Pada hari Senin, 9 Mei 2022, Filipina mengadakan pemilihan umum untuk menunjuk pemimpin yang akan melanjutkan pemerintahan 6 tahun ke depan. Hasilnya mengejutkan, Putra mendiang diktator di Filipina, Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr, unggul jauh dari pesaing terdekatnya, Leni Robredo.

Menurut laporan CNN, terdapat sekitar 67,5 juta orang Filipina ditambah dengan 1.7 juta diaspora Filipina di luar negeri yang memenuhi syarat untuk memilih calon presiden. Bongbong yang berpasangan dengan Sara Duterte, putri presiden Rodrigo Deterte, mendapatkan 30 juta suara berdasarkan 95 persen suara yang dihitung.

Jumlah suara ini berjumlah dua kali lipat dari lawan terkuatnya, Leni Robredo, yang mendapatkan sekitar 14 juta suara. Kemenangan Bongbong menjadi pukulan telak bagi jutaan warga Filipina liberal yang mengharapkan perubahan setelah enam tahun pemerintahan otoriter Rodrigo Duterte.

Kembalinya Dinasti Marcos

Ferdinand Romualdez Marcos Jr adalah anak kedua dan satu-satunya putra dari Presiden ke-10 Filipina, Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr. yang menjabat sejak 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.

Menurut Britannica, Marcos Sr adalah pemimpin diktator dan kleptokrat yang mendirikan rezim otoriter di Filipina yang banyak dikritik karena korupsi dan penindasannya terhadap proses demokrasi.

Pada tahun 1973, di masa jabatannya yang kedua, Marcos Sr menyatakan darurat militer di Filipina yang diklaimnya untuk "menyelamatkan" negara dari komunis. Selama 14 tahun berikutnya, lebih dari 3.200 orang tewas dan banyak jasadnya yang dibuang di pinggir jalan sebagai peringatan bagi orang lain.

Marcos Sr dikenal sewenang-wenang dalam berbagai kebijakannya seperti memegang mutlak kontrol militer, mengekang kebebasan pers dan hak mengungkapkan pendapat, bahkan membubarkan kongres Filipina. Ia juga dicap sebagai pemimpin korup yang mengakibatkan resesi di Filipina pada akhir 1983.

Setelah kekuatan militer terpecah karena sebagian bergabung dengan para demonstran revolusi "People Power" melawannya, Marcos Sr bersama keluarganya kabur ke Hawaii membawa US$ 10 miliar, hingga meninggal dunia di sana.

Sekembalinya dari pengasingan, tidak butuh waktu yang lama bagi dinasti Marcos untuk kembali ke dunia politik di Filipina. Di tahun 1992, Bongbong menjabat sebagai anggota Kongres di Distrik Kedua Ilocos Norte.

Selama tiga periode sejak tahun 1998 hingga 2007, ia menjabat sebagai Gubernur Ilocos Norte, dimana ia dianggap berhasil membuat provinsi ini menjadi provinsi kelas satu yang diakui secara internasional.

Di tahun 2010, Bongbong memenangkan kursi di Senat Filipina, menempatkan 7 secara keseluruhan. Pada pemilu 2016, Bongbong pernah mencalonkan diri sebagai wakil presiden, tetapi kalah dengan selisih kecil.

Mengubah Citra Kepemimpinan Sang Ayah

Menurut analis, Bongbong dan pendukungnya memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mengubah citra kepemimpinan ayahnya. M&E Expert for EU Governance di Filipina, Ian Niccolo Tobia, seorang pengamat demokrasi ASEAN, mengatakan bahwa kemenangan Marcos Jr didapatkan karena popularitasnya di media sosial seperti TikTok.

Menurut Niccolo, Marcos Jr banyak menampilkan di TikTok citra dirinya secara pribadi tanpa berkampanye ataupun membahas isu-isu politik. Di Tiktok, Marcos Jr menunjukkan dirinya yang sedang menari, menunjukkan pakaian mahal, berbelanja, atau menunjukkan anaknya, Alexander Marcos yang berwajah seperti aktor sehingga memotivasi para pemilih.

Di saat yang sama, banyak beredar narasi-narasi di Media Sosial mengenai sejarah masa pemerintahan Marcos Sr sebagai masa keemasan Filipina, yang meraup banyak atensi dari pemilih muda Filipina.

Hal ini relatif mirip dengan beredarnya meme di media Indonesia dengan wacana “piye enak jamanku to?” yang seolah memperlihatkan kesejahteraan di masa orde baru. Pemilih Filipina yang didominasi pemilih muda sendiri cenderung memilih berdasarkan popularitas Marcos dan narasi-narasi yang terbangun atasnya lewat media sosial.

Ruang Publik Menurut Jurgen Habermas

Jurgen Habermas mengaitkan gagasan tentang masyarakat sipil dengan gagasannya tentang “ruang publik” (public sphere). Masyarakat sipil adalah produk konsensus individu rasional yang oleh karena rasionalitasnya menyebabkan peralihan bentuk masyarakat kekrabatan (Gemeinschaft) ke masyarakat konsensus (Gesselschaft).

Menurut Habermas, masyarakat kapitalistik modern seringkali membuat masyarakat menjadi mandul dan mengalami keterasingan. Habermas menilai bahwa negara kapitalistik modern membuat rasionalisasi untuk melindungi kepentingan kekuasaan yang berbasis modal dan politik dengan berbagai macam aturan main dan hukum.

Maka menurut Habermas, masyarakat modern memerlukan “ruang gerak” yang berada di luar wilayah ekonomi dan wilayah politik, namun ruang gerak tersebut tidak diisolasi dari kedua wilayah tersebut.

Ruang publik dalam pemikiran habermas adalah suatu ruang diskursif yang setara (egaliter), dimana setiap orang berkesempatan untuk berpartisipasi dan menyampaikan idenya hingga mempengaruhi aspek politik, sosial, budaya, ekonomi bahkan moralitas.

Diskursus ruang publik bisa terjadi lewat tempat-tempat fisik milik kota (gedung balaikota, lapangan), sarana pribadi atau ruang komersil (restoran, café, sanggar kesenian, gedung pertunjukkan, tempat pertemuan, dll) atau tempat-tempat virtual (media cetak, elektronik, media sosial, dan digital).

Pemanfaatan Ruang Publik untuk Demokrasi Indonesia

Pemilu Filipina memiliki kemiripan dengan Indonesia dimana banyak jumlah pemilih muda pada pemilu Presiden 2024 mendatang. Menurut Titi Anggrini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengacu pada DPT Pemilu 2019 dan hasil sensus BPS pada 2020, dapat diperkirakan bahwa di tahun 2024, pemilih muda akan menjadi pemilih dominan di Indonesia.

Karakteristik pemilih muda yang dapat dikatakan sebagai generasi “digital native”, cenderung akan mencari informasi dari platform digital. Derasnya arus informasi digital akan menjadi permasalahan serius karena dengan mudah akan mempengaruhi banyak calon pemilih lewat berbagai wacana yang disuguhkan. Isu populisme dan arus disinformasi seperti yang terjadi di Filipina, bisa juga menjadi tantangan yang berat Indonesia menjelang Pemilu 2024.

Masyarakat harus diajak untuk turut terlibat dalam membangun wacana tandingan lewat diskursus yang kritis, secara khusus lewat platform-platform daring. Pemanfaatan ruang publik di media digital menjadi hal yang penting mengingat para pemilih dominan merupakan orang-orang yang mencari informasi secara digital.

Pemilih muda yang memiliki kecenderungan untuk memilih orang-orang yang populer harus mendapatkan pengetahuan mengenai isu kehidupan bersama atau profil calon pemimpin negara. Diskusi-diskusi terbuka di balai kota, taman-taman kota, maupun café-café harus dilakukan dengan rutin sebagai sarana menyampaikan sumbangan pemikiran beserta kritik dan saran untuk hidup bersama.

Narasi-narasi yang kritis di Televisi, seperti yang dilakukan di acara ILC dan Mata Najwa harus diberi keleluasaan supaya bebas dari kepentingan-kepentingan ekonomi ataupun kekuasaan tertentu.

Bersama dengan itu para mahasiswa yang kritis harus dengan semangat memberikan narasi-narasi yang komperhensif melalui media cetak maupun daring mengenai isu-isu publik. Narasi-narasi tersebut kemudian bisa dijadikan bahan diskusi bersama maupun disebar ke WA-WA sebagai tandingan dari disinformasi dan isu populisme yang berkembang.

Sumber-Sumber : 

Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Model untuk Indonesia Pasca Suharto? Dalam Basis, No. 11-12, tahun ke-53, November-Desember 2004.

Djunatan, Stephanus, “Nilai Filosofis Sila IV: Kerakyatan Yang Dipimpin OLeh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, dalam Pancasila Kekuatan Pembebas, Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahyangan, Yogyakarta: PT Kanisius, 2012.

https://tirto.id/profil-ferdinand-marcos-jr-putra-eks-diktator-di-pilpres-filipina-grRJ  

https://tirto.id/bagaimana-sistem-pemilihan-presiden-di-filipina-apa-bedanya-grWm#top

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/23583391/kemenangan-marcos-jr-di-filipina-alarm-bagi-demokrasi-indonesia?page=all

https://www.kompas.com/global/read/2022/05/09/164944670/disorot-dunia-kenapa-pilpres-filipina-2022-kontroversial?page=all

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/20/17474681/belajar-dari-kemenangan-marcos-jr-di-filipina-ri-diminta-hati-hati-terhadap-medsos-jelang-pemilu-2024

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/23583391/kemenangan-marcos-jr-di-filipina-alarm-bagi-demokrasi-indonesia?page=all