Pendidikan merupakan sebuah proses timbal balik antara pendidik dan yang dididik untuk mencapai tujuan dari pendidikan, yaitu mewujudkan manusia yang dapat terus mengembangkan potensinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, harus terdapat seperangkat konsep yang dapat membawa pendidikan menjadi sebuah proses dan sistem yang ideal. Kita mengenalnya sebagai kurikulum.
Mengutip dari UU Nomor 20 tahun 2003, "kurikulum merupakan seperangkat rencana pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan dan dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional."
Dalam pendidikan, kurikulum memiliki kedudukan yang sangat penting. Sebagaimana dikatakan dalam(Sodikin, 2019), yang menyatakan bahwa kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah sentral yang menentukan kegiatan dan hasil dari proses pendidikan tersebut.
Oleh karena itulah proses penyusunan dan pengembangannya haruslah terkonstruk dari pemikiran yang mendalam dan menyeluruh.
Dalam perkembangannya, kurikulum di Indonesia memiliki banyak perubahan. Pada awal kemerdekaan, kurikulum yang dipakai di Indonesia adalah kurikulum 1947 yang mana belum dikenal sebagai kurikulum, melainkan “Rentjana Peladjaran 1947” (Indarta dkk., 2022).
Setelah itu mengalami sembilan kali perubahan hingga kurikulum 2013. Perkembangan dan perubahan tersebut didasarkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan menyesuaikan kebutuhan peserta didik sesuai perkembangan zaman.
Hal tersebut juga dilakukan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia saat ini, Nadiem Makarim yang melakukan revolusi pada penggunaan kurikulum yang berlaku dengan meluncurkan Kurikulum Merdeka pada Februari 2022 lalu.
Dengan hadirnya kurikulum merdeka, bagaimana dampak yang akan dicapai, dan apa saja sebenaranya pembeda kurikulum merdeka ini dari kurikulum sebelumnya ?
Menurut penuturan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo ada tiga poin untuk menjelaskan konsep kurikulum merdeka ini.
Yakni yang pertama adalah berorientasi pada murid (student-centered), maka kegiatan pembelajaran akan dibuat semenyenangkan mungkin dengan fokus pada materi esensial saja sehingga diharapkan mewujudkan peserta didik yang mampu memaksimalkan potensinya dan dapat memudahkan guru untuk menyusun perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
Kedua ialah kurikulum merdeka ini memiliki jam khusus 20% hingga 30% yang diisi dengan productive learning atau pembelajaran yang bersifat aplikatif dan berorientasi pada konteks, sehingga siswa tidak hanya belajar teori saja, melainkan sudah sekaligus menumbuhkan karakter dengan langsung praktek.
Ketiga adalah fleksibilitas kurikulum merdeka yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan sehingga diharapkan peserta didik mendapatkan proses sesuai dengan fase pertumbuhannya.
Konsep tersebut disampaikan pada Webinar Silaturahmi Merdeka Belajar, 21 Juli 2022.
Dari konsep tersebut bisa diartikan bahwa kurikulum merdeka hadir sebagai jawaban atas keresahan setiap unsur dalam sistem pendidikan, terutama para guru sebagai tenaga pendidik yang merasakan langsung bagaimana pelik dan kompleksnya setiap permasalahan yang hadir dalam ranah pendidikan.
Perlu Kerjasama Antar Pihak
Jika kita melihat lebih lanjut, kurikulum ini hadir sebagai upaya penyederhanaan kurikulum 2013 dan menghasilkan kurikulum prototipe yang selanjutnya dijadikan kurikulum merdeka.
Dalam rangka pemulihan keberlangsungan proses pendidikan, saat peluncuran kurikulum merdeka, Nadiem Makarim menyebutkan adanya kurikulum merdeka yang lebih sederhana dan mendalam ini akan lebih relevan dan interaktif sehingga dalam penerapannya dapat memunculkan kreativitas dan memberikan kesempatan lebih luas serta mengeksplorasi isu-isu aktual.
Dalam perjalanannya, sosialisasi kurikulum ini ternyata belum sepenuhnya dipahami secara utuh oleh berbagai lembaga dan unsur terutama di tataran akar rumput.
Guru yang dituntut mengerti konsep tersebut dan menerjemahkannya untuk diterapkan kepada peserta didik pun dirasa belum maksimal dan menimbulkan miskonsepsi atas kurikulum tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesemen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo dalam menjawab pertanyaan mengenai banyaknya miskonsepsi tersebut dan merangkum beberapa miskonsepsi utama.
Pertama anggapan bahwa pergantian kurikulum ini adalah sebagai tujuan utama, jika begitu maka kita (unsur dalam pendidikan) akan disibukkan pada masalah administratif.
Padahal kurikulum merdeka ini digunakan sebagai alat untuk memperoleh tujuan pendidikan nasional yang justru memudahkan para guru untuk sekreatif mungkin melaksanakan proses pembelajaran.
Kedua adalah anggapan benar atau salah secara absolut dari kurikulum ini. Kurikulum ini tidak dibuat dengan langkah baku untuk output yang ingin didapat, melainkan didesain dengan menyesuaikan konteks. Persepsi yang salah adalah ketika konteks tidak diterapkan.
Ketiga adalah anggapan bahwa seolah-olah satuan pendidikan harus menunggu pelatihan dari pusat untuk mengembangkan kurikulum ini.
Setiap satuan pendidikan bisa mengambil inisiasi untuk pengembangan kapasitas, sedangkan peran kemendikbud atau pusat adalah menyediakan resources.
Miskonsepsi yang keempat adalah anggapan bahwa implementasi kurikulum ini bisa langsung instan menjawab dan membenahi ketertinggalan siswa dalam belajar.
Implementasi Kurikulum Merdeka semoga mampu menjadi angin segar untuk pendidikan kita.
Konsep yang dibawa dan fleksibilitas yang ada menjadikan kurikulum merdeka ini semakin mampu memudahkan kerja para pendidik kita dalam menghasilkan peserta didik yang semakin kreatif dan matang secara keilmuan.
Namun demikian, melihat kenyataan yang ada pula, pelaksanaan kurikulum merdeka ini pastinya memerlukan waktu, tenaga dan kerjasama antar pihak yang terjalin dengan solid.
Semoga apa kebijakan dan penerapan kurikulum merdeka ini mampu menjadi jawaban atas permasalahan pendidikan kita, dan mewujudkan tujuan utama pendidikan kita “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Indarta, Y., Jalinus, N., Waskito, W., Samala, A. D., Riyanda, A. R., & Adi, N. H. (2022). Relevansi Kurikulum Merdeka Belajar dengan Model Pembelajaran Abad 21 dalam Perkembangan Era Society 5.0. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(2), 3011–3024. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i2.2589
KEMENDIKBUD RI. (2022). SMB: Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka. https://www.youtube.com/watch?v=Fenj9lr36fs
Sodikin, A. (2019). Pendahuluan Konsep , Landasan , Dan Pengembangan Kurikulum. MIYAH: Jurnal Studi Islam, 15(02), 348–372.