Liga Indonesia baru saja dimulai setelah berbulan-bulan vakum karena pandemi. Namun, mafia sepak bola memang tidak pernah benar-benar hilang, mereka akan terus ada merusak sportivitas olahraga. Mafia bola merupakan sekelompok atau seorang yang melakukan pengaturan skor pada suatu pertandingan sepak bola, yang tujuannya untuk memenangkan suatu tim dengan cara yang tidak adil.
Tentu saja ini jauh dari prinsip olahraga sepak bola yang selama ini digaungkan yaitu fair play. Azas fair play dicetuskan FIFA (Federation Internationale de Football Association) selaku federasi tertinggi sepak bola dunia sejak tahun 1987. Tujuannya agar sepak bola tetap mengedepankan olahraga di atas segala rivalitas atau pertemuan dua kubu yang berusaha saling mengalahkan.
Pertandingan yang benar adalah pertandingan yang ditentukan oleh kualitas antar dua tim yang layak, bukan hasil dari pengaturan nonteknis. Sehingga menang dan kalah dengan cara terhormat untuk evaluasi tim ke depan agar lebih baik. Faktanya fair play hanyalah formalitas belaka bagi sebagian klub dan pemain di Indonesia.
Baru-baru ini kompetisi Liga 2 2021 dikejutkan dengan dugaan pengaturan skor yang dilakukan oleh beberapa oknum pemain sepak bola. Lebih tepatnya terjadi saat pertandingan Perserang Serang melawan Rans Cilegon United pada penyisihan grup Liga 2 Indonesia tanggal 12 Oktober 2021.
Terdapat lima pemain Perserang Serang yang diduga sengaja bermain tidak sportif. Mengatasi hal tersebut Babay Karnawi sebagai manajemen Perserang Serang, melaporkan kelima pemain ke PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Setelah pemeriksaan oleh komisi disiplin PSSI kelima pemain tersebut terbukti bersalah sehingga mendapatkan sanksi larangan bermain selama beberapa tahun dan pemecatan dari pihak manajemen tim Perserang Serang.
Adanya pengaturan skor itu tentu menjadi pukulan telak bagi PSSI. Suporter bola Indonesia merasa kecewa atas tindakan tidak sportif tersebut dan menuntut agar mafia bola segera diberantas. Selama ini kita tahu bahwa sebagian besar hukuman diberikan kepada pemain dan klub saja, tetapi dalang dari aksi ini tidak pernah merasakan efek jera. Hingga saat ini masih banyak yang melakukannya, bukan hanya di level profesional namun juga di level amatiran persepakbolaan Indonesia.
Lantas bagaimana para mafia bola ini menjalankan aksinya? Mereka memiliki beberapa cara untuk menjalankan aksinya dan bahkan berani secara langsung menghubungi para pemain atau manajemen klub dengan menawarkan keuntungan dari tindakan tersebut.
Sebagai contoh pada kasus pemain Perserang Serang, kronologinya dua hari sebelum pertandingan beberapa pemain dihubungi oleh seseorang untuk menjelaskan tugas mereka dan harus siap kalah dengan jumlah gol yang ditentukan. Para pemain akan menerima imbalan berkisar 100-150 juta per pertandingan jika bisa melakukan tugasnya.
Satu hari sebelum pertandingan biasanya pemain dan seorang mafia bola akan bertemu untuk mengatur strategi. Pemain akan melakukan instruksi sesuai kode yang diberikan, seperti pada menit sekian apa saja yang harus dilakukan dan di dalam lapangan apa saja yang harus disiapkan.
Ini juga berlaku untuk manajemen klub yang bersedia mengalah untuk mendapatkan keuntungan yang bisa dibilang sangat besar. Wasit juga tidak luput dari kendali mafia bola, wasit-wasit dibayar untuk memenangkan suatu tim. Biasanya wasit akan memberikan keuntungan berupa tendangan pinalti atau keputusan yang menguntungkan suatu tim.
Banyak cara yang dilakukan PSSI dalam memberantas mafia bola di Indonesia, tetapi hasil yang didapatkan selalu nihil sampai saat ini. Bahkan anggota komite eksekutif PSSI juga terlibat dalam kasus pengaturan skor seperti Johar Lin Eng, Dwi Irianto, Priyanto, dan Joko Driyono.
Salah satu solusi PSSI adalah bekerja sama dengan Polri membentuk satgas antimafia bola. Satgas ini bertugas memetakan sejumlah laga di kompetisi sepak bola Nasional yang terindikasi adanya pengaturan skor, penyidikan, melakukan penyelidikan, hingga penangkapan.
Satgas antimafia bola ini dibentuk pada 12 Desember 2018 melalui Surat Perintah Kapolri Nomor 3678. Pembentukan satgas antimafia bola ini berdasarkan masukan masyarakat di media online, cetak, dan televisi terkait adanya praktik pengaturan skor dalam pertandingan sepak bola di Tanah Air.
Solusi baru dari PT LIB (Liga Indonesia Baru) adalah menaikkan honor wasit Liga 1 dan Liga 2 hingga dua kali lipat. Sudjarno sebagai Direktur Operasional PT LIB, mengatakan bahwa “salah satu cara kami untuk bisa menekan adanya pengaturan skor adalah dengan menaikkan honor wasitnya”.
Pada musim ini PT LIB rela memberikan honor wasit dua kali lipat agar mereka tidak terpengaruh godaan dari para mafia sepak bola. “Wasit Liga 2 sekarang sudah mendapatkan honor lebih dari wasit Liga 1 pada musim sebelumnya. Itu jadi fokus utama kami dalam menciptakan sepak bola yang bersih dan enak ditonton”, kata Sudjarno.
Solusi lain yang harus dicoba adalah penggunaan VAR (Video Assistan Referee). VAR diharapkan dapat mengurangi keputusan wasit yang kontroversi dan mampu mencegah manipulasi yang dilakukan oleh wasit. Selain untuk mencegah pengaturan skor, kualitas wasit yang kerap diperdebatkan di sejumlah laga pertandingan sepak bola professional Indonesia diharapkan dapat di minimalisirkan setelah penggunaan VAR.
VAR merupakan solusi yang layak diapresiasi, apalagi satu set VAR diperkirakan sekitar 84 miliar. Selain butuh perangkat seperti video, kamera, alat komunikasi, juga butuh wasit yang berkualifikasi khusus agar penerapannya bisa berjalan dengan baik.
Pengaturan skor yang terjadi memang membuat miris persepakbolaan di Indonesia. Selain masalah kualitas wasit dan prestasi Tim Nasional yang belum membaik, mafia bola merupakan masalah besar yang harus segera diselesaikan. Sudah banyak usaha dan solusi yang dilakukan, meskipun biaya yang dikeluarkan tidaklah murah. Semua itu semata-mata untuk memperbaiki stigma buruk sepak bola Indonesia di masyarakat yang dianggap liga dagelan.
Semua perangkat pertandingan sepak bola, mulai dari official, wasit, klub dan pemain harus memiliki jiwa profesionalisme. Berani melapor jika ada dugaan pengaturan skor dan jangan takut terhadap intimidasi dari pihak mafia bola. Semua orang yakin jika usaha dan solusi itu konsisten dilakukan akan memberikan dampak positif terhadap persepakbolaan Indonesia dan prestasi Tim Nasional Indonesia.