Main Bola di Lapangan Tanah Merah yang Mengesankan bagi Kita
saban siang yang terik
di antara semak ilalang
kita hampiri sebuah bukit
timbunan tanah merah
di tepi proyek pembangunan
mangkrak atau entah
dibiarkan begitu saja
bola sepak kita bawa ke sana
membabat rerumputan
menebang bambu liar
menjadikannya gawang
meski kadang sandal jepit,
ranting kecil, atau bebatuan
tampak lebih diminati
bersama anak kampung sebelah
kita gelar laga tanding persahabatan
berkompetisi bak liga kelas dunia
bila menang tak besar kepala
bila kalah tetap lapang dada
“Hei! Tapi tetap telanjang dada, enak saja!
ini pertandingan, bung
menang dan kalah ada ganjaran
ada aturan yang dimainkan
sportiflah sejak dalam pikiran
apalagi perbuatan…”
ujar anak dengan posisi penyerang
memang bukan menang
yang jadi tujuan
tapi, demi kesenangan
dan hangat kebersamaan
rasa senasib seperjuangan
“Dan bola itu bundar bung!
sejago apa pun kamu
sangat bisa menderita kekalahan,”
kata penjaga gawang
yang sejak tadi telanjang dada
pertandingan amat sengit
meski tak ada wasit
tak ada bunyi peluit
sampai sore tiba
tanah merah menghambur
tersapu sepakan kaki
terbawa angin lalu
menyelusup ke celah mata
memberi semacam duka
petaka kecil yang menyiksa
kita pun pulang
dengan sekepal tangis
sebagai buah tangan
langit lembayung jadi peluit panjang
tanda kita mesti akhiri pertandingan.
Depok, 4 Oktober 2021
Kans bagi Penyerang
Penyerang 1:
“Pokoknya, kalau dapat bola
langsung tembak ke gawang!”
Penyerang 2:
“Ya tak bisa begitu, lihat dulu
kans-nya. Kalau posisimu lebih
nguntungi, aku akan mengoper
bola sialan itu kepadamu!”
Penyerang 1:
“Lho buat apa ngoper segala, golnya tetap
dihitung satu. Langsung jos saja!”
Penyerang 2:
“Aduh, kau ini. Main bola itu strategi,
bukan gal-gol gal-gol doang.”
dalam pertandingan itu
tim mereka menang tiga kosong
golnya pemain tengah yang borong.
16 Oktober 2021
Lapangan Gundulmu!
Di sana kita berlarian
mengejar bola plastik
yang sudah dobol
sebab menerima sekian
banyak sepakan
di tepi Barat Jakarta
kita dikepung pembangunan
sawah-sawah itu
kini jadi hamparan tanah merah
dan kita asyik bermain
tak mengerti
sebab masih lugu
dan cuma tahu
main melulu
“Gundulmu! Berpuluh tahun sudah
tumbuh perumahan mewah
di sana, jangankan main bola
bermain gundu saja tak bisa,”
kata karibku, Mustopa.
16 Oktober 2021
Bungah pada Waktunya
Gunungan tanah menjulang
rumput doyong di celah mulut ilalang
terik kian loyo, sebab mendung datang
sungguh, ini siang-siang yang senang
kita lupa waktu, tapi lebih sering lupa ilmu
ngaso, rebahan, fesbukan, twitteran
proyek mangkrak, beko-beko berkarat
putri malu merungkut, mukamu merengut
sudah berapa lama kita bermain
dengan panas mentari?
“yang penting kita tetap bersama-sama”
layangan putus tentu bukan soal
truk, sepeda, matic berlalu lalang
gawang kita tetaplah sandal jepit
riang dan tawa adalah warna
marah dan gelut cuma dinamika
sans saja
“Semua akan bungah pada waktunya,”
kata mbahmu saat itu
dan kita menyemainya setiap waktu.
16 Oktober 2021
Sore yang Tampak di Wajah Bapak
Sore itu, langit menguning, tepatnya nuansa oranye agak gelap. Ia berjalan menuntun anaknya yang baru menyudahi pertandingan sepak bola. Pertandingan yang digelar di lapangan belakang kampungnya. Seorang bapak ber-jersey Newcastle tampak gembira, sedang anaknya tampak tak bergairah karena baru saja kalah.
“Tak apa, itu kan hanya laga persahabatan. Menang atau kalah, kamu tetap penyerang terbaik buat ayah,” ujar sang bapak. Perlahan wajah anak lelaki berkostum Persija itu mulai tegap, langkahnya masih tergopoh, “Iya pak, janji besok aku pasti menang.” Sang bapak menatap wajah anaknya yang terlihat mulai cerah. Azan maghrib pun berkumandang.
2022
Tanya Jawab Bapak dan Anak
1/
Ada bapak bertanya pada anaknya:
“Nak, buat apa mainan sebanyak itu?
Toh, yang main bapak.
Kamu cuma suka belinya saja.”
2/
Ada bapak bertanya pada anaknya:
“Nak, kamu masih mau beli mainan lagi?
Yang keluar uang kan bapak, bukan kamu.
Nanti ibumu marah, beli mainan terus.”
3/
Ada bapak bertanya lagi pada anaknya:
“Nak, sudahkah kamu bahagia?
Bapak sudah belikan banyak mainan.
Tak peduli ibumu cerewet, bapak mau
Beli mainan buat main lagi.”
4/
Ada bapak bertanya terus pada anaknya:
“Nak, mau sampai kapan main dengan gawai itu?
Bapak sudah belikan mainan baru.
Ayo main sama bapak.”
5/
Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya menjawab:
“Aku mau main setiap waktu, tapi setiap hari Bapak kerja.
Bapak sibuk cari uang untuk beli mainan yang akhirnya
Bapak sendiri yang mainkan saat hari libur tiba.
Lalu Bapak kesal sendiri, kan, tak ada teman main.”
6/
Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya balik tanya:
“Pak, bisakah Bapak pakai uang itu untuk membeli waktu?”
Depok, 4 Oktober 2021