Di masa sekarang ini banyak terjadi perkembangan Technology, perkembangan teknologi ini menjadi salah satu dari banyaknya penyebab mengapa rasa Individualisme tumbuh menjadi semakin tinggi. Rasa Individualism ini merupakan sebuah langkah awal dari sikap Apatis terhadap lingkungan dan juga orang di sekitar kita, sikap tersebut juga dapat menimbulkan dampak-dampak negatif bagi diri kita sendiri.

Pertama-tama mari kita mengenali apa itu Individualism, Individualism/Individualis adalah sebuah sifat/pribadi seseorang di mana mereka akan mengedepankan dan mengutamakan kebebasan dan ego mereka. Sikap Individualis ini juga merupakan sebuah sikap mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain, organisasi, ataupun lingkungan masyarakat di sekitarnya.

Setelah itu mari kita memahami apa itu sikap Apatis, sikap Apatis adalah sebuah sikap di mana kita akan tidak peduli terhadap segala sesuatu yang berada di sekitar kita, dan juga dalam ruang lingkup yang lebih luas. 

Sikap apatis ini dapat menimbulkan kesulitan dalam berkembang karena orang apatis tidak akan memedulikan masukan atau saran dari orang sekitarnya, dan akan menganggap apa yang dia percaya adalah suatu hal yang paling benar.

Tingginya sikap Individualism dan Apatis merupakan salah satu dari sekian banyak penyebab mengapa seseorang mengalami rasa kesepian. Menurut Halim & Dariyo (2016) rasa kesepian adalah sebuah emosi kompleks yang cenderung tidak menyenangkan dan merupakan respon isolasi tubuh, dan juga merupakan reaksi dari hilangnya dan ketidakhadiran dari seseorang yang memiliki hubungan yang dekat dengan kita.

Rasa kesepian ini menjadi salah satu momok bagi para remaja, terlebih lagi remaja Gen-Z, Remaja Gen-Z banyak mengalami fenomena kesepian ini, mereka merasakan bahwa mereka tidak memiliki orang-orang yang dapat mereka percaya, mereka merasa bahwa tidak ada orang yang sayang akan mereka, mereka terjebak di dalam lingkaran setan kesepian ini. Kesepian tersebut membuat mereka menjadi overthinking terhadap segala hal yang mereka hadapi.

Di tahun 2020 awal, terjadi sebuah Covid Disease yang melanda seluruh dunia, hal ini menyebabkan Lockdown dimana-mana. Lockdown ini menyebabkan para remaja spending time a lot sendirian, mereka juga tidak dapat bersosialisasi secara tatap muka karena diadakan Social Distancing.

Lockdown sendiri merupakan sebuah ketentuan dimana pemerintah membatasi kehidupan sosial masyarakatnya melalui pembatasan-pembatasan tertentu, dimana ini dilakukan ketika ada sebuah Dangerous Situation. Sedangkan Social Distancing adalah sebuah tindakan pembatasan aktivitas wilayah, dengan cara melakukan Work From Home, Online Class dan pengurangan interaksi

Di saat terjadi Lockdown dan Social Distancing ini banyak anak remaja yang jenuh dan mereka Hectic dengan segala keadaan baru yang mereka hadapi. Banyak remaja yang melakukan Self-harm. Self-harm adalah sebuah tindakan menyakiti diri sendiri, hal paling lumrah di saat seseorang melakukan self-harm adalah mereka melakukan Cutting di pergelangan tangannya, hingga menyebabkan pendarahan dari pergelangan tangannya.

Latar belakang seseorang ketika melakukan self-harm bisa dilihat dari berbagai macam sudut pandang, yaitu mereka merasakan stress dan dorongan dari dalam diri merekamereka ikut-ikutan teman mereka karena mereka menganggap hal tersebut sebagai sebuah trend, dan ada remaja yang melakukan hal tersebut karena merasakan putus asa akan kehidupan.

Kehendak Buta, Das Mann, serta Beban dari Kebebasan.

Kehendak Buta menurut Arthur Schopenhauer adalah sebuah teori mengenai bagaimana kehendak dan alam bawah sadar seseorang dapat mengatur perilaku yang akan diambil oleh seseorang. Schopenhauer menggambarkan bahwa kehendak buta ini seperti orang buta yang kuat sedang menggendong seorang yang bisa melihat namun sakit-sakitan.

Schopenhauer menganggap bahwa permukaan dari jiwa berisikan tentang kesadaran dan intelektual seseorang, di bawah intelektual seseorang terdapat yang dinamakan Alam bawah sadar/Unconcious Mind/Id. Hal tersebut dipercayai Schopenhauer dapat mengatur bagaimana seseorang dapat berperilaku.

Das Mann adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Martin Heidegger mengenai eksistensi manusia yang tidak Authentic, di mana manusia akan cenderung ikut-ikut banyak orang untuk melakukan sesuatu, sehingga manusia tersebut akan mengalami ketidakmampuan seseorang untuk menentukan pilihannya sendiri.

Heidegger mengatakan bahwa manusia akan mengalami Kejatuhan, jika manusia tersebut memiliki ketidakmampuan untuk bangkit dari eksistensi yang ikut-ikutan dan tidak otentik. Manusia akan cenderung merasa tidak bertanggung jawab jika mereka melakukan hal tersebut bersama-sama, karena hal tersebut dianggap tanggungan bersama.

Beban dari Kebebasan menurut Sartre adalah sebuah kebebasan itu terbatas, dan tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas. Ada beberapa hal yang membatasi kebebasan yaitu, Hak orang lain, Kondisi Alamiah, serta Kondisi Kodratiah. hal -hal tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh tiap Individu.

Kebebasan yang bertanggungjawab tidak sama dengan ketidakbebasan, karena semakin kita bertanggungjawab maka akan semakin bebas kita, jika kita tidak bertanggungjawab maka kita dikontrol oleh kehendak kita, dan hal itu berarti bahwa kita tidak bebas karena kita diatur dan dikontrol oleh kehendak kita.

Kehendak buta, Das Mann, Bertentangan dengan Beban dari Kebebasan.

Fenomena Self-harm menurut pandangan “Kehendak Buta” oleh Schopenhauer memiliki arti ketika seseorang melakukan Self-harm dia dikendalikan oleh Ego, Id, Alam bawah sadarnya. Sehingga ia berani melakukan hal tersebut dan hal tersebut merupakan respon impulsif dalam sebuah kondisi yang tidak biasa yang dialami individu tersebut.

Sedangkan menurut pandangan Das Mann, orang-orang yang melakukan Self-harm disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam bangkit dari eksistensi yang sekedar ikut-ikutan orang lain. Banyak remaja yang menglorifikasi permasalahan mental, sehingga ketika mereka melakukan Self-harm mereka akan dianggap memiliki permasalahan mental, dan mereka akan mendapat “Glorifikasi” dari lingkungan sekitar mereka.

Menurut pandangan Sartre mengenai kebebasan dan bebannya, ketika seseorang melakukan Self-harm maka ia dikendalikan oleh kehendak kita dan hal tersebut merupakan perwujudan dari ketidakbebasan . 

Jadi menurut pandangan Sartre sebaiknya kita harus bisa mengontrol kehendak kita dan bertanggung jawab akan hal tersebut, sehingga menyebabkan kita berkuasa akan diri kita sendiri. Dan hal tersebut merupakan wujud dari kebebasan.

Kesimpulan 

Pandangan Schopenhauer, Heidegger, dan Sartre dapat menjelaskan mengenai fenomena Self-harm pada remaja, jika kita menggunakan pandangan Schopenhauer akan mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena kita dikontrol oleh alam bawah sadar kita, ego, dan id.

Sedangkan menurut pandangan Heidegger, orang-orang melakukan Self-harm karena mereka terpengaruhi oleh orang lain, mereka hanya mengikuti trend-trend yang ada di sekitar mereka, dan menyebabkan kejatuhan terhadap pribadi-pribadi yang menjadi tidak otentik.

Kebebasan yang bertanggung jawab ini memiliki artian bahwa peristiwa Self-harm ini disebabkan karena mereka tidak dapat bertanggung jawab atas keinginan mereka sendiri. Sehingga mereka dikendalikan oleh ego mereka.