Pengetahuan tentang cuaca, iklim, dan perubahan iklim serta dampak-dampak dari ketiga hal tersebut terhadap kehidupan manusia sudah seharusnya diketahui oleh masyarakat nusantara pada umumnya. Hal itu dikarenakan semakin banyak dan meningkatnya frekuensi kejadian bencana terutama bencana hidrometeorologis. Tahun 2022 ini sendiri merupakan tahun ketiga terjadinya fenomena La Nina atau dikenal dengan istilah Triple Drip La Nina, dimana sedikit banyak berpengaruh terhadap bertambahnya curah hujan yang turun di wilayah kita.

Sangat diperlukan inisiatif dan kesigapan masyarakat dalam memperoleh informasi cuaca dan iklim secara mandiri. Selain itu kemampuan memproses informasi yang tersedia juga dibutuhkan, karena meskipun informasi yang diberikan cukup mudah dimengerti, masyarakat juga perlu memiliki pengetahuan dasar tentang cuaca dan iklim. Pengetahuan ini akan membantu masyarakat memahami lebih cepat dan tanggap ketika informasi peringatan dini muncul serta dalam jangka panjang ikut terdorong untuk aktif dalam upaya adaptasi dan mitigasi.

Literasi Iklim sendiri sebenarnya sudah dimulai oleh organisasi yang bertanggung jawab terhadap cuaca dan iklim di Indonesia, yakni BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika). Pembelajaran tentang cuaca dan iklim juga diberikan oleh organisasi-organisasi masyarakat yang aktif dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Berbagai kegiatan dan produk telah dikeluarkan supaya masyarakat dapat belajar sendiri tentang pentingnya informasi cuaca, iklim, dan perubahan iklim.

Salah satu contoh yang mudah diakses yakni web e-learning buatan BMKG. Banyak hal yang bisa kita pelajari di situ, antara lain cuaca & iklim, pemanasan global & perubahan iklim, siklus hidrologi, kualitas udara, hingga iklim terapan. Web ini sudah mulai tersedia sejak tahun 2020 yang lalu. Informasi yang tersedia menggunakan bahasa yang mudah dimengerti bahkan oleh anak-anak SD sekalipun, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar di sekolah-sekolah.  

Web e-learning buatan BMKG yang dapat diakses di https://iklim.bmkg.go.id/elearning/

Salah satu tampilan e-learning yang menarik dengan bahasa yang mudah dipahami

Pembelajaran pun tidak harus dilakukan di kelas-kelas, bahkan dapat secara daring melalui zoom meeting, google meet, Skype, dan lain sebagainya. Tepat sekali jika diaplikasikan pada masa sekarang ini dimana pembelajaran dengan pertemuan tatap muka secara langsung dibatasi hanya pada wilayah lokal.

Tempat-tempat dan wilayah yang rentan terhadap kejadian cuaca/iklim ekstrem pastilah mendapat edukasi yang cukup dari para penyuluh lapangan serta ormas yang tak jauh lokasinya. Namun demikian, alangkah baiknya jika pembelajaran itu dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Berbagai upaya pelaksanaan literasi iklim tentu semakin menambah kesadaran masyarakat akan pentingnya menyiapkan diri dalam menghadapi bencana serta hidup bersama dengan alam. Alam diciptakan agar dapat dikelola dan dijaga oleh manusianya, bukan malah dirusak dan membuat manusia tak lagi nyaman hidup di bumi.

Para petani meningkat kesadarannya akan informasi cuaca dan iklim dan dapat memperkirakan waktu tanam yang sesuai dengan jenis tanaman yang diinginkan. Mereka juga bisa menyesuaikan diri ketika hujan datang lebih lama daripada biasanya atau sebaliknya, ketika hujan hanya datang sesekali. Sehingga tanaman palawija tak perlu khawatir kelebihan air dan padi akan tumbuh subur dengan air melimpah.

Nelayan dapat memperkirakan kapan waktu yang tepat untuk berlayar menangkap ikan dan kapan kembali ke darat. Para peternak pun tak ragu ketika mengeluarkan ternak-ternaknya ke padang rumput, karena tahu kapan perkiraan cuaca ekstrem akan datang. Upaya adaptasi terhadap kondisi cuaca & iklim semacam ini sangatlah penting untuk dipahami.

Lebih jauh lagi ketika membahas mengenai usaha-usaha mitigasi yang bisa dilakukan semenjak dini. Literasi iklim bagi generasi muda memang akan lebih terasa efeknya, apalagi bagi mereka yang masih sangat aktif baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketika mereka dewasa nanti pun diharapkan dapat menjadi salah satu motor penggerak dan leader dalam upaya memperbaiki kondisi alam.

Hal paling sederhana yang dapat dilakukan oleh mereka-mereka di usia dini misalnya membuat pamflet untuk memberikan pengetahuan, membangkitkan kesadaran, serta menggerakkan masyarakat lainnya dalam upaya mitigasi. Kemudian barulah aksi-aksi nyata yang dapat dilakukan mulai dari rumah dan lingkungan tempat tinggal masing-masing sampai ke sekolah serta lingkungan masyarakat. Isu-isu tentang perubahan iklim, pentingnya mengelola sampah, aksi penghijauan, mengurangi polusi, dan masih banyak tema-tema lain, dapat dijadikan sebagai bahan aksi nyata.

Contoh pamflet mengenai pengelolaan sampah dan perubahan iklim yang dibuat oleh generasi muda serta diupload di media sosial Instagram

Salah satu contoh upaya mitigasi oleh generasi muda yang sudah sampai ke aksi nyata yakni Rumah Literasi Hijau (RLH). Komunitas yang berlokasi di Pulau Pramuka ini melakukan end to end pengelolaan sampah, dari pengumpulan, pemilahan, daur ulang, pencacahan, dan pemrosesan sampah plastik menjadi BBM menggunakan teknologi pirolisis.

Kegiatan komunitas Rumah Literasi Hijau menjadi salah satu contoh aksi nyata oleh generasi muda di Pulau Pramuka (Kep. Seribu)

Literasi Iklim memang sudah sewajarnya tidak hanya sebatas pengetahuan dan proses pembelajaran, namun juga sampai kepada tindakan dan aksi nyata sejak dini dalam upaya adaptasi dan mitigasi terutama yang berhubungan dengan perubahan iklim. Seluruh usaha tersebut dimaksudkan agar manusia nusantara dapat hidup lebih nyaman dengan kondisi alam yang lebih baik di masa depan seusai moto yang tak pernah akan asing di telinga, Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita.