Sungguh bicara denganmu
Tentang segala hal
Yang bukan tentang kita
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja .....
(Mari Bercerita – Payung Teduh feat. Icha)
Saya sangat suka kutipan lirik lagu di atas. Maknanya benar-benar dalam, anti-mainstream, pokoknya mantul gitu, lho. Bagaimana bisa sepasang kekasih dalam lagu itu malah lebih suka bercerita yang bukan tentang ‘kita’? Padahal, sepanjang kiprah saya menjadi obat nyamuk, saya menemui banyak pasangan muda-mudi yang kalau ngobrol hanya membahas seputar ‘aku-kamu’, ‘ayang-beb’, ‘mami-papi’, ‘ayah-bunda’, dan berbagai panggilan sayang lainnya dalam pacaran. Intinya, mereka hanya membahas tentang ‘diriku’, ‘dirimu’, dan ‘hubungan cinta kita yang kekal abadi selamanya sampai akhir nanti selamanyaaa. Begitulah, dunia terasa milik berdua.
Padahal, dunia ini bukan hanya tentang ‘kita’ saja. Ada banyak orang yang perlu dipedulikan, ada banyak masalah yang perlu diselesaikan, dan ada banyak stok jomblo yang perlu disayangi. Jika banyak pasangan muda-mudi yang hanya membicarakan tentang ‘kita’ saja, lalu siapa lagi yang akan menyelasaikan masalah-masalah di sekitar kita? Wong pemuda-pemudinya sibuk pacaran kok, tanpa memikirkan hal-hal di luar ‘kekitaan’.
Ini bukan sebuah catatan kedengkian mahasiswi jomblo kepada pasangan muda-mudi yang berpacaran, ya. Walaupun poin mahasiswi jomblo benar adanya, sih. Intinya, saya sangat berharap agar muda-mudi Indonesia, baik berstatus jomblo ataupun taken, bisa sama-sama berkontribusi untuk menyelesaikan masalah yang ada di negeri ini. Tentunya, kita dapat melakukannya sesuai dengan kapasitas dan bidang keilmuan yang kita miliki.
Dalam hal ini, saya menyorot pasutri muda Gita Savitri Devi dan Paul. Pasangan ini merupakan influencer yang sangat menginspirasi. Netijen dapat menemukan obrolan-obrolan berbobot mereka di channel Youtube Gita Savitri Devi. Ada banyak sekali ulasan mengenai topik kontemporer yang menarik sekaligus mencerahkan, seperti pelecehan seksual, rape culture, poligami, LGBT, kesetaraan gender, politik, pelecehan agama, bencana di Indonesia, muslim Uyghur, prostitusi, dan masih banyak lagi.
Gita dan Paul adalah sosok muda-mudi Indonesia yang berani speak up tentang hal-hal yang penting untuk dibicarakan. Mereka bercerita di luar ‘kekitaan’, ‘keakuan’, dan ‘kekamuan’. Pasangan ini berdiskusi tentang hal-hal yang ada di society, tentang negeri ini, tentang dunia ini. Bahkan, obrolan-obrolan seperti itulah yang membuat mereka merasa sreg satu sama lain dan memutuskan menikah. Ya, mereka sama-sama cerdas dan peduli terhadap hal-hal di sekitar mereka. Couple goals !
Seperti lirik lagu Payung Teduh di atas, bercerita tentang yang bukan tentang ‘kita’ membuat pasangan ini lebih bersahaja. Gita dan Paul seringkali memberikan kontribusi untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti mengkampanyekan donasi untuk orang-orang kelaparan di Yaman melalui Kitabisa.com.
Tidak hanya berkampanye, pasangan ini juga menjadi volunteer di beberapa program relawan nasional maupun internasional. Misalnya, volunteer ke Filipina dalam program GiveBack GiveAway, volunteer ke Jordania dalam program Human Relief Foundation, dan menjadi pendamping pengajar Jelajah Nusa 2018 di Kepulauan Sula, Maluku Utara.
Lantas, apa korelasi antara bercerita dan aktif berkontribusi kepada masyarakat?
Tidak dapat dipungkiri, cerita menggerakkan kita. Kalau kita semakin sering bercerita tentang akses pendidikan di Indonesia yang tidak merata, misalnya, maka diri kita akan semakin tergerak untuk menjadi relawan pendidikan di daerah-daerah tertinggal.
Tentu tidak mengherankan jika ada ratusan pengajar muda yang rela dikirim ke berbagai daerah terpencil demi mencerdaskan generasi penerus bangsa di sana. Mereka merelakan waktu 1 tahun demi berkontribusi pada negeri ini melalui program Indonesia Mengajar. Hal ini berangkat dari keresahan bahwa tidak semua anak dapat mengakses pendidikan, dan keresahan tersebut bisa saja muncul dari obrolan ringan antar teman atau bahkan antara pasangan kekasih.
Kembali lagi ke pasangan yang sering bercerita bukan tentang ‘kita’.
Gegara ‘ulah’ mereka yang sering bercerita bukan tentang ‘kita’, saya jadi ingin memiliki pasangan cerdas yang bisa diajak berdiskusi tentang hal-hal yang penting untuk dibicarakan. Entah mengapa, deep talks dengan pasangan benar-benar so sweet menurut saya. Hmm, mungkin karena deep talks membentuk deep connection antara pasangan. Menariknya, deep connection itu dalam hal-hal positif, bermanfaat, dan tidak bersifat terlalu egosentris. Unch !
Pada suatu hari di masa depan, saya berharap diriku dan dirimu dapat menemukan pasangan yang tidak hanya berkata cinta pada diri ini saja. Tapi, rasa cinta juga ia tujukan pada orang-orang kelaparan, orang-orang miskin, dan anak-anak yang tidak mendapat pendidikan yang layak.
Tidak hanya itu, ia juga perhatian terhadap kaum minoritas yang tertindas atau orang-orang yang didiskiriminasi karena ‘berbeda’. Wah, ini seperti menggambarkan sosok Soe Hok Gie saja. Ya, kalau boleh meminta, saya sebenarnya ingin memiliki pasangan yang mirip dengan kepribadian Gie, sama-sama memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Hehe.
Ketika sudah berumah tangga, saya ingin berbulan madu dengan suami di daerah perbatasan Indonesia. Kami akan menempuh medan perjalanan yang sulit, sesulit lika-liku kehidupan berumah tangga. Setelah itu, aktivitas mengajar membaca atau berhitung kepada anak-anak di perbatasan akan dilakukan, seperti kami akan mengajarkan banyak hal pada anak-anak kami nantinya.
Tidak lupa pula untuk bercengkrama dengan warga sekitar, seperti kami akan bergaul dengan tetangga di dekat rumah kecil kami. Mudah-mudahan ini akan menjadi kenyataan dan bukan halu ala jomblo, pemirsa.
Bercerita yang bukan tentang ‘kita’ adalah awal dari proses berkontribusi kepada masyarakat dan negeri ini. Tidak hanya itu, bercerita yang bukan tentang ‘kita’ akan membuat diri ini menemukan partner yang tepat untuk berkontribusi bersama-bersama. Bukankah kerja sama yang baik akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa? Berkontribusi bersama pasangan demi memajukan negeri ini, siapa takut?
“Kalau mau cepat, pergilah sendiri. Kalau mau jauh, pergilah bersama”
–Peribahasa Afrika-