang menurut saya pribadi "out of the box". Wajar bila dalam suatu konflik peperangan, banyak korban yang berjatuhan baik itu tentara maupun warga sipil yang berada  di daerah lokasi peperangan. Namun ketika kita menyadari terdapat beberapa kelompok orang berlarian membantu para korban yang terluka tanpa memikirkan keselamatan diri mereka sendiri, bukankah itu melebihi dari sekedar pahlawan?.

Sanggupkah kita melakukan suatu hal yang bahkan taruhannya adalah nyawa kita sendiri tanpa mendapat penghargaan yang luar biasa bahkan terlupakan nantinya?. Memang benar bahwa kita tidak boleh mengharapkan imbalan saat membantu orang lain. Tapi apakah terasa adil ketika kita melakukan suatu hal yang bahkan mengancam nyawa kita, namun terkadang pekerjaan kita di pandang sebelah mata oleh beberapa pihak?. Dedikasi mereka pada pekerjaan mereka benar benar luar biasa yang di tunjukkan dengan totalitas yang tiada tandingnya. 

Dalam pandangan masyarakat awam, pekerjaan para medis ini terlihat sederhana dengan selalu di naungi pakaian putih yang merupakan ciri khas mereka. Namun bila di perhatikan lebih jauh, perannya sangat penting terlebih dalam peperangan yang semakin hari semakin tak jelas ujungnya. Tanpa kita sadari, bukan hanya tentara atau pejuang saja yang berperang dan bukan hanya kemenangan ataupun pengakuan semata yang di kejar dalam peperangan tersebut. 

Para medis juga ikut berperang. Bukan melawan manusia, melainkan melawan takdir dan nasibnya sendiri untuk mempertahankan hidupnya dan hidup orang lain. Bukan kemenangan dan pengakuan semata yang ingin di raih, melainkan nyawa yang ingin di perjuangkan.

Memikirkan semua hal tersebut, edan rasanya ketika masih ada saja orang yang mendedikasikan hidupnya untuk hal hal demikian. Apakah sebenarnya mereka sudah bosan dengan hidup mereka yang kurang menantang maut ? atau mereka memang sudah tidak menghargai nyawa mereka sendiri ?. "Saya tidak menikmati makanan yang enak maupun mobil mewah. 

Saya tidak peduli bila harus tidur di tempat sampah sebab saya tidak terlalu memikirkan pakaian saya" merupakan sepenggal kata kata dari Jack Kevorkian, seorang ahli patologi berkebangsaan Amerika yang tidak memperdulikan hidupnya sebelum hidup pasiennya. 

Mungkin bagi kita hal tersebut sulit di terima akal sehat. Namun itulah dedikasi yang total terhadap pekerjaan dan niat yang tulus membantu dan menyelamatkan nyawa orang lain. Hal hal tersebut bukanlah hal gila. Yang gila itu adalah konflik dan peperangan itu sendiri. Apakah harus berperang untuk mencapai tujuan ?. Bila ya, maka itu pertanda bahwa peperangan itu adalah ibarat kaisar hitam yang merupakan jelmaan iblis yang menginginkan kematian dan lawan sesungguhnya adalah kaisar putih yang merupakan jelmaan malaikat yang tujuannya menjaga kehidupan yang ada.

Marilah kita, setidaknya bila tidak dapat menjadi mereka yang bahkan merelakan nyawa mereka untuk menyelamatkan orang lain, dapat menjadi orang orang yang menghargai nyawa sendiri dan nyawa sesama serta memiliki kesadaran untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan kita. 

Bila mereka dapat menolong nyawa orang banyak dalam peperangan, mengapa kita tidak dapat menirunya walau hanya dengan hal kecil, yaitu mengulurkan tangan kita pada orang yang membutuhkan bantuan di sekitar kita. Bersama, kita ciptakan dunia damai dalam aksi aksi kemanusiaan yang semakin mempererat persaudaraan.