Siapa sih yang gak kenal martabak, hampir semua orang dari semua kalangan pasti pernah memakannya. Bahkan makanan ini juga tersedia di seluruh wilayah di Indonesia sebagai jajanan yang biasanya dijual di malam hari.
Makanan ini enak dimakan sendiri maupun bersama orang lain, bahkan konon katanya kita bisa menyenangkan calon mertua dengan membelikan mereka martabak. Dan masih banyak lagi yang bisa diceritakan dari makanan ini, baik dari isinya, rasanya, tekstur, dan lain-lain.
Bahkan saya sendiri menjadikan martabak sebagai makanan favorit saya dan cukup sering membelinya. Nah ketika kemarin saya membeli martabak saya sempat mengucap “Mas, beli martabak satu”, lalu sontak sang penjual bertanya “Martabak manis atau telur mas?“. Di sinilah saya tiba-tiba mendapat suatu pertanyaan besar dari pertanyaan kecil sang penjual tadi.
Memang pertanyaan tadi sangat simpel dan bisa mudah dijawab sesuai keinginan kita. Namun yang saya pikirkan adalah bagaimana suatu definisi martabak itu bisa jauh berubah hanya dengan menambah kata asin atau manis di depannya.
Apa itu definisi? Definisi simpelnya adalah suatu batasan untuk mendeskripsikan sesuatu yang akan membedakan hal itu dengan hal lainnya. Misal definisi dari pensil mungkin sulit dijelaskan, tapi dengan menjelaskan properti yang dia punya misal pensil terbuat dari karbon, bentuknya panjang, digunakan untuk menuliskan, hasil tulisannya bisa dihapus dan lain-lain.
Dari sifat-sifat ini bisa kita bisa membatasi pengertian dari pensil ini sehingga pensil akan berbeda dengan benda lain misalnya pulpen yang definisinya pun berbeda juga. Kenapa sih definisi itu penting ? Ya karena definisi itu pada dasarnya akan membuat kita paham sesuatu tanpa memedulikan namanya, dan ini sangat sering sekali gagal dipahami dalam masyarakat Indonesia.
Nah kembali ke martabak, jika ditanya definisi dari martabak itu mungkin kita bisa jelaskan bahwa martabak itu suatu makanan yang berupa terigu yang dicampur soda kue lalu dimasak di teflon khusus sampai mengembang lalu setelah jadi ditaburi topping seperti coklat, keju, dan lainnya lalu ditekuk sehingga saling menumpuk. Makanan yang memiliki ciri tersebut bisa didefinisikan sebagai martabak.
Di sisi lain makanan yang berupa adonan yang diluaskan lalu diisi dengan berbagai isian seperti sayur, daging dan lainnya, lalu dilipat-lipat dan digoreng sampai matang. Makanan dengan ciri tadi pun bisa didefinisikan sebagai martabak oleh orang-orang. Terus apa definisi yang benar mengenai martabak? Bukankah definisi harus membuat batasan yang membedakan suatu hal dengan hal lainnya.
Nah sebenarnya jika kita hanya mempermasalahkan nama “martabak”, maka hal ini sebenarnya sudah terselesaikan sejak lama karena munculnya nama terang bulan atau kue bulan sebagai pengganti nama martabak manis, namun tetap saja jika anda bertanya pada seseorang tentang martabak maka pasti orang itu akan mendefinisikan martabak itu sebagai martabak telur dan manis juga.
Hal ini terjadi karena di pikiran kita sudah tertanam mindset mengenai martabak yang punya dua definisi ini, dan ini bisa berbahaya jika kita terus memiliki mindset seperti ini. Contoh saja yang masih dekat adalah tingkatan pada martabak, sering sekali kita melihat menu martabak telur ada martabak spesial, istimewa, jumbo seperti itu kan dengan tingkatan tadi adalah jumlah telur yang dimasukkan ke martabaknya.
Nah ini adalah suatu kesalahan pendefinisian lagi dimana istimewa atau spesial itu seharusnya mengarah pada suatu hal yang berbeda dari yang lain, tapi di kasus martabak ini istimewa berarti menambah telur sebagai isi martabaknya.
Adanya hal ini akan membuat kita memiliki definisi ganda lagi mengenai kata istimewa atau spesial ini yang bisa mengubah mindset kita mengenai suatu hal.
Memang apa masalahnya sih makna ganda ? Bukannya sering sekali kita melihat makna ganda dari suatu hal seperti sinonim gitu ? Nah ini juga yang harus diluruskan, anda memang boleh mengarahkan suatu definisi ke beberapa hal sekaligus, tapi anda sebaiknya menghindari suatu hal yang bisa didefinisikan ke beberapa arah yang jauh berbeda karena hal ini bisa menimbulkan miskonsepsi dan ketidaktahuan.
Lalu kita juga tidak boleh mendefinisikan sesuatu hanya dari namanya saja, tanpa mencari tahu makna sebenarnya dari hal tersebut misal saja jurusan teknik kimia dimana orang-orang banyak mendefinisikan jurusan itu sebagai jurusan yang mempelajari kimia karena dari namanya sudah ada kimianya, padahal aslinya jurusan itu lebih fokus ke fisika dan penerapannya untuk memproduksi bahan kimia. Nah miskonsepsi-miskonsepsi inilah yang harus dihindari dalam masyarakat.
Ini adalah masalah yang mungkin terlihat sederhana tapi sebenarnya merupakan suatu ciri masyarakat Indonesia saat ini, yaitu mudah menerima kebenaran. Apa itu kebenaran? Kebenaran dapat didefinisikan sebagai suatu fakta yang memang sudah terbukti kenyataannya atau suatu hal yang sudah disepakati bersama sebagai suatu kebenaran.
Nah masyarakat Indonesia sering menggunakan definisi kedua sebagai kebenaran itu sendiri sehingga masyarakat akan menerima suatu hal selama hal itu sudah diterima bersama tanpa menghiraukan fakta aslinya.
Inilah juga yang membuat masyarakat kita sering sekali percaya akan hoax atau kabar palsu karena kebiasaan membenarkan hal yang disepakati oleh banyak orang tanpa mencari tahu kebenaran aslinya.
Faktor inilah yang membuat negara kita itu sulit sekali untuk berkembang, karena kita saja masih kesulitan untuk mendefinisikan hal apalagi mengembangkan hal tersebut.
Itulah pentingnya edukasi mengenai kebahasaan di negara ini, karena semua hal bisa didefinisikan dengan menggunakan bahasa, sehingga makin baik bahasa kita, makin berkembang negara kita. Tapi kita hanya bisa menunggu apakah pemerintah bisa “mendefinisikan“ pentingnya hal ini. Kita tunggu saja sambil makan martabak.